Squel Flight Attendant.
Denisa, dokter berusia dua puluh lima tahun itu telah menjadi janda diusianya yang bahkan belum genap dua puluh tahun akibat obsesinya pada laki-laki yang sangat mencintai kakaknya. Susah payah pergi jauh dan berusaha move on, Denisa dipertemukan lagi dengan mantan suaminya yang sangat ia hindari setelah lima tahun berpisah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Isma Wati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Make Her Jealous
Wahyu sengaja keluar apartemen saat mendengar perdebatan antara Daniel dan Denisa. Tadinya memang dia ingin mengambilkan air untuk Denisa, saat kembali ke kamar, dia mengurungkan niatnya, memberikan waktu untuk kedua orang tersebut menyelesaikan masalah mereka yang belum usai.
Namun Wahyu tak tahu, saat dia keluar dan mencari angin, dari arah berlawanan Amanda datang. Dokter cantik dan berbakat itu mengkhawatirkan keadaan tunangannya yang katanya tidak sedang tidak enak badan.
Dia ingin jadi obat penyembuh sakitnya tanpa minum obat.
Amanda menekan bel pintu apartemen Daniel, namun tak ada respon, untungnya dia tahu kode kamar itu, dia meminta dari Wahyu secara diam-diam setelah sehari pertunangannya, jari lentik Amanda mulai menekan angka-angka yang ia lihat dari ponselnya.
Perempuan memang punya banyak akal dan cara untuk bisa mengetahui pasangan kita itu setia atau tidak dengan mengetahui akses pribadi milik sang kekasih, dan itu yang dilakukan Amanda.
Klik, pintu terbuka.
Amanda masuk, matanya celingukan mencari keberadaan tunangannya. Amanada memanggil-manggil tunangannya, namun tak ada sahutan, dia melihat pintu kamar Daniel masih tertutup rapat. Kamar itu kedap suara, jadi tak terdengar jika didalam sana sedang terjadi perdebatan.
"Mas, mas Daniel. Kamu dimana Mas?"
Tok tok tok.
"Kamu didalam Mas? Aku masuk ya?"
Didalam, Denisa ingin membukakan pintu itu, namun Daniel menahan tangan Denisa, mendorong slot untuk mengunci dari dalam secara pelan agar tak terdengar dari luar.
"Pak, apa yang anda lakukan?" Denisa mendelik dengan suara tertahan.
Bukan jawaban yang Denisa dapatkan, melainkan ia ditarik menuju lemari milik Daniel. Mantan suaminya itu membuka lemarinya.
"Masuk!" perintah Daniel tegas dengan menggerakkan dagunya.
"Nggak mau! Kenapa aku harus sembunyi. Aku harus pulang, ini masih jam tugas ku di klinik," bantah Denisa tak mengerti.
"Masuk kataku Denisa. Urusan kita belum selesai," perintah Daniel lagi.
"Urusan apa?"
Tok tok tok
"Mas, kamu baik-baik saja?" suara Amanda kembali mengudara penuh kekhawatiran.
Daniel dan Denisa sama-sama melihat pada pintu yang diketuk itu, kemudian Daniel kembali menatap tajam Denisa.
"Masuk atau aku akan katakan pada Amanda jika kamu coba menggoda ku, Denisa," perintah Daniel lagi.
"A-apa?" Denisa tak habis pikir dengan ancaman Daniel.
"A-"
"Iya!" mau tak mau dia menurut saat Daniel sudah membuka mulut ingin berteriak, dengan wajah kesalnya Denisa masuk dan duduk dalam lemari besar itu dengan tangan mengepal menahan kesal.
Daniel tersenyum penuh kemenangan melihat wajah pasrah Denisa yang tak bisa membantahnya. Setelah memastikan semua aman, barang-barang Denisa telah ia simpan, Daniel mengacak rambutnya dibuat seberantakan mungkin, lalu mengusak matanya agar terlihat merah seperti khas orang bangun tidur.
Kemudian dia melangkah membuka pintu.
"Mas, astaga," Amanda langsung mendekat, menempelkan tangannya dikening Daniel, "panas Mas, kamu udah minum obat?" tanyanya khawatir, Daniel mengangguk, kemudian merebahkan kembali tubuhnya diatas tempat tidur.
"Aku bawain kamu bubur, kamu mau?"
