Tentang seorang menantu yang tidak di perlakukan baik oleh keluarga suaminya.
Setiap hari nya harus menahan diri dan memendam sakit hati.
Lalu di tengah kesuksesan yang baru di reguknya, rumah tangganya di terpa badai pengkhianatan.
Akankah dirinya mampu bertahan dengan rumah tangganya?
Cerita ini belatar kehidupan di daerah Sumatera, khusunya suku Melayu. Untuk bahasa, Lebih ke Indonesia supaya pembaca lebih memahami.
Jika tidak suka silakan di skip, dan mohon tidak memberi penilaian buruk.🙏
Silakan memberi kritik dan saran yang membangun🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juniar Yasir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Ramdan
Setelah tadi malam mereka berbicara masalah Ramdan, pagi ini orang tua Sari kembali ke rumah Sari. Mereka akan pulang ke Siak. Ayah Sari menasihati anaknya dan memberi kekuatan. Mereka takut Sari kepikiran dan malah jatuh sakit.
“Mak, kalian jangan risau dengan masalah ini, Sari bisa melewati semua ni. Maafkan Sari tidak memberi tahu, karena tidak ingin Bapak dengan Mak risau dan jatuh sakit. Sari akan mengurus perceraian secepatnya dan Sari janji tidak akan bersedih. Mak Bapak percaya Sari kan?’’ ucap Sari meyakinkan kedua orangtuanya.
“Ya!, Kami juga tidak patut untuk ikut campur masalah keluarga kau. Tugas kami sebagai orang tua hanya mendo'akan saja. Semoga kau kuat menjalani cobaan dari Allah SWT. Bapak dan Mak hari ini balik seberang. Jaga diri kau baik-baik. Jaga juga mertuamu tu. Bapak lihat Dia yang kuat terpukul oleh kelakuan laki tak guna kau tu.’’ nasihat orang tua Sari. Masih kesal dengan ulah Ramdan.
“Insya Allah Pak, do'a kan selalu sari serta anak-anak. Iya, bapak betul. Mak mertua Sari betul-betul terguncang jiwa nya mengetahui ulah bang Ramdan. Sebetulnya bukan hanya di foto itu, bang Ramdan telah menikah siri dengan wanita itu dan di kabarkan hamil.’’ Sari memberi tahukan semua fakta.
“Apa?!_’’ kali ini Ibu Sari yang tak kalah terkejutnya.
“Astaghfirullahal'aziim. Sungguh kejamnya ternyata kau Ramdan, sampai hati menduakan anak ku. Ya Allah pak! Sari masih muda akan menjadi janda. Belum lagi anak-anaknya anak kurang kasih sayang ayahnya.’’ tuturnya sedih.
Ibu Sari tidak lagi bisa menahan sesak di dadanya. Sudah dari tadi malam dirinya menahan kesedihannya. Sebagai orang tua, tentu dirinya tidak menyangka rumah tangga anaknya akan hancur begini. Ramdan yang di kira nya suami yang baik untuk sang anak, ternyata Beruk berbulu domba.
Sedang ayah Sari, kembali menyala emosinya. Tapi, sebisa mungkin dirinya menanyakan emosi. Orang yang membuatnya emosi juga tidak ada disini. Jika saja Ramdan ada disini, tentu sudah dirinya hajar habis-habisan.
“Sudah Mak, jangan macam ni. Sari baik-baik saja. Mak tau Sari kan? Sari bukan wanita lemah. Tak akan Sari biar orang untuk menyakiti, menjatuhkan apalagi menghina Sari.’’ ucap Sari menenangkan sang Ibu.
“Iya Buk, Sari anak kita anak yang tangguh serta kuat. Jangan risaukan Dia, cukup kita do'akan Dia dan cucu kita’’ timpal Bapak Sari.
Ibu nya Sari hanya mengangguk saja.
Setelah kedua orang tua nya pulang, Sari juga bersiap-siap. Selepas Zuhur ini dirinya akan menemani Ibu mertuanya pulang kampung. Malam ini Sarimah berencana akan menginap di rumahnya. Bersilaturahmi dengan tetangga sekitar. Sari pun akan ikut menginap, anak-anak akan di bawa oleh Beni.
Setelah semua keluar rumah, Sari mengunci pintu rumahnya. Sari hanya membawa beberapa pakaian baru anak-anak dan dirinya sedikit, karena pakaian harian mereka masih ada di kampung.
Mereka kini dalam perjalanan pulang, di pertengahan perjalanan, Sari mengajak mereka semua istirahat sejenak di warung makan. Sebentar lagi memasuki waktu sholat ashar, kebetulan lokasi warung makan ini tidak jauh dari mushola.
Sari memesan bakso saja, karena di rumah tadi mereka sudah makan. Anak-anaknya begitu lahap makan, karena umumnya anak-anak menyukai bakso.
“Ayuk Bu, kita Ashar dulu. Ben, tolong jaga adik-adik dulu. Nanti giliran.’’
Sari dan Sarimah menuju tempat wudhu.
Beni berjalan di sekitar warung, karena ponselnya di sini tidak ada signal nya. SIM beni jika di bawa ke kampung tidak ada jaringannya. Saat akan kembali ke wa rung setelah mengirim pesan, tak sengaja netranya melihat mobil yang di dalamnya di kendarai oleh Ramdan.
