Anatasya menyembunyikan identitasnya sebagai putri bungsu keluarga konglomerat dari suaminya. Ia membantu Adrian membuka perusahaan. Tapi siapa sangka ternyata Adrian tidak pernah mencintai Anatasya, dia bahkan jijik dengan bau amis yang melekat pada tubuh istrinya.
Suatu hari, Adrian menceraikan Anatasya dan mengungkapkan bahwa dia memiliki pacar, yaitu Clara, seorang wanita kaya dan cantik yang merupakan adik sepupu dari keluarga Santoso.
Anatasya merasa hancur dan terhina. Tasya akan membuat orang yang menyakiti nya membayar mahal dibantu oleh ketiga abangnya. Damian, Julian dan Rafael.
Ketiga Abangnya tidak akan membiarkan adik bungsu mereka terluka.
Bagaimana reaksi Adrian dan keluarga nya setelah mengetahui jika wanita yang selama ini mereka hina adalah putri konglomerat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Penyesalan Jamilah & Mimpi Adrian
Di ruang keluarga di sebuah Apartement milik keluarga Pratama, Jamilah masih terpaku di depan televisi, menatap kosong berita tentang penangkapan Clara dan Jerry. Wajahnya memerah padam, bukan karena marah, melainkan karena penyesalan yang membakar.
"Lihatlah dia, ternyata hanya wanita bodoh," ucap Jamilah, suaranya tercekat. "Mama menyesal lebih memilih dia dan justru menyingkirkan Anatasya."
Adrian, yang duduk di sofa seberang, menghela napas pelan. Ia sudah hafal betul pola pikir ibunya. Segala sesuatu selalu diukur dari keuntungan dan kerugian. Clara, yang dulu dipuja-puja karena dianggap bisa membawa kemewahan, kini dicampakkan begitu saja karena terbukti hanya membawa masalah.
"Kalau saja kita tahu lebih awal kalau Tasya itu pewaris keluarga Santoso, Mama tidak akan melepaskannya." Jamilah melanjutkan, kini dengan nada yang lebih keras, seolah berbicara pada dirinya sendiri. Penyesalan itu semakin dalam ketika ia membayangkan betapa kayanya Anatasya sekarang.
Adrian menatap layar televisi, di mana gambar Clara dan Jerry yang tertunduk lesu diapit polisi masih disiarkan. Ada secercah rasa kasihan di hatinya, meskipun ia tahu mereka pantas menerima hukuman atas perbuatan mereka. Namun, pikiran ibunya jauh dari simpati.
"Tapi kenapa dulu, Tasya mengaku tidak punya siapa-siapa? Bahkan kehidupannya juga sulit?" Jamilah membalikkan badan, menatap Adrian dengan tatapan menuntut jawaban.
Adrian mencoba mengingat masa lalu. Hubungannya dengan Anatasya dulu memang dilandasi oleh kepolosan dan perjuangan.
"Entahlah, Ma. Dulu aku menikah dengan Tasya karena dia pekerja keras dan mau membantuku membangun perusahaan. Sampai Mama tahu sendiri, perusahaanku berkembang besar saat itu. Kalau saja Tasya tidak memberiku modal di awal, mungkin kita masih miskin."
Wajah Jamilah berkerut. Ia baru saja merasakan nikmatnya menjadi orang kaya, menikmati kemewahan, pujian, dan gaya hidup sosialita yang glamor. Namun, itu semua lenyap dalam sekejap.
"Lebih baik kamu dekati lagi Anatasya, Adrian. Dia pasti masih cinta sama kamu," ucap Jamilah, nada suaranya berubah menjadi penuh harapan dan sedikit desakan. "Mama tidak mau hidup miskin terus."
Seolah menambahkan bensin ke dalam api, Winda, adik Adrian, yang sedari tadi menyimak pembicaraan, ikut menimpali. "Benar, Kak. Teman-temanku semua pergi karena aku sudah jatuh miskin."
Adrian merasakan gejolak dalam hatinya. Ia tahu Anatasya kini adalah wanita yang berbeda, wanita yang kuat dan mandiri, serta dilindungi oleh keluarga Santoso dan Damian. Anatasya yang dulu ia tinggalkan begitu saja, kini menjadi sosok yang tak terjangkau.
Namun, desakan dari ibu dan adiknya, ditambah dengan godaan kekayaan yang melambai, mulai mengusik nuraninya. Bisakah ia benar-benar kembali mendekati Anatasya setelah semua yang terjadi.
