Alana tidak pernah menyangka bahwa satu malam di kamar nomor delapan ratus delapan akan menukar seluruh masa depannya dengan penderitaan. Di bawah pengaruh obat yang dicekoki saudara tirinya, dia terjebak dalam pelukan Kenzo Alfarezel, sang penguasa bisnis yang dikenal dingin dan tidak punya hati.
Sebulan kemudian, dua garis merah pada alat tes kehamilan memaksa Alana melarikan diri, namun kekuasaan Kenzo melampaui batas cakrawala. Dia tertangkap di gerbang bandara dan dipaksa menandatangani kontrak pernikahan yang terasa seperti vonis penjara di dalam mansion mewah.
Kenzo hanya menginginkan sang bayi, bukan Alana, tetapi mengapa tatapan pria itu mulai berubah protektif saat musuh mulai berdatangan? Di tengah badai fitnah dan rahasia identitas yang mulai terkuak, Alana harus memilih antara bertahan demi sang buah hati atau pergi meninggalkan pria yang mulai menguasai hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Kecemburuan Yang Tidak Disadari
"Kau telah merusak harga diri keluarga Alfarezel hanya demi wanita pemancing masalah ini, Kenzo!" Teriak sang ayah dengan suara yang menggetarkan seluruh ruangan dapur yang semula tenang.
Alana gemetar hebat saat melihat pecahan piring nasi goreng itu berantakan di dekat ujung kakinya yang polos tanpa alas. Kenzo melangkah maju dan menempatkan tubuhnya yang tegap tepat di hadapan sang ayah untuk melindungi Alana dari amarah pria tua itu.
"Harga diri keluarga ini tidak ditentukan oleh sepiring nasi, tetapi oleh bagaimana kita melindungi apa yang menjadi milik kita," sahut Kenzo dengan suara yang sangat rendah namun sangat tajam.
Sang ayah tertawa meremehkan sambil menunjuk ke arah Alana dengan jari yang gemetar karena emosi yang sangat meluap-luap. Beliau tidak menyangka putra mahkotanya yang sedingin es bisa berubah menjadi sosok pembela bagi wanita yang dianggap sebagai pembawa sial.
"Kau membela wanita ini karena kau mulai jatuh hati padanya, atau kau hanya sedang mempermainkan perasaannya saja?" tanya sang ayah dengan nada yang sangat menyindir.
Kenzo terdiam sejenak dan rahangnya mengeras hingga otot-otot di wajahnya terlihat menegang dengan sangat jelas di bawah lampu dapur. Dia tidak memberikan jawaban pasti melainkan hanya melemparkan tatapan mematikan yang sanggup membuat siapa pun merasa kedinginan hingga ke tulang sumsum.
Alana merasakan sebuah desiran aneh di dalam dadanya saat melihat bagaimana Kenzo tetap berdiri kokoh meski harus berhadapan dengan otoritas tertinggi di mansion ini. Namun rasa haru itu segera menguap ketika dia teringat bahwa Kenzo mungkin hanya bersikap posesif karena janin yang sedang dia kandung saat ini.
Keheningan yang mencekam itu tiba-tiba pecah ketika seorang pelayan pria muda berlari masuk ke dalam dapur dengan wajah yang sangat penuh dengan kecemasan. Pelayan itu membawa sebuah kotak obat dan selembar kain bersih untuk mengobati luka di perut Kenzo yang masih terus mengeluarkan noda darah segar.
"Tuan Muda, izinkan saya membantu membersihkan luka Anda sebelum keadaan menjadi semakin parah dan membahayakan kesehatan Anda," ucap pelayan muda itu dengan nada sangat sopan.
Alana secara spontan bergerak maju untuk mengambil kain tersebut karena dia merasa bertanggung jawab atas luka yang diderita oleh suaminya tersebut. Namun sebelum jarinya menyentuh kain itu, Kenzo sudah terlebih dahulu menepis tangan Alana dan menatap pelayan muda itu dengan sorot mata yang penuh dengan kecurigaan.
"Jangan menyentuh istriku dan jangan pernah berani menatap matanya secara langsung lagi jika kau masih ingin bekerja di sini!" bentak Kenzo dengan suara yang sangat meledak-ledak.
Pelayan muda itu tersentak kaget hingga menjatuhkan kotak obat yang dibawanya dan segera membungkuk berulang-ulang untuk memohon ampunan dari sang tuan muda. Alana tertegun melihat reaksi Kenzo yang sangat berlebihan karena pelayan itu sebenarnya hanya berniat untuk membantu mengobati luka fisiknya saja.
