Istri Amnesia Tuan G
"Nah, saatnya berpakaian." Seorang wanita berusia 25-an mengambil sebuah kaos berwarna hitam yang sebelumnya telah ia persiapkan. Namun saat hendak memakaikan pakaian itu, sang putra menepis dengan kesal.
"Baju biru aku mana?" Anak berusia lima tahunan itu berkata dengan angkuh. Sementara yang diajak berbicara langsung menarik senyum meski dengan wajah lelah.
"Baju biru yang mana? Tunggu sebentar ya, mommy cariin dulu," jawabnya dengan lembut. Ia hendak mengelus rambut sang putra, namun bocah lelaki itu langsung mengelak duduk di kasur.
Ia mendengus tidak suka. "Cepat Carikan! Aku mau memakainya hari ini!"
"Iya, Sayang. Tunggu sebentar, ya!" pinta wanita itu sembari masuk ke walk in closet.
"Yang ini?"
"Bukan! Yang ada gambar baby shark nya!"
"Oh, bukankah yang itu belum kering? Kamu baru memakainya kemarin, Sayang."
"Pokoknya aku mau pakai itu! Itu baju pemberian bibi Freya, aku mau memakainya hari ini!"
Wanita itu menghela napas berat, ia lalu mendekati sang putra yang sudah melipat kedua tangan di dada. "Sayang, engga bisa dong. Kan bajunya baru dicuci, nanti mommy beliin yang baru saja ya. Yang ada gambar baby shark juga."
"Engga mau! Engga mau! Pokoknya aku engga mau!"
"Kenapa, huh? Pagi-pagi sudah ribut begini. Astaga Cedric, kamu belum bersiap-siap? Bukankah hari ini ada study tour, sebentar lagi bisa terlambat." Seorang pria dewasa yang baru keluar dari kamar mandi berkata dengan kesal.
Ia melihat ke arah sang istri, menatap tajam seakan menyalahkan. "Ini Cedric mau memakai baju pemberian kak Freya. Tapi bajunya masih belum kering."
"Ck, begitu saja sampai ribut seperti ini. Pakai yang ada saja dulu!" titahnya yang membuat kedua mata sang putra berkaca-kaca.
Anak itu mau tidak mau menerima kaos warna hitam yang dipilihkan sang ibu. Ia mendengus setelah selesai, lalu berlari keluar tanpa mengatakan apa pun.
"Payah! Kau tidak bisa mengambil hati anak sendiri? Lihatlah, dia bahkan lebih patuh pada Freya dibandingkan denganmu," cibir pria itu saat sang istri tengah mengikatkannya dasi.
Wanita itu hanya diam, ia sebenarnya juga berpikir demikian. Anaknya sama sekali tidak mau mendengarkannya, sedangkan sang suami juga selalu bersikap acuh tak acuh dengannya. Mereka bahkan tampak lebih dekat dengan wanita lain dibanding dengannya.
Elodie Estelle, nama wanita itu. Ia langsung bergegas ke kamar mandi setelah sang anak dan suaminya selesai bersiap. Ia mandi dengan kilat, memakai pakaian yang menurutnya paling terbaik untuk mendampingi sang anak pergi ke study tour.
"Loh, Cedric mana?" tanya Elodie saat melihat hanya ada sang suami di meja makan.
"Sudah berangkat bersama Freya," balas Grayson dengan dingin. Pria itu tetap fokus pada makanannya tanpa menyadari perubahan raut wajah sang istri.
"Padahal aku sudah bersiap-siap untuk menemaninya," cicit Elodie pelan namun masih bisa didengar oleh pria di depannya.
"Sudahlah, kau saja yang lelet," sarkas pria itu sembari mengelap bibirnya dengan tisu. Ia beranjak pergi. Meski sedih, Elodie tetap mengikuti dari belakang. Ia mengantar sang suami hingga masuk ke dalam mobil.
"Kami berangkat dulu, Nyonya." Asisten Al pamit dengan sopan. Wanita itu mengangguk sembari menarik senyuman tipis pada pria yang selalu mendampingi suaminya itu.
"Nyonya, mari masuk. Nyonya belum sarapan." Seorang wanita paruh baya menatap majikannya itu dengan penuh perhatian.
Elodie adalah wanita yang sangat baik, ia tentu turut sedih dengan perilaku sang tuan dan tuan muda nya yang tidak pernah berubah.
"Aku akan keluar bersama temanku, Bibi. Makanan di atas meja, disimpan saja dulu." Elodie menarik senyuman tipis, namun dari sorot matanya tidak bisa membohongi. Bibi Erin hanya bisa mengangguk, memandangi punggung rapuh yang semakin menjauh itu.
"Semoga kedua tuan tidak menyesal nantinya, entah kenapa aku merasa nyonya mulai menyerah," gumamnya namun segera menggeleng pelan. Ia sedikit menyesal karena mendoakan hal yang tidak-tidak.
.
.
.
"Aku bukan bermaksud untuk mencampuri rumah tangga kalian. Tapi sudah berapa lama kamu seperti ini?"