"Hmmm, apa didepan tidak ada Wahyu?" tanyanya karena bisa-bisanya Wahyu tak mengabarinya.
"Nggak ada Mas, mungkin dia sudah berangkat kekantor, emang nggak izin kamu?" Daniel menggeleng.
"Suapin aku ya, aku nggak bisa makan kalau nggak kamu suapin, sengaja aku belum makan, aku tau kamu pasti datang," ujar Daniel dengan suara yang dibuat kencang kemudian dia melirik ke lemari.
Amanda mengernyit, apa dia nggak salah dengar? tidak biasanya Daniel seperti itu padanya, namun kemudian dia tersenyum senang.
"Kok kamu tahu aku mau kesini mas?"
"Feeling aja, ternyata feeling aku bener 'kan? kita itu sehati Amanada."
Uwwwekk, rasanya Daniel ingin mengeluarkan semua bubur yang masuk keperutnya.
"Tumben banget juga kamu manja begini?"
Daniel berdehem menyembunyikan kebohonganya. "Sama tunangan sendiri apa masalahnya?"
"Nggak ada sih. Iya deh aku suapin," ujar Amanda senang, "kalo gitu aku siapin buburnya dulu ya Mas."
Amanda membuka plastik sterofoam berisi bubur yang dibelinya tadi dengan suasana hati yang begitu senang tentunya, kemudian duduk berhadapan dengan Daniel yang duduk sila diatas tempat tidur. Amanda kemudian mengarahkan sendok plastik kemulut Daniel tanpa mengaduknya, Daniel membuka mulutnya lebar walau dengan keterpaksaan.
Sedang Denisa hanya bisa diam menahan rasa perih yang tiba-tiba saja datang, mendengar keromantisan kedua makhluk diluar sana.
"Boleh aku mengatakan sesuatu Amanda?" tanya Daniel disela kunyahanya, tatapannya tak beralih pada wajah cantik mulus Amanda, yang kini tersipu atas tatapanya itu.
"Apa Mas, bilang aja, kamu mau sesuatu?" tanya Amanda lembut sambil kembali menyuapkan bubur ke mulut Daniel.
"Nggak, aku nggak mau apa-apa. Cuma mau bilang, kamu cantik banget hari ini," pujinya dengan suara sengaja dibesarkan agar Denisa mendengar ucapannya, padahal dia sendiri ingin muntah mendengar perkataannya sendiri, sangat bukan dirinya, dan ... sangat terpaksa.
Kalian tahu siapa yang dia puji? Bukan Amanda, melainkan mantan istrinya yang ia simpan didalam lemari, ckk keterlaluan kan?
Sedang wanita didepanya menunduk menyembunyikan wajah yang mulai memanas, tangan yang memegang sendok itu menggantung didepan wajah Daniel, sunguh pujian receh Daniel membuat debaran didadanya tak biasa, dia seperti abege yang sedang kasmaran.
Dan wanita yang di sembunyikan malah menahan bulir yang menumpuk dipelupuk matanya dengan tangan meremas dadanya, entah mengapa hal itu membuat hatinya semakin perih.
"Kamu brengsek, Daniel," makinya memukul kakinya sendiri.
Bugghhhh
Denisa menutup mulut saat tangannya tak sengaja mengenai papan lemari itu.
"Suara apa itu Mas?" tanya Amanda menoleh ke lemari.
"Paling cicak, udah biarin aja," dustanya santai, tak khawatir seperti sedang tidak menyembuhkan apa-apa, "aaaaa." Daniel membuka mulutnya mencoba mengalihkan perhatian Amanda.
"Eh maaf mas," Amanda menjadi lupa menyuapi tunangan brengsekkknya ini.
Setelah bubur habis, dan Amanda selesai menyuapi bayi besar yang tak sakit itu, Amanda menyiapkan obat untuk Daniel minum.
Amanda membaca nama klinik yang tertera diplastik kecil berwarna biru itu.
"Klinik Harapan Pelita, kamu tadi berobat kesana Mas?" tanya Amanda.
"Iya, tadi Wahyu yang kesana minta obat dan vitamin," jawabnya yang sudah pasti berbohong.
Amanda mengangguk percaya "setahu aku, kalau jam segini Nisa yang tugas, dia kasih kamu vitamin terbaik ini. Nisa emang dokter yang pintar, kadang pasien yang berobat kerumah sakit aku aja bilangnya pada cocok sama Nisa."
