Satu malam naas mengubah hidup Kinara Zhao Ying, dokter muda sekaligus pewaris keluarga taipan Hongkong. Rahasia kehamilan memaksanya meninggalkan Jakarta dan membesarkan anaknya seorang diri.
Enam tahun kemudian, takdir mempertemukannya kembali dengan Arvino Prasetya, CEO muda terkaya yang ternyata adalah pria dari malam itu. Rahasia lama terkuak, cinta diuji, dan pengkhianatan sahabat mengancam segalanya.
Akankah, Arvino mengetahui jika Kinara adalah wanita yang dia cari selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Siapa dia?
Hari itu, setelah urusan di rumah sakit selesai, Kinara akhirnya membawa Ethan pulang ke rumahnya. Udara sore terasa lembap, dedaunan di halaman bergoyang pelan diterpa angin. Namun, belum sempat ia mematikan mesin mobil, sosok yang tak diinginkan telah berdiri di depan gerbang villa yaitu, Savira.
Wanita itu menunggu dengan senyum miring di wajah, menatap mobil Kinara seperti seekor kucing yang baru saja menemukan mangsanya.
“Dokter Zhao,” sapa Savira dengan nada dingin. “Akhirnya kau pulang juga.”
Kinara turun dari mobil dengan wajah datar. “Apa yang kau lakukan di sini, Savira? Villa ini bukan milikmu.”
Savira terkekeh pelan, langkahnya pelan tapi menusuk. “Aku tidak peduli, selama aku masih punya urusan denganmu, aku akan tetap datang ke mana pun kau berada.”
Kinara menyipitkan mata. “Urusan apa lagi yang kau maksud?”
Savira menatap sekilas ke arah Ethan yang berdiri di belakang ibunya, melirik kalung yang dipakai Ethan begitu lama. Senyum di bibir Savira berubah licik.
“Tentang anak itu.”
Kinara langsung refleks berdiri di depan Ethan, melindunginya. “Apa maksudmu?”
Savira menatap tajam, seolah menikmati keterkejutan di wajah Kinara. “Kau ingin tahu siapa ayah kandung anakmu, bukan?”
Pertanyaan itu membuat dada Kinara seketika terasa sesak. Suaranya tercekat. “Kau!”
Savira mendekat, mencondongkan tubuhnya hingga jarak mereka tinggal sejengkal.
"Aku tau siapa pria itu, pria yang ku sewa malam itu. Tapi semua ada harganya, Dokter Zhao.”
“Apa maumu?” tanya Kinara dengan suara bergetar.
Savira menyunggingkan senyum tipis penuh kemenangan.
“Tinggalkan keluarga Prasetya. Berhenti menjadi dokter pribadi mereka. Kalau kau melakukan itu, aku akan memberitahumu siapa pria yang tidur denganmu enam tahun lalu.”
Kinara terdiam, pikirannya bercampur antara amarah dan ketakutan. Tapi sebelum ia sempat menjawab, sebuah suara kecil membuyarkan ketegangan.
“Jangan ganggu Mommy-ku!” teriak Ethan dengan wajah memerah, lalu dengan sekuat tenaga mendorong tubuh Savira hingga wanita itu hampir jatuh tersungkur.
Savira terkejut, tumit sepatunya terantuk batu, hampir kehilangan keseimbangan. Dengan mata membara, ia berbalik dan mengangkat tangannya hendak menampar Ethan.
"Kurang ajar!" Namun sebelum tangan itu sempat mendarat,
Plak!
Tamparan keras justru mendarat di pipi Savira. Kinara menatapnya dengan sorot mata membara, tangan masih terangkat tinggi.
“Jangan pernah sentuh anakku selama aku masih hidup,” ucapnya dengan nada tegas dan bergetar oleh amarah.
Ethan bersembunyi di balik tubuh ibunya, lalu berteriak lantang, “Kau monster jahat! Kau ganggu Mommy-ku! Wanita gila!”
"Ethan," tegur Kinara, karena tak ingin anaknya berkata kotor.
Savira menatap mereka berdua dengan mata merah menahan amarah dan malu.
“Kau pikir kau bisa melindungi semuanya dengan sikap beranimu itu?” katanya sinis, napasnya terengah. “Ingat, Kinara … kalau kau tidak berhenti menjadi dokter keluarga Prasetya, maka sampai mati pun kau tidak akan tahu siapa lelaki yang tidur denganmu malam itu.”
Dia berbalik cepat, tumit sepatunya menghentak lantai keras, meninggalkan Kinara yang berdiri mematung bersama Ethan yang kini memeluk pinggang ibunya erat.
“Mommy…” suara kecil Ethan bergetar.
Kinara menatap kepergian Savira dengan rahang mengeras.
“Tidak apa-apa, Sayang,” ucapnya pelan sambil mengusap kepala putranya. Tapi di balik suaranya yang lembut, pikirannya bergemuruh, pertanyaan lama yang kini semakin menjeratnya dalam kebingungan dan ketakutan.
Dalam hatinya, Kinara bersumpah satu hal, 'jika Savira tidak mau mengatakannya, maka ia akan mencari tahu sendiri. Apa pun caranya.'
Sore itu, langit Jakarta tampak redup, awan kelabu menggantung berat di atas atap hotel bintang lima yang berdiri megah di tengah kota. Kinara berdiri di depan gedung itu dengan langkah ragu, menatap papan nama hotel yang sama seperti dalam ingatannya enam tahun lalu. Tempat di mana hidupnya berubah selamanya.
Dia menelan ludah, menggenggam erat tas kecil di tangannya, lalu melangkah masuk. Aroma mahal dari parfum lobby bercampur dengan kenangan pahit yang dulu berusaha ia kubur dalam.
