WARNING❗
Cerita ini, buat yang mau-mau saja, TAK WAJIB BACA JUGA
Mengandung banyak Flashback
Banyak nama tokoh dari novel-novel pendahulu mereka
Slow update
Alur lambat
So, yang gak suka silahkan cabut, dan berhenti sampai di sini ❗
⚠️⚠️⚠️
Kenzo akhirnya menerima permintaan sang bunda untuk menikahi putri sahabatnya semasa SMA.
Tapi ternyata gadis itu adalah adik tiri Claudia mantan kekasihnya. Dulu Claudia mencampakkan Kenzo setelah pria itu mengalami kecelakaan hingga lumpuh untuk sementara waktu.
Bagaimana lika-liku perjalanan pernikahan Kenzo dengan Nada? (yang selisih usianya 10 tahun lebih muda).
Di sisi lain, Nada masih terbelenggu dengan potongan ingatan masa kecil yang mengatakan bahwa ibunya meninggal karena mengakhiri hidupnya sendiri.
Apakah itu benar? Atau hanya dugaan semata? Lantas jika tidak benar siapa gerangan yang telah menghilangkan nyawa ibunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Setelah Tahu Rasanya
#28
“Kok belum tidur, katanya lemes?” Kenzo menggosok rambut basahnya dengan handuk, ia baru selesai ganti pakaian santai nyaman untuk tidur.
Wajah Nada cemberut bersungut-sungut, “Sebel!” dengusnya, lalu kembali menutup seluruh kepalanya dengan selimut.
Kenzo tertawa, wajahnya berseri-seri setelah tahu rasanya. Pantas saja Ghavin dan Leon kerap mengejek dirinya, ternyata memang secandu itu.
Pada awalnya Kenzo hanya iseng, penasaran dengan apa yang Leon dan Ghavin katakan, serta apa yang Ayah Juna nasehatkan. Tapi ternyata Nada tak keberatan, bahkan sepertinya cukup penasaran seperti apa rasanya, sama seperti dirinya.
Setelah dirasa cukup kering rambutnya, Kenz meletakkan handuk pada tempatnya, kemudian kembali duduk disisi tempat tidur. Sesuatu yang awalnya dipaksakan, justru berakhir penuh kenikmatan.
Dan kini ia harus menghadapi istrinya yang tiba-tiba ngambek karena katanya masih sakit di area pribadinya.
“Jangan ditutup, sini Mas periksa.” Kenzo berusaha membuka selimut yang masih membalut tubuh gadis itu, (ups sekarang bukan gadis lagi).
Padahal wanita itu sudah memakai gaun terusan dengan bahan yang lembut dan adem, sengaja Kenz pilih dan pakaikan agar tidurnya nyaman setelah kelelahan melayaninya.
“Nggak mau! Malu!” tolak Nada yang masih memegang erat selimut dengan kedua tangannya.
“Malu sama siapa? Cuma ada kita di kamar ini.” Kenz kembali menarik selimut yang menutupi wajah istrinya. “Sini, Mas cuma mau lihat.”
“Nggak usah!” Nada mengeluarkan tangannya dari balik selimut, hanya untuk menepis tangan suaminya.
Kenz tertawa gemas, “Padahal tadi bilang enak, sakit tapi nggak mau pelan. Mau di lanjut besok, kamu bilang tanggung. Kok sekarang begini?” ledek Kenzo, bermaksud menggoda agar istrinya tak malu-malu lagi.
“Tapi sekarang sakit banget, Mas, jadi takut pas mau pipis,” rengek Nada dari balik selimut.
“Yang penting sudah tahu kalau rasanya enak, kan?”
Nada menyibak selimutnya, sebagian rambutnya yang kusut menutupi wajahnya yang memerah menahan malu, akibat ucapan suaminya yang terlalu vulgar. “Jangan dibahas lagi!”
Kenz kembali tertawa, “Oke, Mas nggak akan bahas lagi, tapi sini Mas lihat dulu, kasih salep, ya?”
Nada ngilu merinding sebadan-badan, membicarakan apa yang beberapa saat lalu mereka lakukan berdua saja, sudah cukup malu. Apalagi sekarang pria itu mau melihat bahkan menawarkan jasa mengoles salep di area tersebut. “Nggak mau, di lihat aja malu, apalagi mau disentuh.”
“Kenapa malu? Tadi malah lebih dari pegang, cium, hisap, jilat, dan semuanya kamu bilang enak. lagian nanti-nanti juga bakal sering kita lakukan.” Dengan sabar melebihi luasnya samudera, Kenz terus berusaha menghibur dan menenangkan istrinya yang masih tantrum.
Nada melotot, setelah Kenz memberikan testimoni, ujung-ujungnya malah minta lagi. “Apa?! Sering?!” pekik Nada, membuat Kenz menutup telinganya, saking kerasnya suara Nada.
“Iya, dong. Namanya suami istri, ya wajar kalau sering melakukannya, di samping untuk pemenuhan kebutuhan, itu juga untuk menjaga kelanggengan sebuah hubungan.” Kenz menyibak rambut yang menutupi sebagian wajah istrinya.
“Nggak mau, ini yang terakhir, pokoknya nggak boleh minta lagi!”
“Terus kalau Mas pengen, harus minta ke siapa? Kan cuma ke kamu Mas boleh minta.”
Nada semakin dilema, padahal baru kali pertama, ia sudah parno membayangkan jika nanti hari berikutnya, minggu depan, bulan depan, atau entah kapan Kenz kembali meminta. “Takut sakit, Mas.”
