Alya dan Randy telah bersahabat sejak kecil, namun perjodohan yang diatur oleh kedua orang tua mereka demi kepentingan bisnis membuat hubungan mereka menjadi rumit. Bagi Alya, Randy hanyalah sahabat, tidak lebih. Sedangkan Randy, yang telah lama menyimpan perasaan untuk Alya, memilih untuk mengalah dan meyakinkan orang tuanya membatalkan perjodohan itu demi kebahagiaan Alya.
Di tengah kebingungannya. Alya bertemu dengan seorang pria misterius di teras cafe. Dingin, keras, dan penuh teka-teki, justru menarik Alya ke dalam pesonanya. Meski tampak acuh, Alya tidak menyerah mendekatinya. Namun, dia tidak tahu bahwa laki-laki itu menyimpan masa lalu kelam yang bisa menghancurkannya.
Sementara itu, Randy yang kini menjadi CEO perusahaan keluarganya, mulai tertarik pada seorang wanita sederhana bernama Nadine, seorang cleaning service di kantornya. Nadine memiliki pesona lembut dan penuh rahasia.
Apakah mereka bisa melawan takdir, atau justru takdir yang akan menghancurkan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sorekelabu [A], isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Ketertarikan yang Berbahaya
Bab 15: Ketertarikan yang Berbahaya
Nadine tidak tahu kapan semuanya mulai berubah.
Sejak awal, ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjaga jarak. Ia hanya seorang cleaning service, sementara Randy adalah CEO perusahaan ini. Mereka berasal dari dunia yang berbeda.
Namun, semakin hari, semakin sulit baginya untuk mengabaikan pria itu.
Tatapan-tatapan rahasia. Perhatian kecil yang selalu datang tanpa diminta. Dan kata-kata yang masih terngiang di kepalanya.
"Tapi itu tidak akan mengubah perasaanku."
Nadine menggeleng cepat. Tidak. Ia tidak boleh membiarkan pikirannya mengembara ke arah itu.
Namun, hati kecilnya berkata lain.
Karena meskipun ia berusaha sekuat tenaga untuk menjaga jarak, ia tahu bahwa dirinya tidak sepenuhnya kebal terhadap pesona Randy.
Dan itu berbahaya.
***
Pagi itu, Nadine sedang mengelap meja ketika seseorang mendekatinya.
"Nadine."
Suara itu langsung membuatnya menegang. Ia tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang baru saja memanggil namanya.
"Selamat pagi, Pak Randy," ucapnya formal, berusaha menjaga nada suaranya tetap netral.
"Apa kamu sibuk?"
Nadine melirik kain lap di tangannya. "Saya sedang bekerja, Pak."
Randy mengangguk, tetapi bukannya pergi, pria itu justru menarik kursi dan duduk di dekatnya.
"Kamu kelihatan lelah," komentar Randy. "Kamu tidur cukup?"
Nadine menghentikan gerakannya sejenak.
Kenapa pria ini selalu memperhatikannya sampai ke hal sekecil ini?
"Saya baik-baik saja," jawabnya singkat.
Namun, Randy tetap menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak.
"Kamu masih menghindari ku," katanya akhirnya.
Nadine menghela napas pelan. "Saya tidak menghindar, Pak. Saya hanya..."
"Menjaga jarak?" tebak Randy.
Nadine mengangguk, tidak bisa membantah.
"Kamu takut?"
Pertanyaan itu membuat Nadine menegang.
Takut?
Ya, ia memang takut. Takut jika ia membiarkan dirinya terlalu dekat, semua rahasia yang ia simpan akan terbuka.
Takut jika Randy tahu siapa dirinya sebenarnya, pria itu akan menjauh.
Takut... jika hatinya akhirnya jatuh pada seseorang yang seharusnya tidak bisa ia miliki.
"Pak Randy..." Nadine menatapnya dengan penuh keraguan. "Saya cuma nggak mau ada masalah."
Randy terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. "Aku juga nggak mau ada masalah, Nadine. Tapi aku juga nggak bisa pura-pura nggak peduli."
Deg.
Jantung Nadine berdetak lebih cepat.
"Saya harus kembali bekerja," katanya buru-buru, sebelum pria itu bisa mengatakan hal lain yang mungkin akan semakin menggoyahkan pertahanannya.
Namun, saat ia berbalik dan berjalan pergi, ia masih bisa merasakan tatapan Randy yang mengikutinya.
Tatapan yang membuatnya sadar bahwa apa yang mereka rasakan bukanlah sesuatu yang bisa dengan mudah diabaikan.
Dan itulah yang membuatnya semakin takut.
Karena ketertarikan ini bukan hanya sekadar perasaan biasa.
Ketertarikan ini adalah sesuatu yang bisa menghancurkan mereka berdua.
***
Siang itu, Nadine berusaha mengalihkan pikirannya dengan fokus bekerja. Namun, tetap saja bayangan Randy terus mengganggunya.
Saat ia sedang mengganti tisu di toilet karyawan, seorang rekan kerja mendekatinya.
"Nadine," bisik wanita itu. "Aku dengar kamu dekat sama Pak Randy."
Nadine terkejut. "Hah? Enggak, dari mana kamu dengar itu?"
"Ah, masa sih? Aku sering lihat Pak Randy memerhatikan kamu. Terus, dia juga suka nyari alasan buat ngobrol sama kamu," goda wanita itu.
Nadine menelan ludah. Jadi orang-orang sudah mulai memperhatikan?
"Enggak ada apa-apa antara saya dan Pak Randy," kata Nadine cepat. "Tolong jangan menyebarkan gosip yang nggak benar."
Wanita itu mengangkat bahu. "Ya, aku sih cuma bilang yang aku lihat. Tapi kalau kamu nggak hati-hati, nanti bisa jadi masalah, lho."
Setelah wanita itu pergi, Nadine bersandar di wastafel, menghembuskan napas panjang.
Benar.
Inilah yang ia takutkan.
Jika orang-orang mulai berbicara, semuanya bisa semakin rumit.
***
Malam harinya, saat Nadine sudah berada di kosannya, ponselnya bergetar.
Sebuah pesan dari nomor yang sudah ia hafal.
Randy: Besok siang kamu ada waktu? Aku mau ajak makan siang lagi.
Nadine menatap pesan itu cukup lama sebelum akhirnya membalas.
Nadine: Terima kasih, Pak. Tapi saya harus menolak.
Tak butuh waktu lama, Randy langsung membalas.
Randy: Kenapa?
Nadine menghela napas.
Nadine: Saya tidak ingin ada gosip lagi.
Hening cukup lama sebelum akhirnya ada balasan lagi.
Randy: Jadi kamu peduli dengan omongan orang?
Nadine: Saya peduli dengan pekerjaan saya.
Kali ini, Randy tidak langsung membalas.
Nadine menggigit bibirnya, berharap pria itu mengerti dan berhenti berusaha mendekatinya.
Namun, tak lama kemudian, satu pesan masuk lagi.
Randy: Baiklah. Kalau begitu, lain kali aku akan cari alasan yang lebih baik untuk bertemu denganmu.
Nadine tertegun.
Randy tidak akan menyerah.
Dan itu membuatnya semakin sadar bahwa ini adalah ketertarikan yang berbahaya.
Karena semakin Randy mengejarnya, semakin sulit bagi Nadine untuk tetap bertahan.
Dan jika ia jatuh terlalu dalam, ia tahu—tidak akan ada jalan keluar yang mudah.