Tidak pernah Alana menyangka, pria yang sengaja dihindari selama lima tahun ternyata adalah atasannya.
Karena rasa benci jika pria tersebut menikah lima tahun yang lalu membuat Alana merasa kecewa dan berniat pergi. Tapi, semua itu sia-sia karena Silas menjadi Atasannya.
Silas yang memang masih mencari Alana karena rasa cinta tentu saja suka melihat wanita itu berada disekitarnya. Tanpa sengaja mereka melakukan malam panas bersama disaat Alana sedang dikuasai oleh pengaruh alkohol.
Lalu, bagaimana dengan kisah mereka selanjutnya? apakah Alana akan tetap bekerja di bawah Silas atau malah tetap menjadi simpanan pria yang sudah menikah lagi itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Madumanis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14
Silas berlari menuju pagar utama untuk memastikan apakah Alana benar menepati janji atau tidak. Kalau sempat kali ini Alana berbohong Silas sudah bersumpah di dalam hati. Yaitu akan memberikan hukuman tidak terlupakan untuk Alana, meskipun harus membuat wanita itu menangis.
Pandangan mata tajam Silas mengedar kearah pagar, tidak ada satupun orang yang masuk. Silas melihat jam ditangannya, sudah sangat siang tidak sesuai dengan perintahnya kemarin kepada Alana.
"Kenapa juga aku mempercayai wanita itu?" Silas sebal sendiri, ia ingin menghubungi Alana tapi suara langkah kaki menghentikan niatnya.
Kepala Silas mendongak melihat ke asal suara, ternyata Alana berjalan menuju kearahnya dengan memakai kacamata hitam. Membawa koper besar yang sama sekali tidak pernah Silas bayangkan jika Alana akan membawa barang sebanyak itu.
"Kenapa kau panik seperti itu? Takut aku tidak menepati janji?" Tanya Alana sembari membuka kacamata hitamnya.
Hanya berdecak saja dengan posisi tangan berkacak pinggang itulah Silas sekarang. Ia menatap dari atas kebawah outfit yang digunakan Alana sekarang. Memakai dress hitam semuanya bahkan semua serba hitam, sebenarnya mau melayat atau apa.
"Cara berpakaianmu seperti mau melayat saja," Ucap Silas asal, ia meraih tangan Alana untuk lebih dekat.
Alana tertawa kecil saja, ia memukul pelan lengan Silas. "Ah tau aja, lagian memang aku mau melayat di Mansionmu ini."
"Apa maksudmu?"
Langkah Alana semakin dekat kepada Silas, mendekatkan bibirnya pada telinga pria yang telah memberikan tekanan berat pada hidupnya. "Melayat atas matinya moral dan perasaanmu, Tuan Silas." Bisik Alana yang mana sembari tersenyum sinis kepada Silas yang menatapnya sangat serius.
Alana telah memikirkan semuanya sepanjang malam tentang nasib buruk yang telah menimpa. Sama sekali tidak bisa dihindari tapi bagi Alana sangat bisa untuk dihadapi. Alana kesal dengan segala peraturan dan pernikahan tidak jelas ini, hanya saja semakin memberontak malah membuat Silas memiliki cara yang lebih banyak lagi untuk membuatnya patuh.
"Aku kehilangan moral karena perasaanku padamu, bisa dikatakan..." Silas menarik tangan Alana hingga ia bisa melingkarkan salah satu tangannya dipinggang ramping tersebut. Melakukan elusan yang sangat lembut dipinggang tersebut, bibir Silas juga sangat siap menyantap bibir Alana.
"Bisa dikatakan aku gila karnamu, Alana. Bukankah seharusnya kau bertanggungjawab?" Tanya Silas balik, ia mengecup bibir Alana secara tiba-tiba sampai spontan tangan Alana mendorong tubuh Silas.
Tentu saja Alana terkejut bagaimana kalau ada Bella atau orang lain yang melihat. Sangat tidak lucu perselingkuhan ini cepat terbongkar, bisa mati terbunuh karna malu.
"Jaga sikap, Tuan Silas. Aku tidak mau kita ketahuan secepat itu.." Alana berjalan menjauhi Silas.
Silas sungguh gemas dengan Alana yang selalu saja memiliki cara ajaib untuk membuatnya tidak bisa berkata-kata. Silas mengikuti langkah Alana menuju pintu masuk Mansion, setiap pergerakan tubuh Alana selalu diperhitungkan oleh Silas.