Kenz tersenyum, “Nggak akan.” Dia harus ekstra sabar menghadapi sikap manja istrinya, mungkin memang sesakit itu.
Akhirnya ia bisa membuka kedua kaki istrinya, dan memeriksa sendiri lahan yang baru saja ia pakai bercocok tanam. Terlihat sangat merah, seperti lecet dan juga bengkak.
Kenz jadi iba, mau bagaimana lagi, Nada masih ranum, seperti buah segar yang baru saja matang. Sementara dirinya sudah lebih dari dewasa, jadi hasrat yang selama ini hanya ditahan, malam ini lepas bebas dari kekangan.
Pantas saja Nada merengek kesakitan, pria itu membuka laci meja kecil tempat lampu tidur berada, di sana ada salep untuk luka lecet. “Mas mau apa?”
“Kasih salep, jangan takut, nggak perih, kok.”
Nada meringis, memejamkan mata serta mengepalkan kedua tangannya. bukan karena merasa perih atau sakit, tapi ketika jari Kenz menyentuh area pribadinya, tubuhnya kembali berdesir.
Bukan hanya Nada yang berdesir, tapi Kenz pun harus mati-matian menahan hasratnya yang kembali naik, dan ingin mengulang kembali. Apa boleh buat, lahannya belum siap didatangi lagi oleh pemiliknya.
Setelah mengoleskan salep, Kenz kembali mencuci tangan kemudian ikut berbaring bersama sang istri. Nada memeluk erat pria itu, Kenz pun melakukan hal yang sama, bahkan tak henti mencium puncak kepala istrinya, mengusap punggungnya, serta mengucap terima kasih atas pelayanannya.
Suara gerimis di luar ruangan masih terdengar, menjadi musik pengiring yang merdu bagi sepasang pengantin baru yang baru saja memadu kasih tersebut.
“Mas.”
“Hmm.”
“Mas nggak suka sama Kak Kanaka?” tanya Nada, padahal Kenzo hampir terlelap.
Tapi masalah Kanaka harus mulai Kenz buat penegasan, agar istrinya waspada, dan juga tidak lagi sembarangan menerima ajakan pria yang ingin mengantarkannya pulang.
“Bisa dibilang begitu.”
“Maaf, jadi kemarin itu, Mas benar-benar marah?” Nada mendongak, kedua matanya kembali berkedip lucu, hingga membuat Kenz tak tega memarahinya.
“Sejujurnya, iya, tapi tak adil bagimu kalau Mas langsung meledak.”
“Karena itu, Mas memilih diam?”
Kenz mengangguk pelan sebagai jawaban. “Aku tak bisa berkata Kanaka orang yang jahat, karena aku tak memiliki bukti. Tapi aku pernah sangat tersakiti oleh perbuatannya. Dan alangkah baiknya jika kamu juga menghindar darinya, apalagi Kak Aric bilang dia punya kecurigaan pada Kanaka soal kecelakaan Claudia.”
“Oh, iya? Kapan Kak Aric bilang?”
“Ketika kami bertemu di rumah sakit.” Nada mengangguk, ngomong-ngomong ia juga belum bertemu Aric lagi sejak terakhir mereka jumpa di rumah sakit.
Entah perlu atau tidak, tapi sepertinya Kenz memilih tak bercerita lebih detail tentang masa lalunya bersama Kanaka dan Claudia.
Memang sangat sakit, dan Kenz sudah memaafkan, tapi untuk bisa berinteraksi dengan baik, pria itu belum bisa, karena Kanaka pun tak pernah menunjukkan itikad baik. Jadi tetap saja akan selalu ada jarak yang memisahkan mereka.
“Kamu mengerti, kan?” sambung Kenz.
“Iya, Mas. Tapi, kan, teman kuliahku banyak yang laki-laki juga. Bagaimana kalau kami satu kelompok?”
“Bukan sama sekali tak boleh, tapi kamu juga harus bisa memperkirakan jarak yang paling aman!”
“Jarak aman itu yang seperti apa, Mas? Kan persepsi Mas, dan persepsiku berbeda.”
‘Ya Tuhan!’ jerit Kenz dalam hati, ingin marah, tapi kok ya Nada tak salah. Tapi tak marah kok ya kesabaran sudah setipis tisu dibelah sepuluh.
“Kalau begitu, gunakan instingmu, kamu yang paling tahu, bagaimana cara menjaga dirimu sendiri. Bukan berarti Mas tak ingin menjagamu, tapi Mas tidak bisa 24 jam penuh menemanimu.”
“Okeh.” Nada membuat lingkaran dengan ibu jari, serta jari telunjuknya. 👌
Kenz kembali menarik sang istri ke pelukannya, karena kedua matanya pun mulai berat.
“Mas.”
“Hmm.”
“Jawabnya jangan ‘Hmmm’, kan gak enak di dengar.”
“Itu sudah kebiasaan, udah ah, ngantuk nih, atau mau nambah lagi?” Kenzo kembali mengerlingkan matanya.
“Ih, nggak!”
“Lalu apa?” Kesabaran Kenzo sudah beneran di ujung tanduk
“Lapar lagi.”
Hampir jam 12 malam, dan Nada mengeluh lapar gara-gara ulah Anda. Mas, Pak, Dok, apa yang akan Anda lakukan? 😜
hmmm siapa kah lelaki yang nabrak pagar? apakah orang suruhan Kanaka itu??
next Thor..