"Aku istrimu, Aditya! Bukan dia!" Aurelia menatap suaminya yang berdiri di ambang pintu, tangan masih menggenggam jemari Karina. Hatinya robek. Lima tahun pernikahan dihancurkan dalam sekejap.
Aditya mendesah. "Aku mencintainya, Aurel. Kau harus mengerti."
Mengerti? Bagaimana mungkin? Rumah tangga yang ia bangun dengan cinta kini menjadi puing. Karina tersenyum menang, seolah Aurelia hanya bayang-bayang masa lalu.
Tapi Aurelia bukan wanita lemah. Jika Aditya pikir ia akan meratap dan menerima, ia salah besar. Pengkhianatan ini harus dibayar—dengan cara yang tak akan pernah mereka duga.
Jangan lupa like, komentar, subscribe ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26 - KELUARNYA ADITYA DAN KALINA
"Kamu yakin dia bakal datang?" tanya Aditya dengan suara penuh kecurigaan, kedua matanya menatap gerbang kantor polisi yang tertutup rapat. Ia tampak gelisah, bahkan sejak satu jam lalu setelah Kalina menyelinap ke ruangan kecil untuk menelepon seseorang.
Kalina menyilangkan tangan di dada, wajahnya terlihat dingin namun berkilat penuh keyakinan. "Orang itu berutang budi padaku. Dia tidak akan mengecewakan."
Beberapa detik kemudian, suara deru mobil mewah terdengar memasuki halaman depan. Seorang pria berjas hitam turun dari kursi belakang dengan langkah mantap. Polisi yang berjaga langsung menghampirinya dengan sikap hormat. Kalina dan Aditya saling pandang.
"Itu dia," bisik Kalina.
Tak butuh waktu lama, pintu tahanan terbuka. Aditya dan Kalina dipersilakan keluar, seolah tak pernah terjadi apa pun. Seolah dosa-dosa mereka tak pernah terekam, seolah mereka hanyalah warga biasa yang bebas dan berkuasa. Tak ada interogasi lanjutan, tak ada penahanan tambahan.
Namun, yang tak mereka tahu, semua itu hanyalah bagian dari panggung besar yang sudah disusun rapi oleh Aurelia dan Reyhan. Setiap gerakan, setiap sandiwara yang mereka mainkan kini tengah dipantau ketat oleh Raka dari jauh.
"Kita sebaiknya tidak kembali ke rumahmu. Kita harus bersembunyi sementara," ujar Aditya sambil membuka pintu mobil.
Kalina mendengus. "Aku tidak mau lari. Rumah itu milikku. Kenapa harus takut? Mereka tidak punya bukti."
"Kamu terlalu percaya diri, Kalina. Kita mungkin lolos hari ini, tapi aku tidak yakin tentang besok."
"Kamu pengecut, Aditya! Dulu kamu yang bersikeras menjatuhkan Aurelia, sekarang kamu yang gemetaran sendiri!"
"Aku tidak pengecut! Aku cuma lebih sadar dari kamu!"
Mobil yang mereka tumpangi mulai melaju ke arah rumah Kalina. Di dalamnya, perdebatan terus menggelegak panas. Kata-kata kasar, sindiran tajam, bahkan tuduhan saling mengkhianati terus bersahut-sahutan.
"Kau pikir kau bisa hidup tanpa aku? Siapa yang selamatkanmu dari perceraian dan kebangkrutan, hah?" teriak Kalina dengan mata memerah.
"Kalau bukan karena kamu juga, aku nggak akan sampai sejauh ini dalam lumpur! Kamu penghasut! Kamu racun, Kalina!"
Suasana makin panas. Kalina tak tahan, tangannya mendorong dada Aditya yang tengah menyetir. Mobil pun oleng sesaat.
"Jangan main-main! Kita bisa celaka!" pekik Aditya.
"Aku lebih baik mati daripada hidup seperti ini!"
Berikut adalah lanjutan bagian no 4 dan 5 dengan penulisan yang dramatis, panjang, dan penuh ketegangan:
Mobil itu melaju kencang menembus gelapnya malam. Hujan turun rintik-rintik, menyisakan embun di kaca depan yang tak sepenuhnya bisa dibersihkan oleh wiper yang berayun cepat. Kalina memelototi Aditya dari jok penumpang, dadanya naik turun menahan emosi.
