Pusaka Penebar Petaka
"Gusti Batara,
Ayo kita lari dari sini. Seminingrat dan Mahisa Campaka sudah memasuki istana", teriak seorang pengalasan yang ketakutan melihat pasukan Tumapel menyerbu masuk ke istana Kadiri.
"Dengar Pengalasan,
Aku tidak takut melawan keponakan ku meski pasukan mereka jauh lebih banyak dari pasukan Kadiri. Selama Keris Mpu Gandring ada ditangan ku, jangankan Seminingrat atau Mahisa Campaka, Anusapati pun sudah ku bunuh", ujar Apanji Tohjaya dengan pongahnya.
Malam itu, Pasukan Tumapel menyerbu ke istana Kadiri yang merupakan takhta Apanji Tohjaya usai dia membunuh Agnibhaya yang merupakan adik tirinya.
Memang selama ini, Apanji Tohjaya yang lahir dari seorang selir tidak berhak atas takhta baik di Tumapel maupun di Kadiri meski dia lebih tua dari Mahesa Wong Ateleng ayah Mahesa Campaka.
Dia yang begitu berambisi untuk menjadi raja seperti Batara Sang Amurwabhumi ayah kandungnya, selalu tersisih dari hak takhta kerajaan Tumapel hanya karena dia putra seorang Ken Umang, selir Ken Arok alias Batara Sang Amurwabhumi.
Saat berhasil membunuh Agnibhaya atau Guningbhaya, Apanji Tohjaya kemudian menduduki takhta Kadiri yang menjadi bawahan Tumapel.
Selama satu tahun ini, dia sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi keponakan nya yang pasti akan menuntut balas atas kematian Anusapati yang tewas dia tikam dengan Keris Mpu Gandring saat menyabung ayam yang menjadi kegemaran Anusapati. Dia menuntut balas kematian Batara Sang Amurwabhumi yang di bunuh seorang Pengalasan dari Batil diatas takhta Tumapel usai mendapat pinjaman Keris Mpu Gandring dari Anusapati.
Peristiwa berdarah di kalangan para penguasa Tumapel itu memang bermula dari kutukan Mpu Gandring, sang pandai besi yang mengutuk Ken Arok dan 7 orang pembesar istana Tumapel tewas lewat keris pusaka yang dibuatnya sesaat sebelum dia tewas di tikam Ken Arok yang marah kepada pandai besi itu.
Setelah Tunggul Ametung, Kebo Ijo, Ken Arok, Anusapati, Ken Dedes dan Agnibhaya sudah menjadi korban keampuhan pusaka penebar petaka ciptaan Mpu Gandring.
Tinggal korban terakhir yang saat ini akan segera menggenapi tujuh korban kutukan pusaka itu. Maka setelah korban terakhir ini, kedamaian akan tercipta di tanah Jawa.
Tohjaya merasa jumawa karena keris pusaka itu ada di tangan nya, tidak mungkin dia yang akan menjadi korban ke tujuh keris Mpu Gandring.
Seorang Tumenggung muda berlari menuju ke dalam istana pribadi raja. Tumenggung yang bernama Menjangan Puguh itu segera melompat ke tempat Apanji Tohjaya.
"Gusti Batara Sang Apanji Tohjaya,
Kita harus mundur Gusti Batara. Pasukan Tumapel sudah memasuki gerbang istana kita. Mohon segera mundur", ujar sang tumenggung muda yang sudah memiliki beberapa luka sayat pedang di tubuhnya. Nafas sang tumenggung muda terengah-engah karena dikejar puluhan prajurit Tumapel pimpinan Seminingrat dan Mahesa Campaka.
Apanji Tohjaya sontak terdiam sejenak mendengar ucapan sang tumenggung muda.
"Senopati Kebo Abang kemana? Bukankah dia yang harus menjaga istana ini?", tanya Tohjaya yang mulai khawatir.
"Ampun Gusti Batara,
Senopati Kebo Abang sudah tewas di tangan Mahesa Campaka. Pasukan mereka sudah berhasil mengalahkan prajurit kita. Sekarang kita harus mundur dari istana ini Gusti Batara sebelum semuanya terlambat", ujar Tumenggung Menjangan Puguh dengan cepat.
Apanji Tohjaya yang mulai menyadari kekalahannya, segera melangkah mengikuti langkah Pengalasan yang sudah bersiap untuk melarikan diri.
Dengan 200 prajurit setia nya, Apanji Tohjaya di temani seorang pengalasan dan Tumenggung Menjangan Puguh bermaksud untuk melarikan diri lewat gerbang samping istana Kadiri.
"Heiii berhenti!"
Apanji Tohjaya dan para prajurit setia nya segera menoleh ke arah sumber suara.
Maharaja Seminingrat atau Rajasawardhana dan Mahesa Campaka alias Narajaya berlari mengepung mereka.
Suasana menjadi mencekam.
"Menyerahlah Paman Tohjaya,
Sudah tidak ada tempat untuk mu melarikan diri dari kami", ujar Mahesa Campaka sambil menatap tajam ke arah Tohjaya. Di tangan kanannya, sebuah tombak yang bernama Tombak Kyai Klewang nampak tegak berlumuran darah.
"Kalau paman menyerah, aku tidak akan menjatuhkan hukuman mati untuk keluarga mu paman. Aku ingin mengakhiri pertumpahan darah diantara keluarga Sang Amurwabhumi", teriak Seminingrat yang memegang sebuah pedang.
Phuihhhh
"Bocah kemarin sore sok menceramahi ku. Kalau bukan ayahmu yang memulai permasalahan ini, aku juga tidak mau bertarung melawan keluarga sendiri, Seminingrat.
Kalau kau ingin tidak terjadi pertumpahan darah, serahkan takhta kerajaan Tumapel kepada ku karena aku adalah putra Sang Amurwabhumi", Apanji Tohjaya menatap ke arah Seminingrat dengan mendelik.
"Rupanya kau tidak mau berhenti melakukan angkara paman Tohjaya.
Baik kalau itu mau mu. Jangan salahkan aku jika aku bertindak tegas kepada mu", ujar Seminingrat sambil memberi isyarat kepada para prajurit Tumapel untuk maju.
Pertempuran sengit kembali terjadi di dalam istana Kadiri.
Seminingrat atau yang lebih terkenal dengan sebutan Wisnuwardhana segera melompat maju menyerang Apanji Tohjaya di bantu oleh Narajaya alias Mahesa Campaka.
Pertarungan hidup mati antara paman dan keponakan itu berlangsung sengit.
Mahesa Campaka terus menghalangi sabetan Keris Mpu Gandring yang ada ditangan Apanji Tohjaya. Aura kemerahan keris pusaka itu nyaris menggores luka di tubuh Rajasawardhana yang menggunakan pedang sebagai senjata jika tidak ada Tombak Kyai Klewang yang membuat perhatian Apanji Tohjaya terpecah.
Setelah merapal ajian pamungkas nya, Apanji Tohjaya dengan perantara Keris Mpu Gandring mengincar nyawa Wisnuwardhana.
Sinar merah kekuningan terlontar dari ujung keris pusaka itu.
Whuuuuttt
Blammmmm!!
Rajasawardhana terus berjumpalitan kesana kemari menghindari sinar mematikan dari keris Mpu Gandring.
Melihat itu, Mahesa Campaka tidak tinggal diam. Dengan memutar Tombak Kyai Klewang, dengan cepat Mahesa Campaka menusukkan tombaknya kearah dada Apanji Tohjaya.
Tohjaya yang kaget, berusaha menghindari tusukan tombak sebisa mungkin tapi bilah tajam mata tombak melukai tangan kanannya yang memegang keris Mpu Gandring.
Crasshhh
Arrgghhhh!
Keris Mpu Gandring terlepas dari tangan Tohjaya. Melihat itu, Seminingrat segera melesat cepat menyambar keris pusaka yang menancap di tanah. Kemudian dengan cepat, dia menusukkan keris Mpu Gandring ke perut Apanji Tohjaya.
Crreepppp!
Ougghhh!!
Tohjaya terhuyung mundur ke belakang dengan keris Mpu Gandring tertancap di perut nya.
Sebuah bayangan hitam berkelebat cepat kearah Tohjaya dan mencabut keris Mpu Gandring dari perut putra Ken Umang itu.
"Hei siapa kau? Cepat serahkan keris pusaka itu padaku", teriak Seminingrat dengan lantang.
"Keris ini sudah waktunya disucikan dari semua darah yang membasahi nya", ujar si bayangan hitam yang melesat cepat dan menghilang setelah melompati tembok istana Kadiri.
Seminingrat dan Mahesa Campaka yang kaget berusaha untuk mengejar bayangan hitam itu karena membawa lari lambang pemegang takhta kerajaan Tumapel.
Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Pengalasan dari Mula dan Tumenggung Menjangan Puguh untuk menyelamatkan nyawa Apanji Tohjaya yang tengah terluka parah.
Mereka berhasil kabur dari istana Kadiri melewati pintu gerbang samping istana dan mengunci pintu gerbang dari luar.
50 prajurit setia Tohjaya yang dipimpin oleh Tumenggung Menjangan Puguh dan Pengalasan dari Mula terus berlari menembus malam meninggalkan Kadiri.
"Kangmas Seminingrat,
Bagaimana ini? Keris Mpu Gandring dibawa kabur sedang Paman Tohjaya juga berhasil melarikan diri", sesal Mahesa Campaka dengan tatapan penuh kekecewaan.
"Tidak usah berkecil hati Dhimas.
Besok kita kejar Paman Tohjaya, dia terluka parah pasti tidak akan bisa pergi jauh", ujar Seminingrat sambil tersenyum simpul. Bagi Seminingrat, kaburnya Tohjaya ini merupakan awal ketentraman di kerajaan Tumapel.
Mahesa Campaka mengangguk mengerti dengan apa yang dikatakan oleh kakak sepupu nya itu.
Malam itu mereka membersihkan istana Kadiri dari mayat mayat prajurit Tumapel maupun prajurit Kadiri yang tewas.
Sementara itu, si bayangan hitam terus melesat cepat kearah timur menuju lereng Gunung Kelud.
Dengan gerakan lincah dan gesit, bayangan hitam itu terus melompat dari satu pohon ke pohon lainnya seolah terbang diatas pepohonan.
Sambil menenteng Keris Mpu Gandring, si bayangan hitam yang merupakan seorang lelaki dengan memakai topeng dari kulit kayu terus melesat ke arah timur.
Langkah bayangan hitam itu terhenti di sebuah pohon dekat sebuah desa yang baru saja musnah oleh api. Seperti nya desa ini baru saja sengaja di bakar oleh kelompok perampok.
Si bayangan hitam melesat turun dari pohon tempat dia menghentikan langkahnya. Matanya nanar melihat banyaknya mayat warga desa yang tak bersalah.
Pandangan si bayangan hitam tertuju pada sesosok mayat lelaki berbaju hitam yang tewas terbacok senjata tajam.
Di lehernya ada sebuah kalung dengan bandul berukir kelabang.
"Hemmmm..
Lagi lagi ini perbuatan mereka. Benar benar keparat mereka", gumam si bayangan hitam sambil menarik bandul kalung itu dari leher mayat pria berbaju hitam.
Oeeekkkk
Oeeekkkk!!
Terdengar tangis bayi diantara kepulan asap yang membakar sebuah rumah. Si bayangan hitam segera melesat cepat kearah suara itu. Setelah mencari beberapa saat, suara bayi berasal dari bawah mayat seorang wanita muda yang menggunakan tubuh nya untuk melindungi bayi berusia 8 purnama ini. Kain sutra putih yang membelit tubuh bayi itu serta sebuah bandul kalung berukir kepala naga menjadi satu-satunya benda yang melekat pada tubuh bayi.
Dengan penuh kasih sayang, si bayangan hitam itu segera menggendong bayi laki-laki itu.
"Cup cup cupp..
Jangan nangis lagi yo Le..
Kita akan segera pergi dari tempat ini. Jangan takut lagi yo", ujar si bayangan hitam itu dengan lembut. Anehnya, bayi kecil itu seperti mengerti dengan ucapan si bayangan hitam yang merupakan seorang lelaki bertubuh tegap dengan jenggot lebat menyembul dari balik topeng kayu nya.
Usai menenangkan si bayi, si bayangan hitam itu segera melesat cepat kearah tujuan nya meninggalkan tempat itu dengan menggendong bayi laki-laki itu juga menenteng keris Mpu Gandring di tangan kanannya.