Di meja resepsionis, Kinara memperkenalkan dirinya sebagai Dokter Zhao, dan beralasan sedang meneliti data lama untuk kepentingan medis. Resepsionis memandangnya dengan ramah, tetapi setelah beberapa saat mencari di komputer, wanita itu menggeleng.
“Maaf, Bu. Rekaman dan data tamu enam tahun lalu sudah tidak tersimpan. Sistem kami telah berganti.”
“Bagaimana dengan CCTV pada tanggal itu?” tanya Kinara, nadanya memaksa.
Wanita resepsionis menunduk meneliti layar komputer, kemudian menjawab pelan, “Sayangnya CCTV di lantai itu … rusak karena kebakaran kecil yang terjadi beberapa bulan setelahnya. Kami kehilangan semua data visual.”
Jawaban itu membuat bahu Kinara merosot lemas.
'Jadi benar-benar tidak ada jejak' pikirnya getir. Dia sempat mengucapkan terima kasih, lalu berbalik pergi dengan langkah berat.
Saat melewati koridor menuju pintu keluar, pikirannya penuh dengan pertanyaan. Wajah samar pria malam itu masih menari di dalam ingatannya suara napas berat, aroma alkohol samar, dan kalung perak yang ia lihat di atas nakas.
'Kalung itu aku masih menyimpannya. Tapi siapa sebenarnya dia?'
Tanpa sadar, langkahnya menjadi tergesa hingga,
Dugh!
Tubuhnya menabrak seseorang di tikungan. Dokumen yang dibawa pria itu jatuh berserakan di lantai. Kinara panik, langsung membungkuk.
“Maaf! Saya tidak lihat jalan...”
Suara berat tapi lembut memotong kalimatnya.
“Tidak apa-apa, Nona. Saya juga yang salah.”
Kinara mendongak, dan detik itu juga waktu seolah berhenti. Di leher pria itu tergantung sebuah kalung perak dengan liontin kecil berinisial “A.P.” persis sama dengan kalung yang selama ini dipakai Ethan.
Jantung Kinara berdegup tak karuan. Tangannya refleks menunjuk ke arah kalung itu.
“Kalung itu … darimana Anda mendapatkannya?”
Pria itu menatapnya heran sejenak, lalu tersenyum sopan.
“Ah, ini?” Ia memegang kalung itu di antara jarinya. “Kalung keluarga saya. Dulu saya punya dua, sepasang. Tapi salah satunya saya berikan pada seorang gadis asing yang saya temui di hotel ini … enam tahun lalu.”
Kalimat itu membuat dunia Kinara seolah berhenti berputar. Napasnya tercekat, tangannya gemetar.
'Gadis asing … enam tahun lalu … hotel ini...'
Pria itu memandangnya heran karena Kinara hanya terdiam dengan wajah terkejut.
“Nona, Anda tidak apa-apa? Anda terlihat pucat.”
Kinara menatapnya tajam, mencoba menahan getaran dalam suaranya. “Anda bilang … Anda memberikan kalung itu pada seorang gadis di hotel ini?”
Pria itu mengangguk pelan. “Ya, waktu itu kami … sama-sama mabuk, saya rasa. Saya tidak tahu siapa dia, dan setelah malam itu saya tidak pernah melihatnya lagi. Tapi saya masih mengingatnya … dia memakai gelang mutiara di tangan kiri, dan kalung itu saya tinggalkan di atas nakas sebagai … tanda perpisahan.”
Kalimat itu membuat lutut Kinara nyaris lemas. Dia memang memakai gelang mutiara malam itu, hadiah dari Oma Mei Lin yang ia kenakan pertama kali di pesta perayaan dokter muda enam tahun lalu. Dengan susah payah, ia menahan diri agar tidak menunjukkan emosi terlalu besar.
“Kalung itu … inisialnya ‘A.P.’, ya?”
Pria itu tersenyum. “Benar, nama saya Andrian Pratama.”
Nama itu menancap tajam di kepala Kinara. Ia menatap Andrian dengan pandangan sulit ditebak, antara terkejut, bingung, dan takut. Sementara Andrian hanya menatapnya sopan, belum menyadari badai yang baru saja ia timbulkan dalam hati wanita di depannya.
“Kenapa Anda begitu tertarik dengan kalung ini, Nona?” tanyanya pelan.
Kinara tak langsung menjawab, dia menunduk, menggigit bibir bawahnya. Lalu perlahan ia mengangkat pandangan, menatap wajah Andrian wajah yang tampan, tenang, dan entah kenapa terasa begitu asing.
“Tidak … saya hanya terkejut saja,” jawabnya akhirnya dengan suara hampir berbisik. Kinara lalu hanya tersenyum tipis, menyembunyikan badai yang berputar di dadanya. Ketika Andrian berpamitan dan berbalik meninggalkannya, Kinara berdiri terpaku di depan hotel. Angin sore bertiup lembut, menggoyangkan rambutnya.
"Jika Andrian Pratama ayah Ethan, lalu … siapa sebenarnya Tuan Arvino Prasetya dalam semua ini? Kenapa dia begitu mirip dengan Ethan?" gumam Kinara pelan, dan memejamkan matanya sejenak sebelum berbalik dan pergi meninggalkan tempat tersebut.
tp lbih bgus skr lgsg d pecat
udah salah belaga playing victim lagi
Zaki.... segera urus semua berkas pernikahan Arvino dan Kinara .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
dan Arvino harus pantau terus Kinara dan Ethan di manapun mereka berada . karena Savira dan Andrian selalu mengikuti mereka dan mencari celah untuk menghasut Kinara .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
up LG Thor 😍