Pelet Sukmo Kenongo adalah jalan ninja Lisa untuk memperbaiki hubungannya dengan sang kekasih yang sedang tak baik-baik saja.
Sayangnya, air yang menjadi media pelet, yang seharusnya diminum Reza sang kekasih, justru masuk ke perut bos besar yang terkenal dingin, garang dan garing.
Sejak hari itu, hidup Lisa berubah drastis dan semakin tragis. Lisa harus rela dikejar-kejar David, sang direktur utama perusahaan, yang adalah duda beranak satu, dengan usia lebih tua lima belas tahun.
Sial beribu sial bagi Lisa, Ajian Sukmo Kenongo yang salah sasaran, efeknya baru akan hilang dan kadaluarsa setelah seratus hari dari sejak dikidungkan.
Hal itu membuat Lisa harus bekerja ekstra keras agar tidak kehilangan Reza, sekaligus mampu bertahan dari gempuran cinta atasannya.
Di akhir masa kadaluarsa Ajian Sukmo Kenongo, Lisa malah menyadari, siapa sebenarnya yang layak ia perjuangkan!
Karya hanya terbit di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Al Orchida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Badai Petir Ringan
Hujan tak kunjung reda, langit sore semakin kelabu setiap menitnya. Cambuk cahaya berkilat-kilat di angkasa, menghantarkan gelegar yang menggetarkan kaca di lobi kantor Lisa. Badai petir ringan sedang melanda Surabaya.
Pegawai kantor mulai pulang satu persatu, tak terkecuali Nina yang di jemput pacarnya dengan mobil karena faktor cuaca. Lisa tidak ikut karena arah pulangnya dengan Nina berlawanan arah. Ia memilih untuk naik taksi online daripada merepotkan orang lain.
Hanya saja, Lisa sedang apes. Ia dari tadi belum mendapatkan mobil karena cuaca buruk. Aplikasi taksi online memberi informasi kalau orderan sedang padat, dan ia disuruh menunggu karena sedang dicarikan driver terdekat.
Lisa mendengus lagi. Ia sudah berkali-kali mencari lagi, tapi selalu itu-itu saja jawaban dari aplikasi. Padahal harga yang tertera di ponselnya sudah naik tajam dari biasanya.
“Sial banget sih!” gerutu Lisa untuk yang kesekian kali. Ia mondar-mandir di dekat pintu keluar lobi sambil terus melihat jam dan memantau gawainya.
Lisa mendekati security muda yang lumayan akrab dengannya, “Njul, kamu tadi liat Pak Reza keluar kantor?”
Pemuda yang dipanggil Panjul itu langsung tersenyum lebar, “Pak Reza keluar kantor pas pergantian shift, Mbak! Jam setengah tiga tadi, saya papasan sama beliau di parkiran.”
“Oh gitu ya? Sama siapa dia, Njul?”
“Sama Bu Viona!” jawab Panjul cepat.
Lisa agak menyesal kenapa ia tadi menyempatkan ngobrol sama Nina dulu pas jam bubar kantor, hingga akhirnya ketinggalan bus antar jemput perusahaan. Lisa juga tidak tahu kalau Reza ada kerjaan di luar kantor. Padahal, ia sengaja menunggu sang kekasih yang biasanya keluar belakangan--untuk bicara empat mata.
“Oke, thanks infonya!” Lisa tersenyum kecut. Selain kehilangan kesempatan pulang bersama Reza, ternyata ia harus kembali didera rasa kecewa.
Sebenarnya Lisa tahu kalau Reza dan Viona keluar kantor jam segitu pasti masih berhubungan dengan urusan pekerjaan. Yang membuat Lisa overthinking, setelah urusan kantor selesai, mereka pergi kemana? Ngapain aja?
“Masih belum dapet taksi, Mbak? Udah mau gelap, udah sepi juga!”
“Iya nih, orang-orang pada nekat nerabas hujan! Padahal masih deres banget,” ungkap Lisa. “Pada takut kemaleman di jalan kayaknya!”
“Kalau Mbak Lisa mau naik ojek pangkalan bisa saya panggilkan. Mereka ini siap sedia mengantar pelanggan dalam situasi apapun!”
