Bumi serasa akan runtuh menerpa Kirana ketika dia mengetahui fakta bahwa Bryan, suaminya, ternyata berselingkuh dengan sahabatnya sendiri, Maudy.
Tak tebersit sedikitpun dalam benak Kirana kalau sahabatnya itu akan menjadi duri dalam rumah tangganya.
Sepuluh tahun menikah dengan Bryan kini diambang kehancuran. Tidak sudi rasanya Kirana berbagi suami dengan wanita lain apalagi wanita itu adalah sahabatnya sendiri hingga dia memutuskan untuk bercerai.
Lantas, bagaimana Kirana menghadapi hidupnya setelah berpisah dengan Bryan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon REZ Zha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 - Ide Dari Nabila
Pengakuan Maudy tentang kehamilannya membuat Bryan terkejut. Dia tak menyangka kalau akan ada benihnya yang tertanam di rahim wanita yang menjadi simpanannya itu.
Bryan memang memanjakan Maudy dengan membelikan apa yang wanita itu inginkan, asalkan Maudy tak menuntut soal anak. Karena dia memang tak berkeinginan mempunyai keturunan dari istri sirinya itu.
"Bagaikan kamu bisa hamil, Dy? Apa kamu nggak pakai KB?" Sejak awal Bryan sudah meminta Maudy menggunakan pengaman untuk mencegah agar Maudy tidak sampai hamil.
"A-aku lupa minum pil, Mas." Maudy mengatakan penyebab dirinya sampai hamil. "Mas, apa Mas Bryan nggak suka dengan kehamilanku ini?" tanya Maudy mengetahui respon Bryan yang kurang antusias bahkan terkesan kecewa mengetahui kehamilannya.
"Aku sudah bilang dari awal, Dy. Aku nggak mau sampai kita punya anak! Aku memberikan apa pun yang kamu mau, tapi nggak dengan anak! Itu sudah kesepakatan kita! Apa kamu nggak mengerti juga?" Bryan seakan menyalahkan Maudy.
"Tapi, Mas ...."
Belum sempat Maudy meneruskan kalimatnya, Bryan sudah mengakhiri sambungan telepon mereka secara sepihak.
"Si4l!!" umpat Bryan dengan menendang ban mobilnya sangat kencang. "Aaawww!!" pekiknya setelah merasakan kakinya yang ia pakai untuk menendang ban mobil terasa sakit.
Bryan lalu masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan Kiran dengan memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi.
***
Demi membantu anak sulungnya, Ibu Nani sementara waktu tinggal di rumah Grace untuk menemani Rena. Sementara Pak Hermawan kembali pulang ke Bandung karena mesti bekerja.
Pagi ini, Kirana sendiri mulai melaksanakan tugasnya yang baru sebagai asisten pribadi Andra. Dia berangkat dari rumah seperti biasa, namun tidak langsung ke kantor, tapi ke rumah bosnya itu sesuai permintaan Andra.
Untungnya Kirana pernah mengantar Nabila ketika menolong anak bosnya itu, sehingga tidak terlalu sulit baginya mencari rumah kediaman sang bos.
Kirana memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah Andra yang sangat luas. Sebelum dia turun dari mobil, matanya mengedarkan ke arah rumah besar di hadapannya.
Tak heran jika Andra mempunyai rumah besar dan megah, karena Andra adalah Direktur sekaligus owner dari usahanya sendiri.
"Pak Andra masih terlihat gagah dan ganteng, bos pula. Kenapa nggak mencari istri lagi saja? Apa mungkin Pak Andra belum bisa move on dari istrinya yang sudah meninggal?" Kirana menduga-duga. "Hmmm, Seandainya mas Bryan tipe suami setia seperti Pak Andra, aku akan sangat beruntung." Kirana sampai membayangkan seandainya kesetiaan Andra tertular pada Bryan.
Seketika Kirana mengerjapkan matanya. Mencoba untuk menyadarkan dirinya sendiri kalau rumah tangganya bersama Bryan tidak lama lagi akan berakhir.
