Di khianati dan terbunuh oleh orang yang dia cintai, Nada hidup kembali di tubuh seorang gadis kecil yang lemah. Dia terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa?
"Kakak, tolong balaskan dendam ku." Pinta gadis kecil yang namanya hampir sama dengan Nada.
"Hah!! Gimana caranya gue balas dendam? tubuh gue aja lemah kayak gini."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.28
Bagas memutuskan untuk menghentikan pencarian Kara sejenak, dan mengunjungi cafenya di salah satu mall yang tidak jauh dari daerah tersebut.
Pikirannya melayang ke masa lalu, saat kelahiran Kara membawa kebahagiaan bagi Bagas. Kara adalah salah satu cucu kesayangan ibunya, terutama karena semua keponakan Bagas adalah laki-laki.
Namun, kebahagiaan itu hancur saat Kara berusia satu tahun, ketika ibunya meninggal karena syok setelah mengetahui perselingkuhan Evelin. Meskipun awalnya Evelin membantah, akhirnya dia mengakui kebenarannya.
Kehadiran Rina, cinta pertama Bagas, semakin memperburuk keadaan rumah tangga mereka.
Bagas menghembuskan napas pelan, kenangan pahit itu masih membekas di memorinya.
Satu jam kemudian, Bagas tiba di mall dan membalas pesan dari sahabatnya, Ardi, yang mengelola cafenya saat Bagas sibuk dengan perusahaannya.
"Gas, gimana anak lo? Udah ketemu?" tanya Ardi saat Bagas masuk ke ruangannya.
"Belum, gue nggak tahu harus kemana lagi cari dia," jawab Bagas.
"Apa harus lapor, polisi?" tanya Ardi.
"Gak perlu, gue yakin dia nggak diculik atau hilang. Gue yakin Kara ada di suatu tempat," balas Bagas.
"Ya sudah, tapi gue siap bantu lo kok," kata Ardi.
"Makasih," gumam Bagas, dijawab dengan anggukan oleh Ardi.
Mereka pun membahas perkembangan cafe, yang semakin hari semakin ramai pengunjung. Apalagi di hari libur.
****
Rina terkejut dengan kedatangan seseorang yang hampir dilupakan.
"Kamu... apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Rina, sambil memastikan tidak ada orang yang melihat.
Rina menarik orang tersebut masuk dan menutup pintu dengan keras.
"Kenapa kamu muncul, lagi? Aku sudah memberikan apa yang kamu mau," kata Rina dengan nada kesal.
"Karena, aku butuh uang. Usaha ku lagi sepi, Rina. Lelaki itu terus saja memeras ku," katanya dengan kesal.
Rina menghembuskan napasnya dengan pelan dan mengirimkan sejumlah uang.
"Untuk modal usahamu, sudahlah jangan kasih dia uang lagi. Toh aku dan Bagas sudah bahagia," ucap Rina dengan entang.
"Gak seindah yang kamu pikirkan, Rina. Aku tahu, Bagas belum move-on dari Evelin."
Rina membantah dengan keras, "Tidak, Bagas cintanya sama aku, bukan Evelin."
"Ya sudah kalau kamu gak percaya, Kakak udah ngasih tahu kebenarannya." Perempuan tersebut tersenyum sinis, karena Rina tidak percaya pada kebenaran.
Rina kesal dan menahan emosinya karena orang tersebut menyebut dirinya "Kakak", meskipun memang mereka memiliki hubungan keluarga yang kompleks.
Rina menatap kepergian kakaknya, Rima, dengan perasaan yang kompleks.
Mereka hanya selisih dua tahun, tapi hidup terpisah setelah orang tua mereka bercerai. Rima tinggal bersama ibu mereka yang memiliki emosi buruk, sementara Rina tinggal bersama ayah dan ibu sambung yang penuh kasih sayang.
Rina masih mengingat saat-saat Rima menjadi tempat pelampiasan ibu mereka.
"Dasar anak kurang ajar, anak pembawa sial!" teriak ibu mereka.
Rina juga mengingat saat kunjungan ke rumah ibu mereka, saat Rima dipukul dan menjerit minta ampun.
"Ampun, Bu. Jangan pukul aku, ampun Ibu."
Rina yang dulu masih remaja merasa tak berdaya saat itu, tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu Rima.
"Maafkan aku, Kak. Seandainya dulu Ayah bawa kamu juga," lirih Rina, dia memandang kosong ke depan dengan rasa bersalah dan penyesalan.
*****
Bagas duduk di ruangannya, menatap kosong ke arah layar laptop tanpa fokus. Pikirannya terus-menerus memikirkan Kara, membuatnya terlihat gelisah.
Ardi, yang menyadari hal ini, menghela napas pelan dan menyarankan Bagas untuk pulang saja.
"Lo pulang aja deh, Gas. Daripada melamun gitu," kata Ardi sambil fokus pada laptopnya.
Bagas menyanggah, "Maunya sih gitu, tapi gue harus cari Kara."
Ardi kemudian mengajak Bagas makan siang, "Makan siang yu! Lapar nih."
Bagas setuju dan mereka memutuskan untuk makan di cafe dekat jendela. Sedangkan Ardi, dia sedang memesan makanan.
Bagas berharap bisa melihat Kara di antara orang-orang yang berlalu-lalang.
Nada dan Samudra berada di mall yang sama dengan Bagas, namun di lantai yang berbeda.
Nada memaksa Samudra untuk mengajaknya berbelanja dengan alasan merasa jenuh.
Samudra mengeluh karena banyaknya belanjaan yang harus dibawa, sementara Nada masih ingin membeli lebih banyak.
"Astaga, Nad. Kalau orang yang gak kenal aku, mereka nyangkanya kamu pasti anak aku," kata Samudra.
Nada tersenyum tipis dan menjawab dengan santai, "Udahlah, Kak. Jangan mengeluh, daripada aku pergi sendiri nanti di tangkap Rowman."
"Nad, jangan ngomong gitu. Udah belum? Aku lapar," kata Samudra.
"Iyaa, sebentar aku milih satu gaun lagi buat Hana, trus beli boneka juga." Katanya antusias, sudah lama sekali dia tak berbelanja.
Nada masih ingin membeli beberapa barang lagi, termasuk gaun untuk Hana dan boneka. Dia juga berencana untuk menjenguk ibunya, Evelin, setelah pulang dari mall.
Tak lupa Nada juga membeli mainan untuk anak-anak panti, selain mainan dia membeli susu dan diaper untuk bayi, pembalut, sabut dan lainnya.
Samudra menyesal tidak membawa pengawal, jadinya dia menyewa satu orang pegawai untuk membawa belanjaan mereka.
"Udah?" tanya Samudra.
"Sudah, ayo makan. Berbelanja buat aku lapar juga," kekeh Nada, membuat Samudra memutar bola mata malas.
Kara memasuki cafe milik Bagas, karena dia melihat makanan favorit Kara. Ayam bakar madu, dan Nada ingin memesan itu.
"Kara." Gumam Bagas, menyipitkan mata melihat Kara bergaul dengan orang dewasa.
"Kemana Evelin? Kenapa membiarkan anak bersama orang, dewasa?"
Bagas terus mengawasi Kara dan Samudra, dia tidak akan kehilangan kesempatan untuk membawa Kara pulang.
Bersambung
maaf typo, yg belum kasih bintang yukk kasih bintang lima ya!!! Dan komen juga guys 🙏