Sebuah cerita perjuangan hidup seorang ayah yang tinggal berdua dengan putrinya. Meski datang berbagai cobaan, selalu kekurangan, dan keadaan ekonomi yang jauh dari kata cukup, tapi keduanya saling menguatkan.
Mereka berusaha bangkit dari keadaan yang tidak baik-baik saja. Ejekan dan gunjingan kerap kali mereka dapatkan.
Apakah mereka bisa bertahan dengan semua ujian? Atau menyerah adalah kata terakhir yang akan diucapkan?
Temukan jawabannya di sini.
❤️ POKOKNYA JANGAN PLAGIAT GAESS, DOSA! MEMBAJAK KARYA ORANG LAIN ITU KRIMINAL LHO! SESUATU YANG DICIPTAKAN SENDIRI DAN DISUKAI ORANG MESKI BEBERAPA BIJI KEDELAI YANG MEMFAVORITKAN, ITU JAUH LEBIH BAIK DARI PADA KARYA JUTAAN FOLLOWER TAPI HASIL JIPLAKAN!❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Begitu Syulit
Jika ada orang yang suka ikut campur dan ngurusi hidupmu, kasih bon utang serta semua cicilan mu sekalian.. Biar ikut diurus! _ Othor Gabut.
***
"Pak.. Ini hadiah dari sekolah karena kemarin Ayu ranking satu." Ayu memperlihatkan satu pack buku tulis dan lima buah pensil kepada bapaknya.
"Kalau yang ini di kasih dari bu guru," Ayu memperlihatkan dua pasang seragam sekolah. Satu seragam OSIS (merah putih), satu lagi seragam pramuka. Senyum itu mengembang saat dengan bangga dia menunjukkan apa yang dia bisa dapatkan sebagai apresiasi karena Ayu sudah mendapat peringkat satu di kelasnya.
"Alhamdulillah.. Ya Allah bu guru baik banget Yu. Kamu sudah ngucapin terimakasih belum sama bu guru nduk?" Teguh ikut senang mendengar penuturan Ayu.
Gajian pertama Teguh dipakai untuk menyicil hutang pada bu Saodah. Itu sebabnya Teguh belum bisa membelikan seragam baru untuk anaknya. Sekarang dia sedikit bisa bernafas lega karena sedikit demi sedikit hutang-hutangnya di warung juga bisa dilunasi.
Hidup dengan pekerjaan serabutan dulu benar-benar menguji kesabaran dan mental Teguh agar tetep berpikir jernih dan lurus. Pasalnya, satu hari kerja dua hari kedepannya dia bisa nganggur di rumah. Tak ada yang memerlukan tenaganya, entah itu di proyek pemecahan batu atau di pasar. Kemiskinan ternyata tak menggoyahkan iman Teguh untuk terus berada di jalan yang diridhoi Allah SWT. Dia tetap yakin, meski dalam kekurangan, sering menahan lapar agar anaknya bisa tidur dengan perut kenyang, Allah tak pernah meninggalkannya. Bantuan ada saja datangnya, entah dari mana asalnya.
"Yu.. Maaf ya, bapak belum bisa beliin Ayu seragam baru." Suara itu terdengar pelan.
"Kan Ayu udah punya ini pak.. Kalau ada uang lebih mending buat beli sepatu aja ya pak.. Sepatu Ayu udah kekecilan. Sakit pak dipakenya. Jempol Ayu kadang ditekuk kalau pas jalan." Terang Ayu.
"Ya Allah.. Iya Yu.. Nanti kalau ada rejeki bapak beliin sepatu ya."
Teguh melihat anggukan tanda Ayu mengerti. Ayu tahu tak selamanya bapaknya bisa memenuhi apa yang dia inginkan jika hal itu berhubungan dengan uang.
"Pak.. Nanti Ayu mau main ke rumah mbah uti ya, boleh pak?"
"Iya boleh. Mau bapak anterin sekarang? Sekalian bapak juga mau berangkat kerja Yu." Teguh menyisir rambutnya dengan jari asal.
"Bapak sekarang ganteng hehehe" Celetukan Ayu membuat Teguh tertawa.
"Dulu jelek ya?" Teguh menoel hidung kecil putrinya.
____
Teguh menghentikan sepeda yang dia kayuh saat melihat seorang yang dia kenal duduk termenung di atas motornya.
"Wibi..." Orang yang dipanggil Teguh mendongakkan kepala melihat ke arah suara yang memanggilnya.
"Eh Guh, mau kemana kamu? Udah enggak kerja di tempat yang dulu ya, aku pernah ke sana kata bos mu, kamu udah lama enggak berangkat kerja." Wibi langsung turun dari motornya.
"Iya. Kamu ngapain di sini? Enggak narik?" Pertanyaan Teguh membuat Wibi lesu kembali.
"Sepi Guh sekarang. Kerja apa yang bikin kita cepet kaya. Pusing aku Guh." Wibi mengeluarkan rokoknya. Menyodorkan pada Teguh tapi Teguh menggeleng menolak batang bernikotin itu.
"Hmm.. Kenapa kamu?" Teguh menatapnya penasaran.
"Aku nyerah aja lah Guh.. Mau udahan sama Shopiah. Tinggal bareng orang tua Shopiah kena omel terus aku. Shopiah bukannya belain aku malah ikut bikin palaku mau pecah. Segala macem diomongin bikin hatiku sakit. Udah tahu aku cuma tukang ojek, orang tuaku bukan pejabat, bukan orang kaya, enggak bisa ngasih apa-apa buat modal hidup berumah tangga sama dia.. Eh emaknya Shopiah ngatain aku nikah sama anaknya enggak modal, cuma numpang hidup di rumah mereka, ke sana enggak bawa apa-apa. Juga enggak bisa ngasih apa-apa untuk membahagiakan Shopiah."
