Bagimana jika dimasa lalu kalian dikhianatin sahabat kalian sendiri? Akankah kalian memaafkan orang tersebut? Atau kalian akan membalaskan dendam kalian?
Lalu bagaimana dengan hidup Calista yang di khianati oleh Elvina sahabatnya sendiri. Lalu kemudian ada seseorang laki-laki yang mengejar Calista, namun disatu sisi lain laki-laki itu disukai oleh Elvina.
Bagimana menurut kalian? Akankah Calista memanfaatkan moment ini untuk balas dendam di masa lalu? Atau bahkan Calista akan mendukung hubungan mereka?
Calista tersenyum remeh, lalu memperhatikan penampilan Elvina dari atas sampai bawah. "Pacarnya ya? Pantes, kalian cocok! Sama-sama baj**ngan!" Kata Calista tanpa beban, ia mengacungkan jari tengahnya sebelum ia pergi.
Kepo? Yuk simak cerita kelanjutannya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Njniken, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Barra mengakuinya.
Setelah pulang sekolah, Deolinda hendak menyusul Calista di rumah sakit sejahtera. Ini masih jam 2 siang. Ia juga membawa tas Calista.
Deolinda berjalan ke arah gerbang sembari membawa dua tas tersebut. Ia tidak membawa mobil hari ini karena mobilnya di pakai sang kakak. Seperti biasa gadis itu menaiki bus saat pergi ke sekolah bersama Calista.
Saat ini dia tengah duduk di halte bus, tiba-tiba motor sport berhenti di depannya.
Deolinda hanya melirik sejenak karena tidak peduli apa yang akan di lakukan orang tersebut. Namun saat membuka helm nya, Deolinda jadi tau siapa orang tersebut.
Deolinda yang awalnya duduk menyandar, kini duduk tegak melihat kedatangan Nelson. Ya, seseorang yang menghampirinya adalah Nelson. Deolinda tau di sekolah banyak yang menggunakan motor sport. Namun jika di tutup pakai helm kan, siapa yang tau.
"Nelson? Lo mau ngapain kesini?" Tanya Deolinda yang membuat Nelson terkekeh.
"Hahaha... Lo mau kemana? Ayo gue anterin." Kata Nelson pada Deolinda. Ia juga tersenyum lembut pada Deolinda. Entahlah perasaan Nelson setiap kali bersama Deolinda, cowok itu jadi kalem. Mungkin efek Deolinda yang anaknya kalem kali ya.
Kalau di bandingkan sama Calista. Deolinda ini lebih kalem, sedangkan Calista orangnya blak-blakan.
"Hah! Emang beneran? Gue mau ke rumah sakit nemuin Calista dulu ntar baru pulang. Rencananya sih gitu. So, gue sendiri aja nungguin bus. Ntar ngerepoti elo." Jelas Deolinda.
"Gue nggak keberatan. Gue juga mau jenguk Callista. Karena si Barra kayaknya juga disana. Ayo sekalian gue anter." Kata Nelson langsung berdiri dari duduknya. Ia tak mau berlama-lama karena di halte bus ini panas. Ini siang bolong sekitar jam 2 an Loh. Matahari lagi terik-teriknya.
Sejujurnya Deolinda tidak enak, namun jika seperti ini ya sudahlah. Ada bantuan kenapa nggak di terima aja.
Deolinda pun mengangguk, ia pun kini menaiki motor Nelson. Nelson menoleh ke belakang, ia melihat Deolinda yang membawa dua tas. Merasa kasihan, Nelson pun meraih tas Calista. "Biar gue aja. Gue kan nggak bawa tas." Kata Nelson lalu menyandang tas Calista di punggung nya.
"Njir, tas nya orang pinter apaan sih! Berat juga." Kata Nelson dalam hati. Tas tersebut terasa lebih berat di bandingkan tas lainnya.
Deolinda pun tidak menolak. "Emang tas Lo kemana?" Ya, sejak tadi Deolinda juga baru menyadari jika Nelson tidak membawa tas nya. "Gue nggak pernah bawa tas. Semua buku gue gue taruh di kelas." Kata Nelson membuat Deolinda menepuk jidatnya. Meskipun Nelson termasuk yang agak pintar dan rajin masuk kelas, ternyata nggak ada bedanya juga sama kayak yang lain, nakal!
Mereka pun menuju ke rumah sakit sejahtera.
****
Disaat yang sama
Kini Barra memasuki ruang UGD setelah mendapatkan izin dari mamanya. Ia duduk di samping brankar yang dimana disitu Calista di baringkan dengan mata yang tertutup. Dan juga selang infus yang menancap di tangan kirinya. Wajah Calista juga tidak seperti biasanya. Ini pucat!
Kemudian Barra melihat tangan kanan Calista. Barra syok, ternyata ada banyak bentol di tangan kanannya dan kulitnya menjadi merah.