"Bokongmu cukup indah, Alana.." Puji Silas gamblang begitu saja, sampai Alana secara langsung berbalik badan.
"Bisa jaga sikap tidak?" Alana melihat sekeliling takutnya ada yang mendengar apa yang Silas katakan.
"Tidak bisa.. ah kalau tentangmu aku lebih menjadi yang sebenarnya, yaitu tidak terkendali." Jawab Silas cepat, ia ingin meraih tangan Alana tapi malah melihat Bella yang berjalan menuju mereka.
Tidak tahu apakah Bella melihat semua yang telah terjadi atau memang sama sekali tidak melihat. Ntahlah Alana hanya takut tapi ia berusaha memberanikan diri menghadapi semua ini. Berhadapan dengan istri dari Silas sangat membuat Alana terkejut, ini pengalaman yang sangat menantang baginya.
"Sial! Sekarang aku benar-benar menjadi pelakor, mimpi apa aku kemarin?" Alana berusaha tersenyum manis kepada Bella yang menatapnya penuh menyelidiki.
Tidak ada keramahan diwajah Bella, malah memandang Alana penuh permusuhan. Ya siapa yang akan menyambut gadis cantik mengaku tinggal satu atap dengan mereka yang sama sekali tidak harmonis dalam pernikahan.
"Perkenalkan, Nona.. Saya Alana, sekretaris pribadi Tuan Silas." Sapa Alana sebagai perkataan pertama, meskipun masih belum nyaman dengan tatapan tajam yang diberikan oleh Bella.
Bella mengangguk saja, ia berjalan menuju Silas yang berdiri disamping Alana. Sangat menganggu dimatanya, bukankah seharusnya menunjukkan kemesraan didepan orang-orang seperti Alana ini.
"Kau sudah menikah?" Tanya Bella setelah sudah berhasil membuat Silas berdiri di sampingnya.
Alana melihat kearah Silas seperti ingin mendapatkan ide dari pria itu, tapi tidak ada jawaban dari ekspresi Silas.
"Sudah, Nona.."
"Bagus, karna setidaknya kau tidak akan menganggu suamiku nanti. Ntah apa yang membuatmu yakin bisa tinggal satu atap dengan kami." Kata Bella, terdengar tidak ramah sama sekali.
"Maaf ketidaknyamanan ini, Nona.." Alana tetap berusaha tenang, meskipun ingin sekali mencabik cabik mulut kasar Bella. Anehnya Silas hanya diam saja membiarkan Alana menghadapi Bella seorang diri. "Istri sama Suami sama saja, sama-sama memiliki sikap buruk!" Tiada henti Alana merutuki Silas dan Bella.
"Mas, Karna dia hanya menumpang saja jadi harus tidur dikamar belakang saja." Ucap Bella, ia mengajak Silas untuk masuk kedalam Mansion.
"Gudang?"
"Iya, lagian dia hanya sementara. Kalau kita memberikan kamar terbaik malah dia betah, Mas. Terus nggak mau cari_"
"Kenyamanan Alana adalah nomor satu untukku, Bella. Kalau perlu, dia tinggal dikamar utama saja." Bantah Silas cepat, perkataannya membuat kedua wanita itu terkejut.
Apa lagi Alana, ia tidak tahu mengapa Silas bisa mengatakan hal itu didepan Bella. Bisa menciptakan kekacauan, bagaimana kalau Bella curiga nanti.
"Tidak usah pura-pura tidak tahu, Bella. Kau pasti mengerti jika aku dan Alana memiliki hubungan yang tidak biasa bukan?" Tanya Silas penuh penekanan.
Mata indah Alana melihat dengan jelas perubahan ekspresi Bella, mulai dari datar kembali tersenyum sangat dipaksakan. "Tidak mungkin aku membawa orang lain untuk tinggal satu atap denganku, kalau bukan karna orang itu spesial." Ucap Silas lagi, kali ini lebih menekan Bella lagi.
Bella menatap Alana, ia melihat melingkar di jari manis Alana sebuah cincin pernikahan. "Jadi, dia wanita bernama Ana yang kau nantikan selama lima tahun ini, Mas?" Tanya Bella dengan penuh air mata dan sakit hati, ia tidak menyangka dengan cara seperti ini Silas menyadarkan posisinya sebagai sementara.