Kirana memutuskan untuk turun dari mobilnya dan berjalan menuju bangunan megah rumah Andra. Dia berhenti di depan pintu lalu menekan bel, menunggu ART datang membukakan pintu untuknya.
Kurang dari sepuluh menit menunggu, akhirnya pintu rumah Andra terbuka. Seorang wanita sepantaran dengarnya muncul dari balik pintu.
"Assalamualaikum, Mbak. Saya Kirana, saya mendapat tugas dari Pak Andra untuk menjadi asisten pribadi beliau." Kirana memperkenalkan diri kepada wanita yang berdiri di hadapannya saat ini. Dia mengira Andra tidak akan sempat memberitahu pekerja di rumah itu tentang dirinya yang kini berstatus sebagai asisten pribadi Andra.
"Oh, Ibu Kirana, ya? Mari silakan masuk, Bu." Di luar dugaan Kirana, ternyata ART itu terlihat sudah menunggu kedatangannya. "Bapak sudah bilang ke saya kalau nanti akan ada asisten pribadi bapak yang datang kemarin," sambungnya.
"Oh, Makasih, Mbak." Dengan tersenyum Kirana membalas ucapan ART itu. Ternyata tebakannya tadi keliru.
"Bapak masih di atas, Bu Kirana tunggu di sini saja dulu." ART itu mempersilakan Kirana duduk di sofa tamu, sementara dirinya hendak memberitahu Andra kalau Kirana sudah sampai di rumah itu.
"Oh, iya, nama Mbak siapa, ya? Kemungkinan saya akan sering kemari karena Pak Andra meminta saya datang ke sini dulu sebelum ke kantor." Kirana merasa perlu berkenalan dengan ART di rumah Andra, karena ia akan sering berinteraksi dengan orang-orang di sana.
"Saya Marni, Bu." ART itu memperkenalkan namanya.
"Salam kenal ya, Mbak. Kalau saya kurang paham dengan pekerjaan Pak Andra di rumah, minta tolong dibantu ya Mbak Marni." Kirana masih asing di rumah Andra, dia juga tidak tahu apa yang harus ia lakukan di sana sehingga ia merasa perlu meminta bantuan pada pekerja yang ada di rumah itu.
"Boleh, Bu. Kalau Ibu perlu bantuan, bilang saja ke saya," sahut Marni. Setelah membalas ucapan Kirana, Marni pun langsung meninggalkan Kirana untuk menemui Andra.
Seperti layaknya orang yang baru menginjakkan kaki di rumah orang kaya raya, Kirana mengedarkan pandangan memperhatikan sudut demi sudut ruangan yang didesain dengan interior yang elegan dan terkesan mewah.
"Beruntung sekali wanita yang akan menjadi istri Pak Andra nanti kalau Pak Andra berniat untuk menikah kembali," gumam Kirana tertegun melihat rumah bosnya itu. Entah siapa yang akan menjadi istri bosnya itu. Yang pasti wanita itu adalah wanita paling beruntung, menurut pendapatnya.
"Tante Kirana? Kok, Tante ada di sini?" Dari arah tangga terdengar suara Nabila menyapa Kirana. Dia terkejut dengan keberadaan orang yang pernah menolongnya dulu, karena papanya belum memberitahu tentang status Kirana sebagai asisten pribadi sang papa saat ini.
"Oh, halo, Nabila. Apa kabar?" Kirana bangkit ketika Nabila berjalan mendekatinya.
"Tante kok bisa ada di sini? Disuruh papa kemari?" tanyanya masih bingung dengan kedatangan Kirana di rumahnya.
"Hmmm, iya, Nabila. Soalnya sekarang Tante bertugas menjadi asisten pribadi Papa Nabila." Kirana menjelaskan kenapa ia bisa ada di rumah itu.
"Hahhh? Jadi Aspri Papa?" Nabila terkekeh saat mengetahui sarannya untuk menjadikan Kirana asisten pribadi papanya ternyata diterima oleh sang papa. "Serius Papa terima usul aku, supaya angkat Tante Kirana jadi Aspri Papa?" Terakhir berdiskusi, terkesan papanya Itu kurang sependapat dengan sarannya, sehingga ia tak menyangka kalau ternyata sang papa mengabulkan keinginannya itu.