Keluarga Jamilah dan Adrian merasakan dampak langsung dari kehancuran bisnis Jerry. Vila mewah yang tadinya mereka tinggali kini harus dijual, mobil-mobil mewah disita bank, dan kartu kredit mereka dibekukan.
Pakaian desainer, perhiasan berkilauan, dan pesta-pesta megah kini hanya tinggal kenangan. Jamilah, yang dulunya sering diundang ke acara-acara sosialita paling bergengsi, mendapati dirinya diabaikan. Teleponnya jarang berdering, dan undangan ke pesta-pesta itu seolah lenyap ditelan bumi. Para "teman" yang dulu memujanya kini menjauh, enggan bergaul dengan orang yang tidak lagi memiliki status sosial tinggi.
Winda, yang selalu bangga dengan gaya hidupnya yang glamor, juga merasakan pukulan telak. Teman-temannya, yang kebanyakan adalah anak-anak konglomerat, tiba-tiba menghilang.
Grup-grup WhatsApp tempat ia dulu pamer kini hening, atau justru menjadi ajang gosip tentang kejatuhannya.
Winda, yang terbiasa hidup foya-foya. Kini ia harus mencari pekerjaan. Namun, dengan latar belakang pendidikan yang kurang memadai dan pengalaman kerja nol, hal itu terasa mustahil.
Adrian sendiri berada di persimpangan jalan.
Perusahaan yang dulu ia rintis bersama Anatasya, yang sempat berkembang pesat, kini hampir bangkrut. Setelah menceraikan Anatasya dan mengambil alih kendali penuh, Adrian membuat beberapa keputusan bisnis yang salah, terlalu mengandalkan koneksi Jerry yang ternyata rapuh. Kini, ia harus menghadapi kenyataan bahwa semua asetnya terkuras habis. Ia bahkan berutang banyak pada beberapa investor yang mulai menagih.
Penyesalan Jamilah semakin mendalam setiap kali ia melihat berita tentang Anatasya dan Damian. Foto-foto mereka di majalah bisnis atau portal berita online selalu menampilkan senyum bahagia, kemewahan yang tak terbatas, dan keberhasilan yang gemilang. Anatasya, yang dulu ia pandang rendah sebagai "anak pasar", kini menjadi wanita terpandang yang dikagumi banyak orang.
Ia melihat bagaimana Anatasya selalu tampil elegan, dikelilingi oleh orang-orang penting, dan didampingi Damian yang setia dan penuh kasih.
Kontras dengan kehidupannya yang kini terpuruk, Jamilah merasa sakit hati. Ia membayangkan betapa indahnya jika Anatasya masih menjadi bagian dari keluarga mereka, membawa serta semua kekayaan dan koneksi keluarga Santoso.
Melihat kondisi yang semakin memburuk, Jamilah menyusun rencana. Ia percaya bahwa Anatasya, meski telah disakiti, masih menyimpan sedikit perasaan untuk Adrian.
Naluri keibuannya, yang dulu tertutup ambisi, kini bekerja untuk "menyelamatkan" keluarganya dari kemiskinan, dengan cara apa pun.
"Adrian, kamu harus dengarkan Mama baik-baik," kata Jamilah suatu sore, saat mereka duduk di ruang keluarga yang kini terasa dingin tanpa perabotan mewah.
"Kita tidak bisa terus seperti ini. Kamu harus mendapatkan Anatasya kembali."
Adrian mengerutkan kening. "Mama, itu tidak semudah yang Mama bayangkan. Anatasya sudah bahagia dengan Damian. Mereka saling mencintai."
"Cinta itu bisa pudar, Adrian! Apalagi kalau ada orang ketiga yang lebih baik, yang sudah pernah mengisi hatinya," Jamilah membalas, matanya berbinar licik.
"Ingat, kamu adalah cinta pertamanya. Kalian punya sejarah bersama. Kamu harus manfaatkan itu."
Jamilah tidak pernah berhenti memprovokasi Adrian. Setiap hari, dari pagi hingga malam, ia akan terus mengingatkan Adrian tentang betapa menderitanya mereka dalam kemiskinan, dan betapa cerah masa depan jika Anatasya kembali ke sisi mereka.
"Lihat kita sekarang, Adrian!" Jamilah akan memulai, menunjuk ke sekeliling ruang tamu yang kini terasa hampa tanpa perabotan mewah.