"Aku sadar diri Guh, aku miskin dari lahir.. Tapi mok ya jangan keterlaluan gitu sama aku. Aku udah berusaha jadi suami, bapak serta mantu yang baik buat mereka.. Tapi, di mata mereka itu enggak berpengaruh apapun Guh. Shopiah minta dibikinin rumah sendiri, aku ajak ke rumah orang tuaku enggak mau. Lha dia ini enggak nimbang kemampuanku apa yang cuma tukang ojek?"
Panjang. Teguh hanya diam mendengar cerita panjang Wibi kepadanya. Sangat terlihat Wibi tertekan saat ini.
"Katanya saat seorang perempuan sudah menikah, surganya ada pada suami. Lha ini aku suaminya dijadiin babu. Surga apa yang mau dia dapat nanti? Di rumahnya ya Guh, aku yang nyuci, kadang masak, juga momong abis pulang ngojek. Kalau aku bilang capek, dia mencak-mencak bilang kamu di sini numpang di rumah orang tuaku mas. Ya Allah Guh.. Sakit hatiku. Belum lagi kalau uang hasil ngojek terasa kurang buat dia, yang ngomel bukan cuma dia tapi emak bapaknya ikut-ikutan menghakimi aku."
"Aku pernah bilang gini ke mertuaku, segala masalah rumah tangga ku dan Shopiah sebaiknya mereka jangan ikut campur, jangan ikut ngurusi, Shopiah kan jadi kayak dikompori makin ngelunjak lah sama aku karena sifat orang tuanya itu. Dan kamu tahu Guh, mereka bilang kalau hidup aja masih numpang mereka di sana enggak usah sok ngatur! Shopiah itu anak mereka jadi udah kewajiban mereka belain anaknya... Muter-muter kek gitu mulu."
Teguh ikut merasa ngap mendengar cerita Wibi.
"Mending kayak kamu Guh, nikah sama orang yang tulus cinta sama kamu. Meski takdir memisahkan kelian tapi, anakmu selalu bisa nguatin kamu. Masih mending kamu Guh..." Terdengar putus asa.
"Wib, enggak semua yang kamu lihat 'enak' itu terlihat enak yang sebenarnya. Kamu tidak akan bisa jadi aku. Dan mungkin aku juga tidak akan sanggup jika di posisimu. Setiap manusia punya masalah dan jalan hidupnya masing-masing. Enggak bisa kamu bilang mending aku, mending dia, atau mending mereka. Kamu belum merasakan kehilangan istri untuk selamanya, kalau bisa jangan.. Kamu punya anak yang butuh kamu, butuh ibunya. Kamu belum pernah merasakan menahan lapar dua sampai tiga hari karena memang tidak ada yang dimakan. Melihat perihnya hati saat anak kangen ibunya, mendengar tangian anak saja membuat kekuatan ragaku hilang seperti tak bertulang. Belum lagi celoteh polosnya saat ingin sesuatu tapi bocahku berusaha menahan diri agar tidak diucapkan.. Karena tahu keadaanku seperti apa."
"Wib, bersyukurlah dengan apa yang kamu punya sekarang. Tentang Shopiah, kamu bisa ajak dia keluar rumah untuk bicara baik-baik sama dia, ke pasar mungkin, ajak dia makan bertiga sama anakmu juga boleh. Pokoknya sebisa mungkin kendalikan dirimu, jangan bertengkar di depan mertuamu. Memang tinggal bersama mertua tak selalu enak, selalu disinggung dengan apa yang kita beri untuk membahagiakan anak mereka tapi, itu wajar. Kita lelaki Wib, jadiin itu motivasi dan cambuk buat kamu buktiin kalau kamu bisa membahagiakan istrimu seperti keinginan mertuamu."
"Bahagia tidak melulu tentang harta Wib, mungkin Shopiah minta rumah sendiri itu karena kesihan sama kamu yang sering disinggung sama orang tuanya. Dan dia enggak mau tinggal bersama orang tuamu takut hal yang sama terulang. Dia takut jika orang tuamu ikut campur dengan rumah tangga kelian. Cuba pikirin semuanya dengan kepala dingin.. Tuh, rokokmu kurangin. Beli rokok sehari berapa bungkus? Kalau uangnya disimpan kan bisa kamu kasih ke Shopiah, pulang kerja juga enggak bakal dicemberutin mulu karena kamu bau asap rokok. Pasti kan Shopiah mikir duitmu banyak bisa beli rokok, bisa jajan di luar tapi yang kamu kasih ke dia segitu-gitu aja. Dia mana tahu kalau rokoknya hasil utang di warung atau dikasih penumpang ojekmu. Yang dia tahu kamu pulang bau rokok artinya kamu abis ngopi, nongkrong, lupa sama dia di rumah, seneng-seneng sendiri..."
"Aku jalan dulu ya, pikirin lagi omonganku tadi. Kalau mertuamu masih suka ngurusi hidupmu, kasih saja bon utangmu, kasih tahu masih berapa bulan kredit motormu, biar mereka bantu ngurus nyicilin buat kamu."
Sebaris senyum terukir. Seperti mendapat grojokan segalon air di ubun-ubunnya, Wibi mengangguk mengerti dan bisa menghembuskan nafas lega setelah mengeluarkan keluh kesahnya pada Teguh tadi.
mgkn noveltoon bs memperbaiki ini..