NovelToon NovelToon
Mahar Nyawa Untuk Putri Elf

Mahar Nyawa Untuk Putri Elf

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Perperangan / Elf / Action / Budidaya dan Peningkatan / Cinta Murni
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Tiga Alif

Dibuang ke neraka Red Line dengan martabat yang hancur, Kaelan—seorang budak manusia—berjuang melawan radiasi maut demi sebuah janji. Di atas awan, Putri Lyra menangis darah saat tulang-tulangnya retak akibat resonansi penderitaan sang kekasih. Dengan sumsum tulang yang bermutasi menjadi baja dan sapu tangan Azure yang mengeras jadi senjata, Kaelan menantang takdir. Akankah ia kembali sebagai pahlawan, atau sebagai monster yang akan meruntuhkan langit demi menagih mahar nyawanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Alif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28: Pembersihan Nama

Cahaya matahari pagi menyelinap masuk melalui celah gorden sutra berwarna perak, menciptakan garis-garis terang di atas lantai kayu cendana yang harum. Kaelan membuka matanya perlahan, merasakan empuknya kasur yang sangat asing bagi punggungnya yang terbiasa tidur di atas tanah berbatu atau lantai sel yang dingin. Seluruh tubuhnya terasa pegal, sebuah sisa dari lonjakan energi perak yang luar biasa saat ia mencapai evolusi Ignition Tahap 2 di hadapan publik Solaria dua hari yang lalu.

Ia menatap telapak tangannya. Pendar putih pucat yang biasanya hanya muncul saat ia berkonsentrasi, kini tampak mengalir tenang di bawah kulitnya seperti aliran sungai bawah tanah yang jernih. Kaelan mencoba menggerakkan bahunya; rasa sakit akibat racun penebusan yang diberikan High Lord Valerius dalam gelas kristal itu telah lenyap, digantikan oleh kekuatan baru yang lebih stabil.

Pintu kamar terbuka pelan. Mina masuk dengan membawa nampan berisi botol-botol alkimia dan segelas air jernih. Di belakangnya, Bara melangkah dengan hati-hati, seolah takut tubuh raksasanya akan meruntuhkan kemewahan kediaman Elviana ini.

"Kau sudah bangun, Komandan?" tanya Bara, suaranya yang berat terasa lebih ringan dari biasanya. "Aku hampir mengira kau akan tidur sampai invasi berikutnya benar-benar tiba."

"Berapa lama aku tidak sadar?" Kaelan bangkit, duduk di tepi tempat tidur sambil memijat pelipisnya.

"Dua hari penuh," jawab Mina sembari memeriksa denyut nadi Kaelan. "Evolusi paksa itu hampir membakar meridianmu, tapi tampaknya tubuh 'Iron Bone' milikmu memiliki cara sendiri untuk mendinginkan diri. Dan... kau harus tahu, Solaria sedang gempar."

Kaelan menatap Mina dengan tajam. "Alaric?"

"Dia sudah diseret ke penjara bawah tanah terdalam. Tanpa mana, dia bukan lagi seorang pangeran, melainkan Elf fana yang hanya bisa meratapi kejahatannya," ujar Bara dengan nada puas. "Valerius sendiri yang memerintahkan pembersihan seluruh pengikut Alaric. Legiun Karang sekarang dianggap sebagai pahlawan tamu. Kita bukan lagi buronan, Kaelan."

"Pahlawan?" Kaelan mendengus pahit, rahangnya mengeras. "Teman-teman kita yang mati di jurang Abyss dan Garis Merah tidak akan hidup kembali hanya karena gelar itu. Martabat kita bukan diberikan oleh mereka, Bara. Kita sudah memilikinya sejak di tambang."

"Aku tahu," Bara mengangguk, meletakkan tangannya yang kasar di bahu Kaelan. "Tapi setidaknya, rakyat tidak akan lagi melempari kita dengan batu saat kita berjalan melewati Gerbang Azure."

Tiba-tiba, Kaelan terdiam. Ia merasakan sebuah denyut di dadanya—sebuah getaran frekuensi rendah yang terasa berat dan penuh kesedihan. Resonansi penderitaan yang biasanya hanya ia rasakan dari Lyra, kini membawa rasa sesak yang berbeda. Rasanya seolah-olah ada beban ribuan ton yang sedang menekan paru-paru seseorang yang berada sangat dekat.

"Lyra... di mana dia?" tanya Kaelan cepat.