Elodie menunduk sembari menyuap makanan di depannya. Namun rasanya sangat sulit ditelan, semuanya terasa hambar. Sama seperti kehidupannya saat ini.
"Dulu kamu sangat periang, blak-blakan, ceria. Kamu yang sekarang? Aku bahkan seperti tengah berbicara pada orang asing. Sebenarnya apa yang bagus dari Grayson itu? Selain kaya dan memiliki wajah sedikit tampan, dia benar-benar tidak ada apa-apanya dibanding mantanmu , Axel."
"Ara, aku ...."
"Bercerai, lebih baik kamu gugat cerai dia! Aku engga mau lihat kamu menderita terus seperti ini."
"Aku ... aku cinta sama dia."
"Cinta? Cinta yang buat kamu jadi seperti ini? Dia sama sekali tidak menghargai kamu, Elli!"
"Aku akan memikirkannya nanti."
"Nanti, nanti. Selalu nanti! Elli, aku tahu kamu merasa bersalah pada Glenca. Tapi bukan berarti kamu harus mengorbankan seluruh hidupmu seperti ini."
"Aku ...." Perkataan Melodie terputus saat ponsel di dalam tasnya berdering. Wanita itu segera mengangkatnya saat melihat nama yang tertera.
"Apa?" Ia menggumam dengan kaget. Wajahnya memucat seiring dengan kedua mata yang berkaca-kaca.
"Ada apa?" tanya Clara dengan panik. Gadis itu langsung berdiri menghampiri sang sahabat yang duduk di depannya itu.
"Cedric ... Cedric menghilang."
.
.
.
"Mama Cedric." Seorang guru wanita segera menghampiri Elodie yang baru sampai.
"Dimana putraku?" Wanita itu tampak kacau, kedua matanya memerah menahan tangis.
"Mohon maaf, Nyonya. Saat ini kami masih berusaha mencari Cedric."
"Bagaimana bisa putraku menghilang?" Tanpa sadar suara Elodie meninggi. Wanita itu menatap guru yang menghampirinya dengan tajam. Sementara Clara yang baru bergabung setelah memarkirkan mobil itu tampak lebih tenang.
"Dimana Freya? Bukankah dia yang mendampingi Cedric?" tanya wanita itu yang langsung dijawab sang guru.
"Dia di sana," ujarnya sembari menunjuk pada seorang wanita yang tengah bertelponan di depan sebuah ruangan.
Elodie tidak berkata apa-apa. Wanita itu langsung menghampiri Freya. "Kemana putraku? Kenapa kamu tidak menjaganya dengan baik?"
Wanita itu sudah menangis, air mata membanjiri kedua pipinya yang tirus. Tampak begitu menyedihkan di mata Freya. "Aku tadi ke toilet sebentar, setelah keluar Cedric sudah tidak ada. Aku juga tidak tahu dia kemana."
Elodie mengusap wajahnya dengan kasar. Saat akan kembali beranjak, seorang anak perempuan menarik ujung bajunya. "Bibi Cantik, aku melihat Cedric menuju keluar tadi."
"Dimana?"
Anak perempuan itu menunjuk ke sebuah arah. Elodie tanpa berkata langsung berlari ke sana. "Cedric," teriaknya berulang kali.
Orang-orang dewasa juga berpencar ikut mencari. Sementara anak-anak yang lain telah diamankan di dalam museum.
"Cedric." Teriakan demi teriakan terus bersahutan. Elodie semakin kacau, ia sudah berjalan hampir 2 kilometer jauhnya. Tapi sama sekali tidak ada jejak sang putra. Kepalanya pun terasa berputar, bahkan hampir jatuh jika seseorang tidak menahannya.
"Gray ...."
Grayson melepas pegangannya pada sang istri. Elodie kembali mendapat tatapan tajam yang menyalahkan. Namun itu hanya sesaat, karena setelah itu Grayson pergi meninggalkan sang istri melanjutkan pencarian.
"Cedric, itu Cedric!" teriak seseorang sembari menunjuk ke sebrang jalan. Grayson langsung menoleh. Dapat ia lihat sang putra yang tengah kebingungan ingin menyebrang.
"Cedric, tunggu di sana. Daddy yang akan menyebrang!" teriak Grayson namun Cedric tidak mendengar. Anak lelaki itu begitu senang saat melihat sang ayah. Begitu melihat jarak mobil yang lumayan jauh, ia langsung berlari kencang. Hingga tidak menyadari mobil itu menambah kecepatan.
"CEDRIC!" teriak Grayson saat menyadarinya. Di saat ia akan berlari, seseorang sudah mendahului. Dalam sekejap tubuh kecil itu terdorong ke arah trotoar, sementara orang itu tertabrak hingga terpental ke tengah jalan.
Grayson terpaku, tubuhnya kaku hingga sulit digerakkan. "E-elodie."
.
.
.
Hallo semua, aku kembali dengan karya baru. Mohon dukungannya biar aku makin semangat. Terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments