NovelToon NovelToon
In The Shadow Of Goodbye

In The Shadow Of Goodbye

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Nikah Kontrak / Cerai / Angst
Popularitas:542
Nilai: 5
Nama Author: Cataleya Chrisantary

Salma dan Rafa terjebak dalam sebuah pernikahan yang bermula dari ide gila Rafa. Keduanya sekarang menikah akan tetapi Salma tidak pernah menginginkan Rafa.
"Kenapa harus gue sih, Fa?" kata Salma penuh kesedihan di pelaminan yang nampak dihiasi bunga-bunga.
Di sisi lain Salma memiliki pacar bernama Narendra yang ia cintai. Satu-satunya yang Salma cintai adalah Rendra. Bahkan saking cintanya dengan Rendra, Salma nekat membawa Rendra ke rumah yang ia dan Rafa tinggali.
"Pernikahan kita cuma pura-pura. Sejak awal kita punya perjanjian kita hidup masing-masing. Jadi, aku bebas bawa siapapun ke sini, ke rumah ini," kata Salma ketika Rafa baru saja pulang bekerja.
"Tapi ini rumah aku, Salma!" jawab Rafa.
Keduanya berencana bercerai setelah pernikahannya satu tahun. Tapi, alasan seperti apa yang akan mereka katakan pada orang tuanya ketika keduanya memilih bercerai nanti.
Ikuti petualangan si keras kepala Salma dan si padang savana Rafa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cataleya Chrisantary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kutunggu Jandamu

20

              Salma sedang beperlukan dengan Kalani sahabatnya. Hari ini Salma dan Rafa terbang ke Kanada. Semua orang mengantar termasuk mama Nanda diantar oleh bik Sari dan Fillah.

              Mereka membawa tiga koper besar dan dua koper kabin besar berisi baju-baju milik Salma. Berat sekali melangkah ke dalam tapi keputusan ini telah Salma ambil meskipun diambil pada saat ini memiliki berbagai tekanan.

              Salma sekarang sedang menunggu di lounge. Ia duduk menatap ke arah luar, melihat setiap pesawat yang terbang dan berhenti.

“Nih, makan,” kata Rafa membawa dimsum kesukaan Salma beserta segelas minuman.

“Gak usah sok perhatian!” kata Salma lalu menghapus air matanya yang terjatuh.

“Bukan perhatian sebagai suami, tapi perhatian sebagai sahabat,” ucap Rafa. Lalu pria itu duduk di kursi dekat Salma.  “Kita ini sahabat sejak dulu, Sal,” kata Rafa menghela nafas.

              Lelaki itu lalu duduk di kursi samping Salma. Sama-sama menatap keluar jendela, menatap deretan pesawat yang siap lepas landas.

“Sal, aku tahu kamu tuh marah dan benci sama aku. Tapi… kita ini sahabatan kan. Bisa gak kalau kita kayak dulu lagi. Terlepas dari segala kekacauan yang aku buat, bisa gak kita kayak dulu lagi.”

“Gak bisa,” jawab Salma singkat.

“Kenapa nggak? Jujur aku sedih-“

“Aku lebih sedih,” sambar Salma. “Aku lebih kecewa. Aku lebih pengen nangis. Aku harus meninggalkan segalanya gara-gara kamu, Rafa. Aku harus rela di fitnah sama Rendra gara-gara kamu. Aku harus rela melepaskan Rendra gara-gara kebodohan kamu. Aku yang lebih banyak ruginya, Fa. Aku yang lebih banyak ruginya dibandingkan kamu.”

Rafa menatap Salma sendur. “Aku minta maaf,” jawab Rafa lesu.

              Lalu, tidak lama dari itu mereka berdua naik pesawat. Meskipun duduk di kuris bisnis, pesawat kali ini yang membawa Salma dan Rafa ke Tokyo memiliki kursi 2-2. Jadi Rafa dan Salma duduk berdua berdampingan selama terbang.

              Ia tidak tahu apa yang akan terjadi di depan sana. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi begitu mereka menignjakan kaki di Kanada. Salma ragu haruskah ia mundur. Tapi keraguan ini rasanya tidak memiliki arti saat ini.

              Jika Salma ragu seharusnya ia ragu pada saat ia masih berada di Jakarta bukan saat berada di langit Kanada. Hawa dingin itu menerpa kulit Salma. Hawa dingin sedingin dirinya yang pada saat ini merasakan betapa diginnya kehidupannya.

              Salma dulu pernah berkata jika ia ingin sekali ke Kanda dan melihat tempat tinggal Rafa. Iya dulu, ketika ia dan Rafa masih bersahabat.

              Salma menatap ruangan yang perlahan mengelurkan hawa hangat. Rumah yang berkarpet putih. Bernuansa serba putih dan hangat.

“Aku udah beresin baju-baju milik aku di satu lemari. Ini lemari baru buat baju-baju kamu. Aku juga udah beli meja rias buat skincare kamu. Untuk lemari sementara di kamar aja. Kalau di tengah rumah gaenak di lihat.”

“Terus tidur gimana?” tanya Salma.

Rafa sudah memprediksi jika ia pasti akan mendengar ucapan ini. “Kamu tidur di kamar aku tidur diluar. Aku udah beli bean bag besar yang nyaman dipakai tidur.”