“Aku bilang belok kiri! Kau mau ke mana, hah?! Jangan bodoh, Aditya!” Kalina membentak sambil mencengkram tasnya erat.
Aditya menggertakkan giginya. “Aku tahu apa yang kulakukan! Kau pikir aku sebodoh itu sampai harus dikendalikan wanita seperti kau?! Sudah cukup kau mempermalukanku selama ini!”
“Mempermalukanmu? Aku yang hancur karena ikut rencana bodohmu! Lihat kita sekarang! Dituduh, dipermalukan, dan semua orang menganggap kita sampah! Itu semua karena egomu!”
Petir menyambar langit di atas mereka, seolah mengiringi kemarahan yang membuncah di dalam mobil. Jalanan mulai licin, lampu-lampu kendaraan lain tampak buram oleh embun. Tapi Aditya tetap menekan pedal gas lebih dalam, matanya merah penuh amarah.
“Aku tak akan kalah dari Aurelia! Tidak akan!” teriaknya.
“Dia lebih cerdas! Bahkan lebih cerdik dari kita berdua! Dan kau tak sadar sudah terjebak dalam skenarionya!” Kalina berteriak, tangannya menunjuk ke depan. “Awas!!”
Brakk!
Mobil mereka menabrak pembatas jalan dengan keras, terpelanting ke sisi kiri jalan dan terguling dua kali sebelum berhenti dalam posisi terbalik. Kaca depan pecah, suara alarm mobil meraung-raung, dan percikan api mulai terlihat dari bagian mesin.
Orang-orang mulai berdatangan. Beberapa berusaha memanggil ambulans. Sementara itu, dari kejauhan, sebuah drone kecil melayang—mengambil rekaman video diam-diam. Di balik monitor, Raka menatap layar dengan wajah serius.
Kaca depan pecah. Asap mengepul dari kap mobil. Sirene mobil lain terdengar samar, namun malam itu seperti membungkam semuanya.
Darah menetes dari pelipis Aditya, tubuhnya terjepit. Kalina terengah-engah, matanya terbuka namun tubuhnya gemetar tak berdaya.
Di kejauhan, dari atas bukit kecil yang menghadap ke tempat kecelakaan, seseorang berdiri dengan mantel hitam panjang. Di tangannya, sebuah ponsel menyala.
“Target terkonfirmasi. Lokasi tepat di koordinat yang sudah dikirim,” ucapnya lirih, lalu menutup telepon dan berbalik, siluetnya menghilang di balik kabut tipis malam.
"Sesuai dugaan. Mereka makin ceroboh di bawah tekanan," gumamnya.
Reyhan muncul dari balik ruang monitor. "Langkah selanjutnya?"
Raka tersenyum miring. "Kita buat mereka benar-benar merasa kehilangan segalanya... tepat sebelum kita hancurkan semua yang tersisa."
Sementara itu, di rumah kediaman Pak Surya, Aurelia berdiri di depan jendela besar. Angin malam meniup tirai putih yang melambai tenang.
"Saatnya balas dendam dengan cara paling tenang, tapi paling menghancurkan," bisiknya sambil menggenggam sebuah surat lama dari Pak Surya yang belum ia buka.
Suara ketukan terdengar dari pintu ruang kerjanya. Ketika Aurelia membuka pintu, seorang pria berpakaian petugas medis berdiri di sana. Namun, bukan wajahnya yang membuat Aurelia terdiam membeku, melainkan lencana kecil di dadanya: "RS Jerman—Pemulihan Psikologis Pasien: Kalina Suryani."
"Kami diinstruksikan untuk menjemput pasien yang kabur atas nama Kalina. Kami mendapat informasi dia mengalami trauma berat dan... bisa membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain."
Aurelia menoleh perlahan pada Reyhan yang muncul di belakangnya. "Apakah ini—"
Reyhan hanya tersenyum kecil. "Kita belum selesai, Lia. Belum sama sekali."
(BERSAMBUNG KE BAB SELANJUTNYA)
kadang dituliskan "Aurelnya pergi meninggalkan ruangan tsb dengan Anggun"
Namun.. berlanjut, kalau Aurel masih ada kembali diruangan tsb 😁😁🙏