"Kamu puji dia terus, emang sebagus apa sih dokter Nisa itu?" tanya Daniel yang kini duduk menyender di kepala ranjang, dia penasaran karena Amanda selalu memuji Denisa.
Denisa mengangkat kepalanya mendengar pertanyaan Daniel, wajahnya sudah basah sebab menangis dan mulai merasa kepanasan karena sudah lumayan lama dia berada didalam sana.
"Nggak tahu mas, aku ngerasa seneng dan nyaman aja sama Nisa. Dia anaknya baik, walau masih muda dan cantik, tapi dia itu nggak mengandalkan wajah aja, tapi memang otaknya cerdas. Aku yang perempuan aja suka sama cewek tipe kayak Nisa itu, apalagi cowok. Banyak loh sebenernya dokter cowok dirumah sakit yang suka sama dia, apalagi dokter Ricko, dia tuh sampai nggak berani ungkapin perasaannya, saking sayang dan berharganya Nisa dimatanya."
Dan Amanda tak menyadari setiap kali dia bertemu dengan Daniel, dia sendiri begitu antusias menceritakan Denisa dan selalu memuji Denisa. Dan tak menyadari Daniel mengepalkan tangannya saat mendengar perkataannya, jika banyak dokter lelaki yang menyukai ibu dari anaknya itu.
Denisa terharu mendengar pujian itu, ia merasa bersalah pada Amanda karena keberadaannya disini, dia seperti seorang selingkuhan saja.
Sudah hampir tiga puluh menit Amanda berada disana, namun belum juga ada tanda Amanda akan pulang, Amanda menunjukkan perhatiannya pada Daniel, membuat Daniel muak, dia gelisah terpikirkan Denisa, otaknya berkelana tak karuan, takut terjadi apa-apa pada Denisa.
"Aku harap kamu tidak mati Denisa, masih banyak dosa mu padaku yang harus kamu tebus." gumamnya dalam hati.
Denisa yang merasa penasaran dengan apa yang dilakukan oleh dua manusia itu mengintip, dia membuka sedikit pintu lemari itu.
Hatinya langsung berdenyut ngilu melihat pemandangan itu.
Dimana keduanya saling menggenggam tangan begitu mesra, Amanda sambil mengusap rambut Daniel yang sedang merebahkan kepalanya di paha Amanda.
Denisa menutup kembali pintu lemari perlahan, matanya mulai mengembun, bodoh, kenapa dai ingin tahu dan berujung dia sakit hati sendiri. Denisa tak kuasa harus melihat kemesraan mantan suaminya bersama tunangannya.
Dilain tempat, Ricko mulai khawatir karena Denisa belum juga kembali, dia mencoba menghubungi ponsel Denisa.
Drttt drttt drttt
Suara getar ponsel Denisa terdengar membuat Amanda dan Daniel yang sedang bermesraan itu terkejut, begitu juga Denisa, dia begitu panik. Cepat Denisa menahan ponselnya ke dalam pangkuan agar suara getaran gadgednya tak terdengar sampai keluar.
"Suara apa itu Mas? Kayak suara hape?" tanya Amanda.
"Paling juga itu suara hape Wahyu yang dia sembunyiin." Daniel melihat lemarinya yang tak tertutup rapat itu, dia tersenyum, menebak pasti Denisa mengintip dan melihat apa yang dilakukannya.
Di dalam lemari sana, Denisa mengecek ponselnya yang kembali bergetar, dia melihat pop-up pesan dari Ricko yang mengkhawatirkannya.
"Nis, kamu dimana? Apa pasiennya gawat, kalau gawat rujuk untuk rawat inap saja." Denisa tak berniat membuka pesan Ricko karena dia tak tahu harus menjawab apa, hatinya terenyuh membaca pesan dari Ricko. Denisa teringat perkataan Amanda beberapa menit lalu.
"Aku nyaman banget ditemani kamu tidur seperti ini Amanda, rasanya aku ingin sakit terus biar kamu selalu temani aku tidur. Sayang pernikahan kita masih lama ya."
Rasanya Denisa ingin segera keluar dari persembunyianya saat ini juga karena tak tahan harus mendengar kemesraan kedua orang diluar sana, kalau saja dia memikirkan perasaan Amanda.