Akan tetapi, Panjul langsung menjauh ke pos jaga begitu selesai bicara. Membuat Lisa terheran-heran.
Bersamaan dengan itu, terdengar suara batuk yang dibuat-buat dari belakang Lisa.
Secara otomatis, Lisa menoleh untuk melihat makhluk yang berani mengagetkannya. “Pak David?”
Sang direktur utama memasang wajah cool tapi santai, hanya saja suaranya seperti orang tersedak ketika menyapa, “Lisa, kamu belum pulang?”
Lisa buru-buru melihat ponselnya, memantau aplikasi taksi online, kemudian menggeleng putus asa. “Belum dapat taksi, Pak!”
“Oh ya, mungkin karena curah hujan cukup tinggi!” David berdiri tak jauh dari Lisa sambil menatap hujan. Mobilnya sudah disiapkan security di depan lobi, tapi ia masih belum beranjak dari tempatnya.
“Bapak nggak pulang? Nunggu sopir?” tanya Lisa dengan bodohnya. Ia memang asal bertanya karena tidak tahu harus mengobrol apa. Lagipula pria itu seperti mengintimidasi sekitar dengan wibawanya.
“Nunggu kamu,” jawab David kalem.
“Apa, Pak?”
Suasana mendadak hening selama lima detik. Lisa mulai panik, tapi David bersikap tenang seolah ia tidak pernah mengatakan apa-apa. “Nunggu kamu sampai dapat taksi. Nunggu mukjizat juga, itu maksudnya!”
Lisa langsung menahan tawanya, “Kalau ngomong jangan dipotong di tengah kalimat dong, Pak! Orang bisa salah paham. Ehm … saya juga lagi nunggu mukjizat, hujan mendadak berhenti dan saya dapat taksi!”
“Lisa, Lisa … kalau cuma itu, aku juga bisa bikin mukjizat buat kamu.”
“Hah?”
“Maksudnya … ayo aku anter pulang!” ujar David dengan ekspresi datar. Ia mengalihkan pandangan ke arah belakang Lisa dimana Panjul datang dengan payung terbuka.
“Mari, saya antar ke mobil!” ucap Panjul sopan.
Lisa menatap bosnya hingga beberapa saat, menelan ludah kasar, baru menoleh ke arah Panjul. Entah mengapa Lisa selalu saja tidak punya daya untuk menolak permintaan atau perintah pria yang menatapnya tanpa ekspresi itu.
Setelah Lisa aman di dalam mobil, Panjul langsung menjemput dan memayungi sang direktur utama hingga masuk dan duduk di belakang kemudi.
“Bapak serius mau nganter saya pulang?” tanya Lisa cemas, dan juga takut. “Kayaknya nggak perlu sih! Bentar lagi saya juga pasti dapat driver online!”
David agak tersinggung melihat kenyataan itu, tapi ia berusaha menjawab dengan nada santai. “Aku ini cuma dirut perusahaan, Lisa! Bukan penjahat, bukan alien juga, ngapain kamu sampai setakut itu?”
“Saya bukannya takut, tapi merasa nggak enak aja kalau harus ngerepotin bapak!” bohong Lisa penuh sesal. “Lagian ini cuma hujan air, bukan hujan batu, Pak!”
“Aku nggak merasa repot tuh! Lagian jalan pulang kita hampir searah,” sanggah David seraya melajukan mobil. Membelah jalan basah menuju tempat tinggal Lisa.
“Memangnya bapak tau rumah saya?” pancing Lisa hati-hati.
“Aku ini dirut perusahaan tempat kamu bekerja, Lisa! Aku bisa mendapatkan semua data dan informasi tentang kamu dalam satu tarikan nafas. Jangankan alamat rumah, alamat sekolah, jumlah saudara kandung, ulang tahun kamu, bahkan siapa pacar kamu … aku tau!”
Lisa agak tercengang, tapi cepat-cepat protes agar tidak menimbulkan pembahasan yang lebih pribadi mengenai latar belakangnya. “Iya, saya juga tau kalau bapak itu direktur utama perusahaan, bukan alien, pastinya juga bukan detektif yang suka ngepoin informasi pribadi orang!”