Kenzo mencengkeram pergelangan tangan Alana dengan sangat erat lalu menariknya keluar dari dapur tanpa memedulikan tatapan geram dari ayahnya yang masih berdiri di sana. Dia membawa Alana kembali ke dalam kamar utama dengan langkah yang sangat lebar hingga Alana harus sedikit berlari untuk menyamakan langkah mereka berdua.
"Kenapa kau begitu marah kepada pelayan itu padahal dia hanya ingin membantumu yang sedang kesakitan?" tanya Alana setelah mereka sampai di dalam kamar.
Kenzo tidak menjawab melainkan justru memojokkan Alana ke pintu kamar yang sudah dia kunci rapat-rapat dengan kunci perak miliknya. Dia menatap Alana dengan pandangan yang sangat intens dan sangat gelap seolah sedang mencari sesuatu yang tersembunyi di balik beningnya mata wanita itu.
"Aku tidak suka melihat pria lain menatapmu dengan cara seperti itu, meskipun dia hanya seorang pelayan rendahan di rumah ini," desis Kenzo dengan napas yang memburu.
Alana mengerutkan keningnya karena dia merasa ada sesuatu yang tidak wajar di dalam nada bicara Kenzo yang biasanya selalu terdengar sangat kaku dan sangat datar. Dia melihat ada percikan api kecemburuan yang sangat nyata meski Kenzo sendiri mungkin belum menyadari apa yang sebenarnya sedang dia rasakan saat ini.
"Kau cemburu padanya?" tanya Alana dengan suara yang sangat pelan namun terdengar sangat jelas di keheningan kamar yang sangat luas tersebut.
Kenzo tertawa kering sambil melepaskan cengkeramannya dari pergelangan tangan Alana yang sudah mulai memerah akibat tekanan jarinya yang sangat kuat. Dia berbalik badan dan berjalan menuju cermin besar untuk melihat luka di perutnya sendiri tanpa mau mengakui kebenaran dari pertanyaan Alana tadi.
"Cemburu adalah perasaan yang sangat bodoh dan aku tidak memiliki waktu untuk hal yang sangat tidak berguna seperti itu," sahut Kenzo dengan nada yang sangat dingin.
Meskipun mulutnya berkata demikian, Kenzo terus memperhatikan pantulan Alana di dalam cermin dengan tatapan yang sangat lekat dan sangat penuh dengan rasa kepemilikan. Dia merasa ada sebuah dorongan gila untuk mengurung Alana di dalam kamar ini agar tidak ada satu pun mata-mata pria di dunia ini yang bisa melihat kecantikan istrinya.
Ketegangan di antara mereka berdua belum juga mereda ketika sebuah suara dering ponsel yang sangat nyaring terdengar dari atas meja kerja Kenzo yang sangat mewah. Kenzo mengambil ponsel tersebut dan raut wajahnya seketika berubah menjadi sangat pucat saat melihat nama yang tertera di layar alat komunikasi tersebut.
"Kenapa kau terlihat sangat ketakutan melihat panggilan itu, apakah itu dari rekan bisnismu atau dari seseorang di masa lalumu?" tanya Alana dengan penuh rasa ingin tahu.
Kenzo tidak menjawab melainkan justru segera mematikan ponselnya dengan gerakan yang sangat kasar dan sangat penuh dengan kegelisahan yang mendalam. Dia menatap ke arah jendela kamar yang menampilkan pemandangan kota di bawah rintik hujan yang mulai turun dengan sangat deras dan sangat dingin.
Sesosok mobil mewah berwarna merah menyala tampak memasuki gerbang mansion dengan kecepatan yang sangat tinggi dan segera berhenti tepat di depan pintu utama. Alana melihat seorang wanita dengan pakaian yang sangat modis dan sangat elegan keluar dari mobil tersebut sambil membawa sebuah koper besar yang terlihat sangat mahal harganya.
Wanita itu mendongak ke arah jendela kamar mereka dan memberikan sebuah senyuman kemenangan yang sangat memuakkan bagi siapa pun yang melihatnya. Kenzo mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih sementara dia berbisik dengan suara yang sangat penuh dengan getaran kemarahan yang tertahan.
Mantan kekasih Kenzo telah kembali ke mansion ini untuk merebut kembali posisi yang dia anggap telah dicuri oleh kehadiran Alana secara tiba-tiba.