"Dia ada di ruang belajar ayahnya," jawab Mina, wajahnya berubah sedikit cemas. "High Lord Valerius ingin menemuimu secara pribadi. Dia tampak... tidak seperti biasanya."

Kaelan segera berdiri, mengabaikan pusing yang sempat menyerangnya. Ia mengenakan kemeja linen bersih yang telah disediakan, namun ia tetap melingkarkan sapu tangan Azure yang sudah compang-camping itu di pergelangan tangannya. Kain itu adalah pengingat bahwa di balik kemewahan ini, ada luka yang belum benar-benar sembuh.

Ia melangkah keluar, melewati lorong-lorong kediaman Elviana yang dipenuhi karya seni tinggi. Saat ia mencapai pintu besar ruang belajar, ia bisa mendengar suara bentakan dari dalam.

"Aku melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh pemimpin tertinggi!" suara Valerius menggelegar, namun ada nada parau yang menyedihkan di sana. "Hukum darah adalah dasar dari keberadaan kita!"

"Dan hukum itu hampir membunuh putrimu sendiri, Ayah!" suara Lyra membalas dengan tegas, meski terdengar getaran tangis di ujungnya.

Kaelan mendorong pintu itu tanpa mengetuk. Di dalam, ia melihat Valerius berdiri di depan jendela besar, membelakangi Lyra yang duduk di kursi dengan mata masih terbebat kain tipis. Valerius berbalik, wajahnya yang biasanya angkuh kini tampak menua sepuluh tahun dalam dua hari. Ada bayangan hitam di bawah matanya, dan ia terus memegang dadanya seolah sedang menahan nyeri.

"Kau sudah bangun, Manusia," ucap Valerius, mencoba memulihkan otoritasnya melalui nada suaranya.

"Namaku Kaelan," sahut Kaelan dingin, melangkah maju hingga ia berdiri tepat di hadapan penguasa Solaria itu. "Dan aku datang bukan untuk mendengar penjelasan tentang hukum darahmu yang sudah busuk itu."

Valerius menggebrak meja kerja mahoninya. "Beraninya kau! Aku telah membersihkan namamu di depan Dewan! Aku telah menghancurkan Alaric demi martabat keluargaku!"

"Kau menghancurkannya karena kau malu telah tertipu, bukan karena kau peduli pada penderitaan Lyra," Kaelan menatap tajam mata Valerius. "Kau membiarkan dia buta karena ketidakmampuanmu melihat pengkhianatan di depan matamu sendiri."

Valerius membuka mulutnya untuk membentak kembali, namun tiba-tiba ia terbungkuk. Suara batuk yang kering dan berat pecah dari tenggorokannya. Ia menutup mulutnya dengan tangan, dan Kaelan bisa mencium bau amis darah yang samar di udara.

Lyra tiba-tiba berdiri, tangannya meraba-raba meja. "Ayah? Apa yang terjadi? Dadaku... rasanya sangat sakit dan sesak."

Kaelan menyadari apa yang terjadi. Resonansi itu. Lyra tidak sedang sakit, ia sedang merasakan beban fisik dan mental Valerius melalui ikatan darah mereka yang kuat. Rasa bersalah Valerius telah menjadi racun yang mencekik napasnya sendiri.

"Duduklah, Valerius," ucap Kaelan, nadanya melunak meski tetap tegas. Ia tidak lagi melihat seorang penguasa yang angkuh, melainkan seorang ayah yang sedang hancur oleh beban keputusannya sendiri. "Jika kau mati karena rasa bersalah, itu hanya akan menambah beban bagi Lyra."

Valerius terduduk di kursinya, napasnya tersengal. Ia menatap tangannya yang ternoda bercak merah tua, lalu menatap Kaelan dengan tatapan yang benar-benar runtuh. "Selama ratusan tahun, aku percaya bahwa menjaga kemurnian adalah cara melindungi Solaria. Tapi di Abyss... kau melindunginya dengan darah manusiamu. Bagaimana bisa?"

"Karena aku tidak melihatnya sebagai seorang putri Elf atau darah murni," jawab Kaelan sambil berjalan mendekati Lyra dan menggenggam tangan wanita itu untuk menenangkannya. "Aku melihatnya sebagai seseorang yang rela dicambuk demi orang yang dicintainya. Sesuatu yang bahkan kau pun tidak punya keberanian untuk melakukannya."

Keheningan jatuh di ruangan itu. Hanya suara detak jam kristal yang terdengar. Valerius menghela napas panjang, sebuah hembusan napas yang terdengar seperti pelepasan beban yang sangat besar.