Di lereng sebuah bukit, bayangan hitam itu menghentikan langkahnya. Dengan langkah kaki ringan, dia melompat turun dari pohon waru besar tempat nya berhenti.
Setelah menjejak tanah, si bayangan hitam itu terus melangkah ke balik semak belukar yang cukup lebat. Ternyata di belakang semak belukar itu ada sebuah mulut goa yang cukup lebar.
Si bayangan hitam terus masuk ke dalam goa kemudian berhenti di salah satu sudut goa yang ada batu pipih besar nya. Dia meletakkan bayi laki-laki itu di sampingnya.
Mulut si bayangan hitam itu komat kamit membaca sebuah mantra. Dua jari telunjuk dan tengah tangan kiri nya mengusap Keris Mpu Gandring yang ada di tangan kanannya.
Tiba-tiba pamor keris pusaka itu keluar dengan warna merah kekuningan.
"Keris yang ampuh. Tak heran kau menjadi haus darah. Akan ku sucikan yoni mu sehingga kau menjadi pusaka yang bertuah, bukan sebagai pusaka penebar petaka", ujar si bayangan hitam itu yang segera merapal mantra penyucian.
Dengan segenap kemampuan nya, si bayangan hitam itu menusukkan keris Mpu Gandring pada batu pipih yang ada di depannya.
Jrrrreeeehh!
Separuh lebih badan keris Mpu Gandring tertancap di batu pipih besar.
"Jika sudah sampai pada waktunya, akan ada seorang pendekar yang mampu mencabut mu, maka saat itulah kau akan menggemparkan dunia persilatan kembali", ujar si bayangan hitam yang segera menggendong bayi laki-laki itu keluar dari dalam goa.
Sesampainya di luar goa, dengan bantuan tenaga dalam nya, si bayangan hitam itu segera menutup pintu goa dengan batu besar yang ada didekatnya.
Si bayangan hitam kemudian melepaskan topeng kayu nya dan melemparkannya ke arah samping goa.
Langit yang mulai cerah memperlihatkan wajah si bayangan hitam.
Dia adalah seorang lelaki paruh baya yang berbadan tegap dengan otot otot yang menghiasi tubuhnya. Namanya adalah Mpu Prawira, seorang resi yang tinggal di lereng Bukit Kahayunan di lereng barat Gunung Kelud.
Dengan langkah kaki cepat, Mpu Prawira menuruni lereng Bukit Kahayunan menuju rumah nya. Begitu sampai di rumah nya, seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik menyambut kedatangan nya.
Melihat suaminya membawa bayi, mata perempuan paruh baya itu melotot.
"Anak siapa ini Kakang? Apa kau menculik nya?", tanya Nyi Ratih dengan cepat.
"Eh enak saja kalau ngomong. Ini anak aku temukan di desa Padas Lintang yang baru di serang perampok Nyi. Seluruh orang di desanya terbunuh. Kita kan tidak punya anak Nyi, bagaimana kalau kita merawat dia seperti anak sendiri?", Mpu Prawira menatap wajah istrinya itu.
Nyi Ratih kemudian menatap bocah laki-laki yang tampan itu. Menjelang usianya yang sudah tidak muda lagi, mustahil bagi nya memiliki keturunan. Perasaan keibuannya muncul melihat bayi di gendongan suaminya itu.
Dengan segera, dia menggendong bayi laki-laki itu kemudian mengelus kepala bayi tampan di gendongan nya.
"Duh ganteng nya anak ini. Aku terima usul mu Kakang. Akan ku rawat anak ini sebagai putra kita", ujar Nyi Ratih sambil tersenyum bahagia.
Mpu Prawira tersenyum mendengar ucapan istrinya itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung kak 😁
Yang suka silahkan tinggalkan jejak ya dengan like 👍, vote ☝️, favorit 💙 dan komentar 🗣️ nya yah agar author terus semangat menulis kelanjutan cerita ini 😁
Selamat membaca 🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Windy Veriyanti
senang sekali membaca kisah berlatar belakang sejarah...khususnya sejarah di Tanah Jawa. 👍
matur nuwun nggih, Mas Author 🙏
2024-05-05
0
Garuda Phoenix
sisi lain sejarah keris empu gandring. mantul
2023-11-23
2
Yudi Kardus
🕳️🕳️🕳️🕳️👀
2023-07-28
0