Karya ini menceritakan tentang seorang karakter utama yang di reinkarnasi menjadi semut di dunia fantasy.
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HZ77, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Livia yang sebenarnya
Di saat Ryzef masih diliputi keraguan, pandangannya tak sengaja menangkap sesuatu—Livia, yang berdiri di depan mayat Yoris, menyerap segumpal energi abu-abu yang tampak seperti asap meliuk dari tubuh naga itu.
Energi itu tampak menggeliat seperti hidup, dan ketika menyatu ke tubuh Livia, Ryzef mendadak merasa mual. Bukan karena takut—tapi karena naluri tubuhnya benar-benar menolak. Ada sensasi ngilu menjalar dari punggungnya, seperti tubuhnya tahu bahwa energi itu bukan untuk makhluk biasa.
Kemudian, samar-samar terdengar jeritan...
Jeritan lirih yang seolah berasal dari dalam tubuh Yoris. Suara itu menyayat, penuh penderitaan, seperti roh yang dikurung dan diseret paksa keluar.
Ryzef terpaku.
“Livia… Apa yang kau lakukan...?” gumamnya lirih.
Namun, suara lain lebih cepat dari keraguannya.
[Ryzef, tidak ada waktu lagi untuk ragu... Cepat ambil Demonic Core itu!]
Ryzef terdiam sejenak. Lalu menggigit bibirnya, menatap punggung Livia yang masih terfokus pada ritual anehnya.
“Maaf…” ucapnya lirih, hampir tak terdengar.
Dengan langkah cepat dan napas tertahan, ia menerjang maju.
“AAARGH!!!”
Dengan satu lengannya yang berubah tajam oleh kekuatan Transcendent, ia menusuk tubuh Livia dari belakang—menembus daging, tulang, dan langsung menuju jantung.
Tangan kirinya masuk begitu dalam dan mencengkeram sesuatu yang hangat dan berdenyut lemah—Demonic Core.
Ia mencabutnya dengan paksa.
Cairan hitam mengucur.
Namun…
Livia tidak tumbang.
Lehernya... berputar perlahan ke kanan, melebihi batas gerakan manusia.
Wajahnya kini berhadapan langsung dengan Ryzef. Tatapan matanya kosong, tak bercahaya, seperti boneka yang kehilangan jiwanya.
“…Kenapa?” bisiknya, suara serak seperti dari tenggorokan kering.
Lalu, Livia menunduk... dan menyeringai.
Setetes air mata mengalir di pipinya, tetapi bukan tangisan lembut—tangisan yang tercampur amarah.
“Kalian semua sama saja…” gumamnya. “Kalian memanfaatkanku… lalu mengkhianatiku…”
Tangannya mengepal erat. Giginya menggeretak.
Kemudian ia mengangkat wajah. Mata yang awalnya kosong kini memancarkan api—api kebencian yang membara.
Senyumnya melebar, tipis dan mengerikan.
“Nanti kubunuh loh…” ucapnya ringan.
Nadanya santai—nyaris seperti bercanda. Tapi hawa yang keluar dari tubuhnya begitu dingin dan mengancam.
Ryzef panik, napasnya tercekat. Ia memutar otaknya, mencoba menjelaskan, meskipun itu terdengar putus asa.
“L-Livia… m-maafkan aku… a-aku juga punya alasan… jadi~”
Sebelum kalimatnya selesai, ia berhenti bicara.
Pandangan matanya terpaku ke depan…
Kedua tangannya...
Menggantung di udara, terpisah dari tubuhnya.
Dia melihat kedua lengan Transcendent-nya melayang, masih memegang Demonic Core, tapi kini terlepas begitu saja.
[Penggunaan kekuatan telah melebihi batas waktu]
[Kekuatan Transcendent dihilangkan secara otomatis]
“…Sial.”
Livia perlahan menatapnya lagi, wajahnya kini benar-benar berubah. Aura mengerikan membungkus tubuhnya, seperti iblis bangkit dari kuburan.
Ryzef mundur satu langkah.
“…Ini buruk…” bisiknya.
“Mati kau…”
Suara itu nyaris tak terdengar, tapi cukup untuk membuat dunia Ryzef seolah melambat.
Dalam sepersekian detik, Livia sudah menerjangnya. Ia bahkan tak melihat jelas bagaimana gerakannya. Yang ia tahu—
Kepalanya terlempar.
Pandangan terakhir yang sempat ia tangkap adalah tubuhnya sendiri... berdiri tanpa tangan dan kepala. Darah memancar seperti hujan merah.
"Apa yang... terjadi...?"
Kegelapan menyambutnya. Kesadarannya mengambang seperti kabut.
Namun, sebelum ia bisa memahami kematian, sebuah rasa sakit menusuk kesadarannya. Tubuhnya terasa berat… dan dingin.
"Ughh... Apa ini..."
Ryzef membuka mata perlahan. Cahaya redup gua membuat segalanya tampak buram. Kedua tangannya tergantung—terrantai di dinding batu.
Ia mengerjap… dan mendapati bahwa kepalanya utuh, tangannya kembali, tubuhnya lengkap.
"Bagaimana... aku bisa—"
“Kau sudah bangun?”
Suara menggema itu...
Ryzef menegang.
Langkah kaki menggema di dalam lorong gelap gua. Perlahan, sosok itu muncul dari balik kegelapan. Rambut pendek yang kusut, tangannya berlumur darah, dan senyuman di wajahnya—lebih menyerupai iblis yang haus penderitaan.
Livia.
“Huhuhu…” ia terkekeh pelan. “Kau beruntung ya…”
Ryzef menahan napas.
“…Karena kau tipeku, jadi aku pikir… kenapa tak sedikit bermain dulu? Hehehe…”
Senyumnya melebar, matanya berbinar aneh—antara tergila-gila dan tergila-gila secara harfiah.
Ryzef berkeringat dingin. Tak bisa bicara. Bahkan untuk berpikir pun otaknya beku.
"Dia gila… dia benar-benar berubah…"
Langkah Livia mendekat, pelan dan sensual. Seperti seorang gadis pemalu yang hendak menyatakan cinta—tapi cinta yang mematikan.
Ia berhenti di depan Ryzef dan meraba lengan kanannya.
“Wah wah…” ucapnya sambil mendesah kecil. “Ototmu bagus juga ya… Ini akan menyenangkan…”
Kuku panjangnya yang tajam menyusuri perlahan sepanjang lengan itu.
Ryzef menahan napas. Matanya melebar, pupilnya mengecil.
Craacck!
“AAARGHHH!!!”
Livia mencabik lengan itu dengan mudah. Daging sobek, darah menyembur, dan rasa sakitnya menghantam seperti petir.
Namun sebelum rasa sakit itu bisa sepenuhnya dirasakan—lengan itu pulih.
Darahnya menarik kembali, otot dan daging tumbuh cepat, dan kulitnya kembali utuh.
Ryzef terengah-engah, napasnya terputus-putus.
Livia tertawa kecil sambil mengamati hasilnya. “Hihihi... Waaaah… keren banget regenerasimu. Cocok nih buat jadi mainan.”
Ia menatap Ryzef dengan wajah manis yang menipu, lalu mencondongkan tubuhnya.
“Jadi…” bisiknya di telinga Ryzef, “kau mau aku mulai dari yang pelan-pelan… atau langsung yang… brutal?”
Ia menegakkan badan, senyumnya berubah—dingin dan penuh hasrat. “Aku sih suka yang berdarah-darah…”
...~𝙱𝚎𝚛𝚜𝚊𝚖𝚋𝚞𝚗𝚐~...