Awalnya Elodie adalah ibu rumah tangga biasa. Istri yang penurut dan ibu yang penuh kasih. Namun sebuah kecelakaan mengubah segalanya.
Sikap dan Perilaku wanita itu berubah 180 derajat. Melupakan segala cinta untuk sang suami dan putra semata wayangnya. Mulai membangkang, berperilaku sesuka hati seingatnya di saat 19 tahun. Namun justru itu memberi warna baru, membuat Grayson menyadari betapa penting istri yang diremehkannya selama ini.
"Mommy."
"Nak, aku bukan mommy kamu."
"Elodie Estelle."
"Grayson Grassel, ayo kita bercerai!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
"Aku sudah menandatanganinya. Kamu tinggal menentukan hari di mana kita akan mengurus perceraian."
Elodie yang terbangun dari tidurnya di tengah malam, membaca pesan masuk itu dengan berbagai perasaan. Ada senang, lega, namun juga sedikit sedih. Hatinya terasa sesak, namun ia mencoba tersenyum untuk menghibur diri sendiri.
"Ternyata lebih cepat. Aku kira dia akan menahan lebih lama," gumamnya sembari mengedikkan bahu, ia akan masa bodoh. Sekarang ia sudah sendiri, tidak terkekang pria menyebalkan itu lagi.
"Jadi aku akan menghasilkan banyak uang! Lebih banyak dari yang berada di dalam rekeningku sekarang."
Wanita itu tersenyum ketika mengingat saldo rekeningnya yang ternyata sangat membuat mata bersinar. Ia juga baru tahu setelah iseng mengecek, untung saja pin yang ia gunakan masih sama seperti dulu.
Elodie menyengir, berusaha tampak bahagia namun hati terdalamnya tak dapat dipungkiri ada rasa sedih.
"Sialan, kenapa makin sesak sih?" gerutunya seorang diri sembari memukul dadanya.
...
Di saat yang sama di sebuah pub ternama, Gray duduk bersama asisten Al yang setia menemani. Pria itu mengerutkan kening saat melihat sang tuan yang minum tiada henti sedari tadi.
"Alistair." Asisten Al bergidik saat namanya tiba-tiba disebut.
"Ya, Tuan."
"Dia tidak mencintaiku lagi. Dia sudah tidak mencintaiku." Gray berkata dengan mata memerah. Ia menatap pedih cincin yang dijatuhkan Elodie siang tadi. Pria itu seakan tidak sadar bahwa ia telah menangis.
"Kau tahu? Dulu dia sangat mencintaiku. Aku, aku juga pernah begitu mencintainya. Tapi sekarang, sekarang dia tidak mau aku lagi."
"Tuan ...."
"Sstt, kau cukup mendengar saja, tidak perlu menjawab aku!"
"Kau mau dengar bagaimana aku mengenalnya?"
Asisten Al menatap dengan berbinar. Tentu saja mau, selama ini Gray begitu tertutup hingga ia kadang penasaran tentang masa lalu pria itu.
"Ya, ya. Saya ingin mendengar, Tuan."
Gray mengangkat tangannya, pria itu kembali meraih botol minum dan menenggaknya beberapa kali.
"Dia, dia sahabat mantan tunanganku ... Sejak pertama melihatnya, aku ini sudah menyukainya. Aku brengsek kan? Haha, sudah punya tunangan tapi masih menyukai perempuan lain. Sahabatnya pula."
Asisten Al mengangguk tanpa sadar, namun setelah sadar ia langsung menggeleng. Lalu melihat Gray yang tidak sadar, ia kembali mengangguk.
"Jadi aku brengsek atau tidak? Jawab yang benar!"
"Ya, Anda brengsek, Tuan."
Gray kembali menenggak alkohol di tangannya. Pria itu merasakan kepalanya yang berputar-putar.
"Lalu, tiba-tiba tunanganku meninggal. Elodie yang menggantikannya untuk menikah denganku."
Asisten Al melotot saat mengetahui fakta ini. Apakah ia boleh tahu lebih lanjut? Tapi melihat Gray yang mabuk dan tidak sadar membuat ia ingin tahu lebih tentang percintaan sang bos besar.
"Kehidupan awal pernikahan, kami memang sering bercekcok karena sama-sama keras, ditambah saat malam pertama aku harus pergi karena mama yang berpura-pura sakit."
"Tapi aku berhasil meluluhkannya, hingga berhasil menciptakan pernikahan yang begitu indah. Lalu di saat kami bersiap menyambut kelahiran Cedric, dia tiba-tiba berubah. Elodieku yang ceria dan manis tiba-tiba menjadi murung dan pendiam."
"Setiap aku dekati, dia akan menghindar. Sedikit demi sedikit tanpa sadar kami semakin jauh, bahkan bisa dibilang menjadi asing. Pada akhirnya kamar kami pun saling terpisah, dia beralasan karena ingin fokus menjaga Cedric."