"Dulu, kita bisa membeli apa saja. Sekarang, untuk makan enak saja susah. Semua ini karena kita melepaskan Anatasya."
Winda pun tak mau ketinggalan. Ia akan menunjukkan foto-foto lama Anatasya dengan Adrian, mencoba membangkitkan nostalgia di hati kakaknya.
"Kak, ingat tidak dulu Kak Tasya selalu bilang Kakak adalah pahlawannya? Dia pasti masih punya perasaan itu. Apalagi sekarang Kakak terlihat lebih dewasa dan mapan, kan?" Winda sengaja memuji Adrian, padahal ia tahu kondisi Adrian sekarang jauh dari mapan.
Jamilah juga sering mencari berita tentang keluarga Santoso, membaca setiap detail tentang kekayaan dan pengaruh mereka.
"Tahukah kamu, Adrian? Keluarga Santoso itu punya properti di mana-mana. Mereka juga punya saham di perusahaan-perusahaan besar dunia. Bayangkan kalau kita jadi bagian dari keluarga itu!" Matanya berbinar membayangkan kemewahan yang tak terbatas.
Adrian, yang awalnya merasa jijik dengan rencana ini, perlahan mulai terpengaruh. Desakan terus-menerus dari Jamilah dan Winda, ditambah dengan rasa putus asa akan kemiskinan yang melilit, mulai mengikis pertahanannya. Ia mulai membayangkan kembali kehidupan mewah yang pernah ia nikmati.
Pikiran tentang menjadi bagian dari keluarga Santoso, salah satu keluarga terkaya dan paling berpengaruh di Indonesia, mulai terasa sangat menggiurkan.
Ia mulai memutar-mutar di kepalanya bagaimana jika ia benar-benar bisa merebut Anatasya kembali dari Damian. Ia bisa menjadi menantu keluarga Santoso, dan semua kekayaan serta pengaruh itu akan berada di ujung jari.
Hidupnya akan kembali cemerlang, bahkan lebih dari sebelumnya. Ia bisa melupakan semua utang, semua kesulitan, dan semua rasa malu yang kini ia rasakan.
Dalam benaknya, Adrian mulai membangun skenario sempurna. Ia akan mendekati Anatasya dengan tulus, menunjukkan penyesalan yang mendalam atas semua kesalahannya di masa lalu. Ia akan mengatakan bahwa ia telah berubah, bahwa ia telah belajar dari kesalahannya, dan bahwa ia menyadari betapa berharganya Anatasya baginya. Ia akan mencoba membangkitkan kembali kenangan-kenangan manis mereka, masa-masa di mana mereka berdua berjuang bersama dan saling mendukung.
Ia membayangkan bagaimana Anatasya, yang mungkin saja masih menyimpan sedikit perasaan padanya sebagai cinta pertama, akan luluh.
Mungkin Anatasya akan menyadari bahwa Damian, meskipun kaya dan tampan, tidak memiliki kedalaman emosional dan sejarah yang sama dengannya.
Adrian membayangkan Anatasya akan kembali padanya, meninggalkan Damian dan segala kemewahan keluarga Santoso.
"Jika itu terjadi," pikir Adrian, "Aku tidak hanya akan mendapatkan Anatasya kembali, tapi juga seluruh kekayaan dan pengaruh keluarga Santoso."
Ia membayangkan dirinya duduk di meja direksi perusahaan-perusahaan besar, menghadiri acara-acara penting, dan dipuji oleh para sosialita.
Ia akan menjadi Adrian yang baru, Adrian yang kaya raya dan berpengaruh, menantu kesayangan keluarga Santoso. Semua ejekan dan cemoohan yang ia terima setelah jatuh miskin akan lenyap, digantikan oleh rasa hormat dan kekaguman.
Wajah Adrian menunjukkan senyum tipis, senyum yang tidak sampai ke mata. Ia telah termakan hasutan ibunya dan adiknya. Ia telah sepenuhnya yakin bahwa merebut Anatasya adalah satu-satunya jalan keluar dari jurang kemiskinan dan kembali ke puncak.
Tanpa memikirkan perasaan Anatasya, Damian, atau bahkan etika, Adrian memutuskan untuk melangkah maju dengan rencana Jamilah.
Namun, ia tidak tahu bahwa Anatasya dan Damian sudah jauh lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih siap menghadapi setiap intrik yang datang dari keluarga Adrian. Mereka tidak akan membiarkan kebahagiaan mereka hancur untuk kedua kalinya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...