“Dari mana Dia?’’ gumam Beni mengedikkan bahu acuh, lalu kembali ke warung.
.
.
Setelah semua selesai, mereka melanjutkan perjalanan. 30 menit kemudian, mereka tiba di rumah Sarimah. Rahmi yang mendengar kendaraan segera membuka pintu. Dirinya sedang membuat bolu pesanan tetangga yang akan mengadakan rombongan untuk para pemuda.
“Assalamu'alaikum’’ ucap mereka.
“Wa'alaikum salam’’ jawab Rahmi menyalami tangan semua orang, kecuali Beni. Dirinya menjadi canggung setelah di ledek oleh Rahmah dan Yati kemarin.
“Ai apa pula budak ni jadi kaku macam pokok pisang ni? Senyum-senyum macam kerang busuknya.’’ ucap Sarimah heran melihat wajah malu Rahmi.
“Maklum Bu, malu Dia sama calon imam.’' kini giliran Sari yang meledek Rahmi.
Rahmi langsung ke dapur, berpura-pura tidak mendengar. Dia membuat teh hangat dan menaruh kue ke piring.
“Banyak kau buat kue mi?’’ tanya Sari.
“Iya kak, menantu Mak cik Hindun pesan untuk rombong kawan gurunya besok.’’ jawab Rahmi.
“Alhamdulillah rezeki ya mi, apa kau tak ada niatnya buka warung kecil untuk jual kue?’’ Sari mencomot kue potongan sisa.
“Ada kak. Rencana macam tu, tapi duit belum cukup, masih nabung. Hehe’’ Rahmi nyengir.
Mereka duduk di gazebo depan. Sudah lama mereka tidak duduk santai di sini. Terakhir kali saat orang tua Sari menginap waktu itu.
Beni yang jarang ke kampung, celingak-celinguk melihat sekitar. Tak sengaja matanya melihat arah pintu rumah Sarimah. Matanya membola setelah membaca kertas di pintu.
“Kak, Nek, lihat itu!’’ ucapnya menunjuk arah pintu.
Mereka semua melihat ke arah pintu. Terlihat ada kertas di tempelkan di sana. Sarimah berjalan ke arah pintu di ikuti mereka dari belakang. Sarimah mengambil kertas yang tertempel dan membacanya teliti. mereka seketika kaget setelah membaca.
“Kenapa ada kertas jual rumah begini dan Siapa yang menjual rumah ini?.. Ya Allah. ni lah rumah satu-satunya peninggalan ayahnya.’’ Tangisnya pecah.
Setelah menyobek kertas itu, Rahmah segera masuk rumah dan menuju kamarnya. Terlihat semua pakaian berhamburan dari almari. Hati Sarimah sudah mulai tidak enak. Segera Dia menuju almari yang terbuka itu. Dah benar saja, perhiasannya lenyap.
Belum hilang rasa terkejutnya, kini di dalam almari. Tidak di temukannya perhiasan, surat-surat Rumah dan tanah.
“Allahu Akbar. Ya Allah, siapa yang tega betul buat Mak cik macam ni?... Mak cik, Rahmi betul-betul tak tau soal ni. Tadi pagi Rahmi ke rumah kak rahmi meminjam pengenjot bolu (whisk). Tapi saat Rahmi balik, tak ada pun yang mencurigakan’’ ucap Rahmi yang terkejut. Dia menjadi ketakutan, takut di tuduh dan dia anggap tidak bisa menjaga rumah Sarimah.
“Sudah, kau tak salah. Aku percaya, sebab tadi aku ke warung melihat mu masuk rumah kakakmu.’’ ucap Yati yang baru datang.
Dia yang sedang membereskan rumah yang sudah lama di tinggal, mendengar tangisan dari arah rumah Ibunya segera saja berlari menuju rumah Sarimah.
“Tadi aku melihat mobil putih yang di kendarai oleh ramdan.’’ ucap Beni yang tak lagi menggunakan kata Abang. Karena Dia juga marah setelah mendengar saudaranya di selingkuhi.
“Pasti ini ulah jantan bajingan itu. Makin menjadi saja ku tengoknya Dia tu. Tak cukup Dia buat ulah, kini Dia kembali buat kelaku. Ntah apa lagi rencana Dia tu.’’ timpal Yati yang merasa curiga terhadap Abang nya.
Sari hanya diam saja. Sebenarnya hatinya pun mulai tidak nyaman mendengar ucapan Yati. Dirinya jadi ingat ucapan Ramdan yang seolah mengancam nya. Tapi karena tidak ingin mertuanya makin drop, Sari berusaha terlihat tenang. Dirinya segera ke dapur mengambil minuman.
“Ni Bu, minum dulu obatnya.’’ ujar Sari memberi obat dan air.
“Untunglah kakak masih ingat obat Mak.’’ Yati merasa lega. Dia khawatir Mak nya akan semakin kepikiran dan berakhir drop. Sari hanya mengangguk saja.
“Bawa Mak masuk kamar kami dulu saja Yat!’’ Yati segera memapah Sarimah.
Orang tua ini sudah tidak punya tenaga untuk berkata apapun. Hatinya terlanjur hancur karena ulah anak sendiri.