"Kadang dia yang selalu bersembunyi di belakangku membuatku kesal. Pernah sekali aku memarahinya, berharap dia akan melawanku seperti dulu."
"Tapi sama saja, dia tidak melawan bahkan menjadi sangat patuh. Seiring waktu aku semakin cuek padanya, tidak menyukai sikap patuhnya yang menjurus tidak bisa apa-apa tanpaku."
"Tapi sekarang, saat dia berubah kembali menjadi dirinya sendiri, aku merindukan sikapnya yang patuh. Dengan begitu dia tidak akan pernah bisa meninggalkanku. Elodieku pasti masih bisa bersamaku."
Gray kembali menenggak minumannya dengan kasar. "Uhukk, uhukk, uhukk." Ia menjatuhkan botol minuman hingga pecah berserakan di lantai.
Sementara asisten Al yang mendapat curahan hati tak terduga malam ini, jadi mematung dengan sejuta pikiran. Baru kali ini sang tuan begitu banyak bicara, dengan begitu putus asa pula.
Jika seperti itu ceritanya, berarti tuannya masih mencintai sang istri. Tanpa sadar ia memandang Gray dengan tatapan iba.
"Tuan, berhenti minum! Kita pulang saja!" bujuk asisten Al namun Gray menepis.
Pria itu terlihat ingin kembali meraih botol minum lainnya sebelum kepalanya jatuh hingga membentur meja bar.
Bukkkh.
"Sshh." Asisten Al yang mendesis ngeri sendiri.
.
.
.
Hari demi hari berlalu. Besok adalah hari yang ditentukan Elodie untuk mengurus perceraian mereka. Sementara Gray masih larut dalam penyesalan, pria itu masih melewati malam dengan ditemani minuman keras.
Ia menenggak, menelan seakan menelan penyesalannya yang terlambat.
BRAKKK.
Pintu kamarnya yang terkunci rapat itu didobrak dari luar. Pria itu menoleh, namun tidak bisa melihat dengan jernih siapa orang bertongkat yang berdiri di depannya.
"Bocah sialan! Kau sedang apa di sini saat perusahaan hampir bangkrut?!" makinya sembari memukul tubuh Gray beberapa kali dengan tongkatnya.
"Aduh! Sakit!"
"Tahu sakit? Aku kira kau mau minum sampai mati."
Gray mendongak, samar-samar melihat wajah dengan keriput yang menghiasi hampir seluruh wajahnya.
"Elodie? Kau datang?" Gray tertawa dengan wajah bodohnya.
Bugh.
Tubuh Gray limbung saat sebuah tongkat mendarat di kepalanya. Pria itu terbaring di lantai dengan seorang wanita tua yang menatapnya sinis.
"Jangan bangun kalau perlu! Mengurus perusahaan saja tidak bisa, pantas istri dan anakmu meninggalkanmu. Aku dukung sekali!"
Wanita itu pergi tanpa peduli pada pria yang merupakan cucunya itu. Ia melangkah pelan dengan tubuhnya yang tak lagi tegap. Masuk ke ruang kerja sang cucu yang terlihat tidak terawat.
Ia lalu menatap berapa foto yang terpampang di dinding. "Louis, kau lihatlah cucumu itu! Sama sekali tidak ada mirip-miripnya denganmu. Entah mirip siapa dia!" gerutunya seakan berbicara langsung dengan orang yang berada di dalam foto.
"Mom."
Wanita itu menoleh saat mendengar suara dari arah pintu. Ia melihat sang menantu dengan datar hingga mama Feli sedikit gugup.
"Kapan Mom pulang?"
"Kalau aku tidak pulang. Nama keluarga Grassel akan menghilang dari dunia bisnis," balas oma Rosea dengan sinis.
Mama Feli bergeming, ia yang tidak tahu menahu tentang bisnis tentu tidak bisa banyak membantu sang putra yang sedang terpuruk. Tapi berbeda dengan oma Rosea, wanita tua itu bisa dibilang pasangan sekaligus partner bisnis Louis, suaminya.
"Hah, salahkan sikap jelekmu yang menurun pada putramu itu. Sehingga aku yang sudah ingin menikmati masa tua ini harus kembali bergelut dengan kertas-kertas dan komputer."
"Sikap jelek apa, Mom?" Mama Feli protes tidak terima.
"Kau tidak sadar apa yang kau lakukan sudah membuat putramu jadi seperti itu? Kau puas memisahkan mereka, tetapi hidup putramu yang berantakan sekarang."
"Aku benci dia. Tentu saja aku puas."
"Kebencianmu tidak berdasar!"
"Dia pembunuh, Mom. Dia yang membunuh Glenca! Menantu yang aku pilih sendiri!"
.
.
.
Semoga bisa menjawab kebingungan kalian^^