Sudah dia kepanasan didalam sana, ditambah lagi ucapan-ucapan yang Daniel lontarkan seolah membuat hatinya menjadi mendidih.
Amanda sendiri terkekeh dengan sifat Daniel yang tiba-tiba manja padanya.
"Sabar ya mas, tunggu papa ku benar-benar sehat, biar dia bisa menikahkan kita, menjadi wali ku nanti."
"Pasti sayang, aku akan sabar menunggu waktu itu tiba, dan kita akan merajut malam indah kita bersama, kita sama-sama menikmati kewajiban kita sebagai suami istri, bukan hanya satu yang menikmati," ucapnya sambil melirik pada lemari itu.
"Maksudnya menikmati sendiri bagaimana, mas? memang ada yang seperti itu."
"Oh ada, pasangannya itu sedang mabuk, dan seseorang memanfaatkan keadaan itu, seperti itulah kira-kira. Itu bisa dikatakan penipuan bukan?"
"Emm, mungkin juga mas, aku nggak paham masalah hukum."
Sakit, sakit sekali hati Denisa mendengar ucapan Daniel yang sengaja mengungkit kesalahannya. Dia berjanji tak akan membiarkan Daniel untuk menemui Dara sedikitpun, ini memang kesalahannya, Dara anaknya, tak akan ia beritahu siapa papinya yang sebenarnya, benar pilihannya yang mengatakan jika Daniel telah berada di surga.
Bel apartemen Daniel berbunyi.
"Biar aku aja yang buka mas?" Daniel mengangkat kepalanya membiarkan Amanda membuka pintu itu.
Saat Amanda telah keluar, Daniel melihat keadaan Denisa. Tubuh Denisa sudah basah keringat, wajah Denisa begitu kacau sebab dia menangis karena mendengar setiap perkataan Daniel.
Rasa khawatir tak bisa Daniel sembunyikan, apalagi Denisa yang tak mau melihatnya sama sekali, terlihat wajah Denisa yang penuh amarah dan kebencian.
Daniel merendahkan tubuhnya, melipat lutut melihat keadaan Denisa. "Denisa-" tangan yang akan menyentuh pipi Denisa itu langsung ditepis kasar oleh Denisa, membuat Daniel terkejut.
Denisa berdiri dan keluar dari sana. "Denisa tunggu," Daniel kembali menahan Denisa dengan suara pelan yang ditekankan, "aku belum mengizinkan mu keluar."
"Kenapa? Belum puas balas dendamnya? Setidaknya kamu pikirin diluar sana ada anak kecil yang menunggu ibunya pulang, Pak. Anda boleh membenci ibunya dan bisa membunuh ibunya saat ini juga. Tapi anda harus sadar kehadiran anda tidak akan bisa menggantikan posisi ibunya sampai kapanpun."
Dada Denisa sampai naik turun karena emosi dengan air mata yang meluncur deras, netra coklat itu menatap penuh kebencian.
Daniel yang melihatnya baru menyadari jika dia salah, dan hatinya ikut terluka melihat wanita didepanya menangis, dia kembali menyakiti hati wanita itu, untuk kesekian kalinya.
"Dengar penjelasan ku Denisa, tunggu sampai Amanda pulang, dan-"
Denisa tak perduli itu, dia menepis cengkraman tangan Daniel, melangkah menuju pintu, namun saat tangannya sudah memegang handle, dia mendengar suara Amanda dan suara yang dikenalnya.
"Loh, Amanda? kamu disini?"
"Iya, ini apartemen Mas Daniel."
"Bukannya pemilik apartemen ini namanya Wahyu? gini Amanda, sejam yang lalu, papa bilang Nisa mendapat pasien bernama Wahyu di alamat ini, tapi sampai sekarang Nisa belum pulang. Seharusnya dia udah selesai kan? Apa Nisa ada disini?"
Daniel yang berdiri dibelakang Denisa ikut mendengar itu.
"Tunggu penjelasan ku, atau kamu akan melihat kedua orang itu tahu kalau aku papi kandung Dara, Denisa." bisik Daniel kembali penuh ancaman dibelakang Denisa, "biar aku selesaikan ini. Tunggulah dikamar mandi agar kamu tidak kepanasan lagi," ujarnya memberikan tempat yang sedikit nyaman.
Denisa berbalik dengan tatapan mendekik tajam. "Kamu harus membayar mahal yang kamu lakukan ini, Daniel Danuarta."