Kirana terkejut mendengar pengakuan Nabila. Dia baru tahu kalau menjadi asisten pribadi Andra adalah ide dari Nabila. Dia sendiri tidak mengerti kenapa Nabila meminta untuk memberikan posisi itu kepadanya.
"Aku senang Tante jadi Aspri papa. Berarti Tante akan sering kemari dong?" Nabila terlihat semringah mengetahui Kirana saat ini sudah menjadi asisten pribadi papanya.
"Pak Andra bilang Tante harus berangkat dan pulang dari sini," sahut Kirana. "Oh ya, Kamu nggak sekolah, Nabila?" tanya Kirana, karena Nabila masih ada di rumah. Biasanya di jam-jam begini anak sekolah sudah berada di lingkungan sekolah.
"Aku nggak berangkat, Tante," jawab Nabila.
"Lho, memangnya kenapa nggak berangkat? Kamu sakit?" Nuraninya sebagai seorang ibu sontak mempertanyakan penyebab Nabila tidak berangkat sekolah.
"Malas, Tante. Soalnya gurunya killer banget, bikin kita nggak nyaman diajar sama dia," jawab Nabila memberi alasan.
Kirana mengangkat kedua alisnya mendengar jawabannya Nabila. Tapi tak lama senyumnya mengembang. Alasan seperti itu memang tak asing bagi para pelajar yang menghadapi guru yang galak atau tegas.
"Wah, sayang sekali kalau kamu nggak ikut belajar, kamu kehilangan kesempatan mendapat ilmu dari gurumu itu. Kalau kamu berhalangan hadir, nggak mungkin guru kamu itu akan mengulang kembali materi yang telah disampaikan sebelumnya, kan?" Kirana justru memberi nasehat pada Nabila.
"Papa Nabila pasti menyekolahkan Nabila di sekolah yang mahal. Sayang sekali kalau itu disia-siakan. Sementara di luar sana, banyak anak yang ingin sekolah tapi kurang beruntung dibandingkan dengan Nabila. Jangankan untuk sekolah di sekolah yang mahal dan terkenal, di sekolah biasa saja mereka nggak punya kesempatan, karena orang tuanya nggak mempunyai biaya untuk menyekolahkan anaknya. Masa Nabila kalah semangat sama mereka!?" Kirana mengusap punggung Nabila. Dia memberi nasehat dengan bahasa yang sangat halus agar tidak menyinggung perasaan anak dari bosnya itu.
"Ilmu yang Nabila dapat, nantinya pasti akan berguna untuk kamu. Mumpung masih muda, kamu harus serius dalam belajar. Suatu saat nanti, Nabila yang akan menggantikan pekerjaan Papa Nabila, kan? Jadi, Nabila harus banyak menuntut ilmu, supaya Nabila bisa meneruskan usaha Papa Nabila meskipun Nabila seorang wanita." Kirana mendorong motivasi Nabila agar tidak malas belajar dan menuntut ilmu.
Tanpa Kirana dan Nabila sadari, dari atas tangga Andra sedang memperhatikan interaksi putrinya dan Kirana. Dia mendengarkan secara serius, apa yang dibicarakan oleh kedua orang wanita itu, terutama setiap kalimat yang terlontar dari mulut Kirana. Kata-kata yang diucapkan oleh Kirana semakin membuat pria itu terkagum pada sosok wanita yang kini menjadi asisten pribadinya itu.
Andra pun memperhatikan Nabila. Biasanya setiap kali ia menasehati putrinya, Nabila selalu mempunyai seribu alasan untuk menyanggah kata-katanya. Namun, dengan Kirana, putrinya itu terlihat hanya terdiam dan mendengarkan semua nasehat Kirana.
*
*
*
Bersambung ...
kalau bukan Rachel ,siapa ya kandidat lain yang patut dicurigai...
pak duda ini yah
bikin Kirana grogi aja aah
sama2 grogi ....status jugasudah sama single...
Pak Andra keceplosan bikin Kirana grogi😄