              Salma tidak banyak bicara lagi ia lalu mengangukan kepalanya pelan. Pada titik ini, sejujurnya Salma ada rasa kasihan pada Rafa. Karena secara teknis Rafa yang memiliki dan membayar rumah ini.

“Aku gak keberatan kok kalaupun aku harus diluar,” jawab Salma.

“Gak usah aku aja. Aku udah biasa kena udara dingin Kanada. Jangan lupa pakai jaket pas tidur, ini lagi mau masuk winter kamu gak akan kuat.”

              Karena mereka sampai di Kanada malam. Jadi, malam ini mereka paksakan diri untuk tidur meskipun keduanya masih merasakan jatlag yang cukup parah. Namun, jika tidak seperti itu tubuh mereka akan semakin letih.

              Pagi harinya Salma bangun cukup siang. Ia merasakan hawa ingin yang cukup menusuk. Salma hanya berbaring meskipun ia sudah mendengar Rafa beraktifitas diluar kamar sana.

              Tidak lama Rafa mengetuk pintu kamar. Ia meminta izin untuk mengambil bajunya. Yang langsung Salma persilahkan masuk ia sampai tidak kuat keluar dari dalam selimut hangatnya.

              Rafa menatap Salma sejenak yang nampak kedinginan. Lalu ia berinisitif membuat ramuan minuman hangat yang resepnya ia dapatkan dari ibunya.

Rafa lalu masuk lagi ke kamar sambil membawa cangkir besar berisi minuman manis yang di campur dengan jahe dan beberapa rempah. “Nih, minum,” kata Rafa menyodorkan mug besar.

“Apa?”

“Minuman jahe. Tiap pagi aku minum ini biar ngangetin badan. Cepet minum.”

              Salma lalu duduk, ia nampak memakai sweater dan jeket. Tidak lupa memakai kaus kaki juga. Salma menurut saja meminum dari gelas yang disodorkan oleh Rafa.

“Nanti siang kita belanja buat persiapan musim dingin.”

“Emang kalau musim dingin gak boleh keluar terus harus nyetok gitu?”

“Nggak juga. Cuma kalau musim dingin kalau aku jarang keluar. Jadi milih nyetok aja di rumah. Kalau udah siap nanti keluar aku udah buat sarapan.”

              Salma tidak banyak bicara. Karena ia benar-benar shock dengan cuasa Kanada. Apalagi ia kembali dibuat shock karena ternyata Rafa punya mobil di Kanda. Dan lagi harga barang-barang di negara ini cukup membuat kantong Salma jebol jika ia mengandalkan gajinya di Jakarta.

“Kamu gak bilang kalau punya mobil disini.”

“Bukan mobil baru kok,” kata Rafa. “Cuma aku emang butuh aja buat kemana-mana soalnya kalau dari sini jauh-jauh.”

“Terus kalau kamu kerja, aku kalau mau keluar harus pake apa?”

“Ya pake mobil ini. Aku ada jemputan kok,” kata Rafa.

              Salma memilih untuk meringkuk lagi di kamar. Ia membiarkan Rafa untuk membereskan barang belanjaan untuk seminggu ini. Salma tidak kuat dan lagi ia kena flu. Terus bersin dan batuk.

              Saat Rafa membawakan obat, tiba-tiba saja Salma ingat rumahnya. Tiba-tiba saja Salma ingat dengan keadaan di Jakarta sana. Rindu dengan cuaca panas dan segala hal yang tidak ada di tempat tinggalnya sekarang.

“Aku pengen bakso,” kata Salma sembari meminum obat.

“Iya, nanti aku bikinin.”

“Aku pengen bakso abang-abang gerobak,” katanya lagi.

“Udah jangan nangis-“

“Aku pengen pulang!” kata Salma ngegas. “Aku gak mau disini, aku pengen pulang. Aku gak betah disini. Aku pengennya menikmati cuaca panas Jakarta bukan kedinginan gini!”

              Salma berada di fase merindukan rumah. Fase ini pernah Rafa rasakan juga sebenanrya. Namun, tidak secepat Salma. Mereka baru datang tadi malam tapi Salma langsung merindukan rumahnya.

              Apalagi di tambah, sekarang Rendra yang mengirimkan pesan kepadanya.

From Rendra: Aku denger kamu ke Kanada. Kenapa gak pamitan dulu atau setidaknya kamu bilang. Kita ini pacaran udah hampir mau empat tahun. Segitu gak berharganya apa aku di mata kamu? Aku masih sayang kamu, Sal. Gak peduli kamu Sekarang milik orang lain. Aku tunggu janda kamu.

              Kalimat terakhir Rendra terdengar menyakitkan akan tetapi ia memang menunggu detik-detik bercerai dengan Rafa. Lalu, Salma sekarang menatap foto dirinya dengan Rendra.

“Rendra masih sayang sama aku,” lirih Salma. “Aku juga masih cinta, masih sayang sama kamu. Sampai kapanpun kamu tetap ada di hati aku, Ren,” Salma lalu memeluk ponselnya.

              Rafa yang hampir masuk ke kamar mengurungkan niatnya. Rafa memegang selimut baru untuk Salma. Selimut yang lebih bisa menghangatkan Salma. Akan tetapi ucapan Salma lirih barusan berhasil membuat tubuh Rafa mendadak dingin membeku.

“Apa aku bisa meluluhkan hati kamu, Sal?” ucap Rafa lalu ia menjauh dari pintu kamar tersebut.

Bersambung

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!