Sekonyong-konyong David terbahak. Ia merasa menang sudah membuat Lisa mati kutu dengan penghakimannya. “Kamu kenapa masih saja bersikap formal, Lisa?”
“Ya karena bapak atasan saya!” jawab Lisa ketus, tapi meneruskan kalimat selanjutnya hanya dalam hati.
Dan akan tetap menjadi atasan saya sampai efek ajian sukmo kenongo kadaluarsa. Mas Dave harus tahu kalau perasaanmu padaku itu tidak murni, tapi hanya bersifat semu dan sesaat.
“Tapi nggak selamanya aku jadi atasan kamu terus, Lisa!”
Lisa segera membelokkan arah pembicaraan, “Iya betul! Nggak selamanya saya bekerja di perusahaan bapak, kali aja ntar saya cuma jadi ibu rumah tangga kalau udah nikah!”
“Aku sama sekali nggak keberatan kalau kamu pilih jadi irt, karena mencari uang dan memenuhi kebutuhan rumah tangga itu tugasku sebagai kepala keluarga!” timpal David sambil mengulum senyum. Jelas bukan David kalau tidak bisa mengikuti kemana Lisa ingin menghindar.
Lisa menoleh dengan mata agak melebar, antara takjub dan cemas. Ingin sekali Lisa menjelaskan tentang pelet salah sasaran yang sedang terjadi, tapi lidahnya mendadak kelu saat David ikut menoleh dan tersenyum tipis padanya.
“Kenapa, Lisa?”
“Nggak jadi, Pak!” jawab Lisa sambil membuang muka ke depan lagi. Ditatap dengan cara intim seperti barusan membuat Lisa tiba-tiba deg-degan dan salah tingkah.
David mencari topik obrolan baru karena melihat Lisa mulai tak nyaman. Ia tak ingin Lisa ilfeel karena sikapnya yang terlalu agresif. “Waktu kecil kamu suka main hujan, Lis?”
“Bapak waktu kecil pasti suka hujan-hujanan ya?” tanya Lisa balik. Ia tidak ingin diinterogasi, itu poinnya.
“Iya. Dulu kalau hujan-hujanan cuma pake kolor doang. Kadang sok menyatu dengan alam!”
“Kayaknya masa kecil bapak seru banget ya? Penuh imajinasi juga pastinya.” Lisa ikut tersenyum saat melihat wajah David yang berubah ceria. Seperti sedang larut dengan kenangan bahagia.
“Aku pernah iseng buka kolor, trus nyamar jadi air dengan cara tiduran di selokan.”
“Hah? Di selokan? Seriusan, Pak?”
David menjelaskan dengan antusias, “Konsepnya itu menyamar jadi air. Cuma, waktu itu ada tetangga yang lihat, dan dia panik. Aku dikira mayat. Orang se-RT ngumpul, dan besoknya beritanya masuk koran lokal.”
Kontan saja Lisa tertawa ngakak, “Aishh bapak ini ada-ada aja konsep menyatu dengan alamnya!”
Melihat tawa lepas Lisa, David merasa kalau jokes garingnya dinikmati oleh sang pujaan hati. Setidaknya wajah Lisa yang sebelumnya tampak muram mulai kembali ceria.
“Ngomong-ngomong, kamu sama Reza udah pacaran berapa lama, Lisa?” tanya David tiba-tiba. Pertanyaan konyol itu terbesit dalam benaknya, dan tanpa sengaja meluncur begitu saja.
Ah … niat David untuk menikung manager operasionalnya rasanya sudah bulat dan tak tergoyahkan.
Bersambung,
temen yg super konyol masabiya mau dipelet yg pke seumur hidup hadeh
lama kelamaan juga reza pasti nyesel lis apalagi kalo kualitas kamu makin bagus..
jd selama ajian belum berakhir pepet trroos mas dave nya jd pas ajian itu kadaluarsa mas dave udh ngerasa nyaman ama kamu lisa..dan kalaupun reza kembali hushus hempas jauh2 mantan bastard mu itu😆😆😆
salah soal masa expired tuh pelett. bener tak sih...
seratus juta little kiss hemm, gimna klo......