"Makan malam sudah disiapkan di ruang makan bawah," ucap Valerius lirih, matanya menatap kosong ke arah sapu tangan Azure di tangan Kaelan. "Ajak dia makan. Pelayan sudah menyiapkan roti gandum... yang kau sukai."

Kaelan menatap Lyra, lalu kembali menatap Valerius. "Kau juga harus ikut, High Lord. Meja makan adalah tempat terbaik untuk mengakui kesalahan, bukan di depan publik yang hanya ingin melihat pertunjukan."

Ruang makan kediaman Elviana adalah perwujudan dari kemewahan yang tenang. Meja panjang dari kayu oak putih yang dipoles hingga mengilap itu biasanya hanya diisi oleh jajaran hidangan nektar dan buah-buah sihir yang halus. Namun malam ini, di tengah meja, terdapat nampan perak berisi tumpukan roti gandum yang masih mengepulkan uap hangat. Aromanya yang bersahaja, bau ragi dan gandum yang dipanggang sempurna, memenuhi ruangan, menciptakan kontras yang tajam dengan bau dupa Azure yang biasanya mendominasi.

Kaelan duduk di sisi kanan meja, sementara Lyra berada di sampingnya. Di ujung meja, Valerius duduk dengan bahu yang tidak lagi setegak biasanya. Sang High Lord telah menanggalkan jubah kebesarannya, hanya mengenakan tunik sutra abu-abu yang memperlihatkan betapa tubuhnya telah menyusut akibat beban pikiran beberapa hari terakhir.

"Aku tidak ingat kapan terakhir kali ada roti kasar seperti ini di meja Elviana," ucap Valerius pelan, matanya menatap roti gandum itu seolah-olah benda itu adalah artefak kuno yang berbahaya.

"Ini bukan roti kasar, Valerius. Ini adalah kehidupan bagi orang-orang di Terra," sahut Kaelan. Ia mengambil sepotong roti, merobeknya dengan tangan, lalu meletakkannya di piring Lyra. "Cobalah, Lyra. Baunya sama dengan roti yang pernah kita mimpikan saat terjebak di oase bawah tanah."

Lyra meraba piringnya, jemarinya menyentuh permukaan roti yang hangat dan sedikit kasar. Saat ia menyuapkan potongan kecil ke mulutnya, air mata mulai mengalir dari balik perban tipis yang menutupi matanya. "Rasanya... rasanya sangat nyata. Tidak seperti nektar yang hanya terasa manis di lidah, roti ini memberikan kekuatan."

Valerius hanya diam, memandangi putrinya yang menangis hanya karena sepotong roti. Keheningan itu sempat terasa mencekik, hanya diinterupsi oleh bunyi denting sendok perak yang beradu dengan piring.

"Kaelan," Valerius memecah kesunyian, suaranya terdengar berat oleh rasa sesak yang kembali menyerang dadanya. "Besok pagi, proklamasi resmi akan dibacakan melalui pilar kristal di seluruh penjuru Aethelgard. Namamu dan seluruh pasukanmu akan dipulihkan. Catatan kriminal kalian akan dihapus, dan kalian akan diberikan kompensasi sebagai Ksatria Pelindung."

Kaelan berhenti mengunyah. Ia menatap Valerius dengan tatapan datar. "Kompensasi tidak akan mengembalikan nyawa prajuritku yang kau biarkan mati karena percaya pada kebohongan Alaric. Tapi... pengakuanmu di depan rakyat adalah langkah pertama untuk mencegah hal serupa terjadi lagi."

"Aku tahu itu tidak cukup," Valerius batuk kecil, menahan nyeri di paru-parunya agar Lyra tidak kembali merasakan resonansi yang menyakitkan. "Aku telah memerintahkan pembangunan monumen di Ash-Valley. Setiap keluarga yang kehilangan anggota keluarganya di Abyss akan diberikan hak istimewa di Benua Langit jika mereka menginginkannya."

"Itu martabat yang kami butuhkan," gumam Kaelan, rahangnya sedikit melunak. "Bukan emas, tapi pengakuan bahwa darah kami sama berharganya dengan darah kalian."

Momen itu menjadi sangat manusiawi—sebuah slice of life yang mustahil terjadi beberapa minggu lalu. Di sana, di meja yang paling dihormati di Solaria, seorang penguasa Elf, seorang putri yang buta, dan seorang mantan budak manusia duduk berbagi roti yang sama. Jangkar emosi berupa aroma roti gandum itu seolah-olah mencuci bersih sisa-sisa bau busuk penjara obsidian.