Barra benar-benar tidak tau apa yang terjadi pada Calista. Setelah ini pasti dia akan mencari tau.
Barra emosi melihat Calista yang terbaring lemah seperti ini. Ia mengulurkan tangannya untuk mengusap dahi Calista, dan terkejut lagi merasakan kulit Calista yang sangat panas.
"Calista, Lo kenapa bisa begini?" Tanya Barra tidak tega. Apakah tangannya itu terkena ulat bulu saat di taman? Atau dia kebanyakan makan seafood. Ah, Barra jadi bingung sendiri.
Tak lama dari itu dua orang datang memasuki ruangan UGD, siapa lagi kalau bukan Deolinda dan Nelson.
Deolinda langsung berdiri di samping Calista.
"Huh! Dia belum bangun dari tadi?" Tanya Deolinda pada Barra. Dan Barra hanya menggeleng lemah.
"Sebenernya dia ini kenapa, kok bisa tiba-tiba sakit?" Tanya Barra karena setahunya Deolinda adalah teman dekat Calista. Dan biasanya teman dekat itu yang paling tahu tentang sahabatnya kan.
"Dia tadi gatal-gatal tangannya terus gue bawa ke UKS. Gue heran kenapa bisa kena uler, gue sama teman-teman lainnya ngebongkar loker Calista dan ternyata ada ulat bulu disana. Ulatnya lumayan bahaya." Jelas Deolinda.
Barra menjadi semakin penasaran. Ulat bulu? Bukankah sekolah ini selalu di jaga kebersihannya?
"Kok bisa ada ulat bulu?" Tanya Barra. Dan Deolinda menggeleng.
"Dia di jebak sama orang!" Celetuk Nelson yang membuat Deolinda dan Barra menoleh pada Nelson.
"Maksud Lo apaan?" Tanya Barra lagi.
"Lo tadi nyuruh Niko buat ngawasin Seseorang kan? Dan gue ikut waktu itu. Ya benar dia pelakunya." Kata Nelson membuat Barra membelalakkan matanya. Dia emosi setengah mati saat ini. Tangannya mengepal ingin meluapkan emosinya namun sadar dia ada di rumah sakit.
"Bangsat Lo! Kenapa nggak ngomong? Kenapa Lo nggak nyegah itu?"
"Ya, gue pikir itu cuma apaan. Terus biarin aja ini menjadi bukti terus dia dihukum." Jawab Nelson dengan entengnya membuat Barra menatapnya tajam. "Hehehe bercanda. Sejujurnya gue nggak tau kalau tuh ulet bisa sampai nyakitin kayak gini. Gue pikir itu cuma iseng buat ngerjain orang aja supaya takut. Eh, ternyata tuh ulet bahaya." Lanjutnya.
Sedangkan Deolinda yang mendengar percakapan itu bingung. Ia tidak tau siapa yang melakukan hal jahat seperti itu.
"Gue nggak ngerti, emang itu siapa?"
"Elvina!" Kata Nelson. Mendengar nama itu dada Deolinda langsung bergemuruh. Emosi pun juga menguasai tubuhnya. Benar-benar teman jahat! Pengkhianat!
"Calista, gue nggak akan biarin tuh orang tenang hidupnya!" Kata Barra. Demi Calista ia rela melakukan apapun. Ops... Barra kayaknya sudah sadar kalau dia jatuh cinta.
****
Di markas Wolf
Kini Barra tidur termenung di atas kasurnya sembari melihat langit di atapnya. Barra merenungkan perasaannya.
"Oke! Gue udah jatuh cinta sama tuh cewek! Oke nggak papa." Kata Barra dalam hati. Kini ia mengakui perasaannya. "Calista harus jadi milik gue dan nggak akan pernah gue izinin siapapun nyakitin dia."
"Elvina! Lo menjadi orang pertama yang gue incar!" Kata Barra. Emosi kembali naik dikala mengingat ulah Elvina.
Barra pun keluar dari kamarnya dan ingin berkumpul dengan teman-temannya. Ia duduk di sofa panjang dengan Nelson, Daren, dan Niko, serta Gilang juga.
Ia tersenyum seperti iblis ketika otaknya berfikir hukuman apa yang pantas untuk si Mak lampir itu.
Daren, yang di samping Barra pun tau apa yang di pikirkan Barra. Ia sudah mendengar dari Nelson jika Barra tidak terima dengan kejadian Calista.
"Udah cinta banget ya sama dia? Sampe lu segitunya?" Celetuk Daren yang membuat semuanya menoleh.
"Ya, mau gimana lagi? Tuh cewek menarik!" Kata Barra sembari menyalakan batang rokoknya.
"Tuh, benar kan. Elo pasti jatuh cinta Barra!" Tekan Gilang yang sudah menduga sejak awal.
"Gue punya bukti rekaman yang lebih kuat lagi. Dia sekongkol sama emaknya!" Ucap Daren.
"Ha!" Semua orang menoleh pada Daren.