Namun, di tengah kehangatan singkat itu, Kaelan merasakan perubahan suhu udara di sekitarnya. Pendar perak Ignition di nadinya berdenyut waspada. Ia menoleh ke arah jendela besar yang menghadap ke arah cakrawala Solaria. Matahari yang seharusnya tenggelam dengan warna merah muda yang indah, kini tampak tertutup oleh lapisan awan yang tidak wajar.

"Valerius, lihat itu," ucap Kaelan sambil berdiri.

Valerius bangkit dengan susah payah, berjalan menuju balkon diikuti oleh Lyra yang dibantu oleh Kaelan. Di kejauhan, di atas garis cakrawala yang memisahkan Benua Langit dan dunia bawah, warna langit tidak lagi jingga. Sebuah bayangan hitam yang sangat besar, seperti tinta yang ditumpahkan di atas kanvas, mulai merayap naik.

"Itu bukan badai biasa," bisik Lyra, tangannya mencengkeram lengan Kaelan dengan kuat. "Mataku... aku bisa merasakan denyutannya. Abyss sedang memanggil kembali apa yang telah dicuri darinya."

Valerius mengeluarkan sapu tangan dari sakunya untuk menahan batuknya yang tiba-tiba meledak. Saat ia menarik sapu tangan itu kembali, Kaelan melihat noda merah pekat yang segar. Sakit fisik sang High Lord bukan sekadar kelelahan; itu adalah tanda bahwa segel pertahanan Benua Langit yang terhubung dengan nyawanya sedang melemah seiring dengan munculnya anomali tersebut.

"Alaric telah melakukan sesuatu sebelum kau menghancurkan inti mananya," ucap Valerius dengan napas tersengal. "Dia menggunakan energi Soul Grafting untuk membuka retakan yang tidak seharusnya dibuka. Langit hitam itu... itu adalah awal dari invasi yang sebenarnya."

Kaelan menatap langit yang semakin gelap, bayangan bayangan naga laut yang terbang di kejauhan mulai terlihat seperti titik-titik hitam yang mengancam. Martabat yang baru saja ia raih kini harus segera diuji di medan perang yang jauh lebih mengerikan.

"Maka pembersihan namaku harus segera selesai malam ini," ucap Kaelan, suaranya kembali dingin dan penuh komando. "Karena besok, Solaria tidak akan butuh pahlawan di atas kertas. Mereka akan butuh seseorang yang tahu cara membunuh monster di tengah kegelapan."

Ia menggenggam tangan Lyra lebih erat, sementara di bawah kulitnya, energi Ignition Tahap 2 berputar liar, bersiap menghadapi badai yang akan segera menelan keindahan benua yang terapung itu.

1
prameswari azka salsabil
awal keseruan
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
sungguh pengertian
prameswari azka salsabil
kasihan sekali kaelan
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
luar biasa
Kartika Candrabuwana: jos pokoknya👍
total 1 replies
prameswari azka salsabil
ujian ilusi
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
sesuai namanya
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
syukurlah kaelan meningkat
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
ada petubahan tradisi?
Kartika Candrabuwana: pergerseran nilai
total 1 replies
prameswari azka salsabil
kaelan bertahanlah
Kartika Candrabuwana: ok. makasih
total 1 replies
prameswari azka salsabil
bertarung dengan bayangan🤣
Indriyati
iya. untuk kehiduoan yang lebih baik
Kartika Candrabuwana: betul sekali
total 1 replies
Indriyati
ayo kaelan tetap semanhat😍
Kartika Candrabuwana: iya. nakasih
total 1 replies
Indriyati
bagus kaelan semakinnkuat👍😍
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
Indriyati
iya..lyra berpikir positif dan yakin👍💪
Kartika Candrabuwana: betul
total 1 replies
Indriyati
seperti di neraka😄🤭🤭
Kartika Candrabuwana: iya. makssih
total 1 replies
prameswari azka salsabil
wuihhh. asyik benere👍💪
prameswari azka salsabil
iya kasihan juga ya🤣🤣
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
ini pertambangan ya😄
Kartika Candrabuwana: kurang lebih iya
total 1 replies
prameswari azka salsabil
hidup kaelan👍💪
Kartika Candrabuwana: baik. ayo kaelan
total 1 replies
prameswari azka salsabil
bersabar ya
Kartika Candrabuwana: iya. makasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!