NovelToon NovelToon
JENDELA TERBUKA YANG LUPA DITUTUP

JENDELA TERBUKA YANG LUPA DITUTUP

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Suami Tak Berguna / Hamil di luar nikah / Cinta Terlarang / Harem / Cintapertama
Popularitas:442
Nilai: 5
Nama Author: Siti Zuliyana

Rina menemukan pesan mesra dari Siti di ponsel Adi, tapi yang lebih mengejutkan: pesan dari bank tentang utang besar yang Adi punya. Dia bertanya pada Adi, dan Adi mengakui bahwa dia meminjam uang untuk bisnis rekan kerjanya yang gagal—dan Siti adalah yang menolong dia bayar sebagian. "Dia hanyut dalam utang dan rasa bersalah pada Siti," pikir Rina.
Kini, masalah bukan cuma perselingkuhan, tapi juga keuangan yang terancam—rumah mereka bahkan berisiko disita jika utang tidak dibayar. Rina merasa lebih tertekan: dia harus bekerja tambahan di les setelah mengajar, sambil mengurus Lila dan menyembunyikan masalah dari keluarga.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Zuliyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jendela Yang Selalu Hidup Di Kehidupan

Malam itu, mereka berkumpul di teras, dengan semua jendela terbuka. Cahaya bulan menyinari mereka, dan bintang-bintang bersinar terang. Rina dan Adi duduk di kursi tengah, dikelilingi oleh cucu, anak-anak, dan keluarga terkasih. Adi membuka kotak yang dia simpan selama 30 tahun—dalamnya, ada foto mereka di hari pernikahan, dan selembar kertas yang ditulis Rina pada hari itu: "Aku akan selalu membuka jendela hatiku untukmu, Sayang."

Rina menulis sesuatu di kertas baru dan menaruhnya di kotak: "Setelah 30 tahun, jendela itu masih terbuka—dan akan selalu terbuka untuk semua yang kita cintai."

Semua orang menggenggam tangan satu sama lain, menyaksikan matahari terbenam di balik jendela rumah tua yang sudah direnovasi. Meskipun jendela benda di rumah tua sudah berubah, jendela di hati mereka semua tetap terbuka—saksi dari seluruh perjalanan yang panjang, indah, dan penuh cinta.

Angin segar bertiup, menyebarkan bau bunga melati dan kebahagiaan yang tak terlupakan. Semua orang tersenyum, tahu bahwa tidak peduli berapa tahun yang akan lewat, keluarga mereka akan selalu bersama—dengan jendela yang selalu terbuka, siap menerima apa pun yang akan datang, dan tsiap menurunkan makna cinta dan harapan ke generasi yang akan datang.

Lima tahun berlalu seperti kilat—Cinta sudah berusia 12 tahun, masuk SD atas, dan sudah bisa melukis dengan keahlian yang hampir sama dengan Lila. Dia sering mengunjungi rumah tua yang sudah direnovasi, duduk di halaman, dan membayangkan masa lalu keluarga. Rafi sudah berusia 5 tahun, rambutnya keriting seperti Doni dan suka mengikuti Arif belajar pemrograman sederhana. Ayu sudah menikah dengan seorang seniman tari dari Malaysia, dan mereka akan punya anak pertama. Arif punya pacar yang juga bekerja di perusahaan dia, dan mereka merencanakan pernikahan. Rina dan Adi sudah memasuki usia 65-an, tapi mereka masih sehat dan suka berjalan-jalan ke halaman rumah tua.

Satu hari, pemilik baru rumah tua menghubungi Adi: "Pak, saya mau menjual rumah ini. Ada orang yang mau beli untuk dibangun jadi apartemen. Kalau Pak tertarik beli, saya bisa kasih harga murah. Kalau tidak, prosesnya akan dimulai bulan depan."

Adi terkejut dan sedih. Dia memberitahu keluarga, dan semua orang merasa sedih. "Rumah itu adalah tempat semua cerita kita dimulai," kata Lila dengan suara lemah. "Kita tidak bisa biarkan dia dihancurkan jadi apartemen."

Keluarga berkumpul di teras rumah baru, semua jendela terbuka segar angin pagi. Mereka membahas cara untuk menyelamatkan rumah tua, tapi masalahnya—uang keluarga tidak cukup untuk membeli rumah itu. "Harga rumah di daerah itu sudah sangat mahal," kata Arif. "Kita bisa kumpulkan uang, tapi mungkin belum cukup."

Cinta duduk diam sambil melukis, seperti biasa. Dia melihat wajah keluarga yang sedih dan berkata: "Kakak-kakak, kakek, nenek—aku punya ide. Tapi butuh bantuan semua orang." Semua orang melihatnya dengan penasaran.

"Aku mau membuat karya seni besar—sebuah lukisan yang menggambarkan seluruh perjalanan keluarga kita di rumah tua itu. Kemudian, kita akan gelar pameran dan lomba amal dengan hasil penjualan lukisan dan karya lain dari keluarga. Uang yang dikumpulkan akan digunakan untuk membeli rumah tua. Kalau cukup, kita beli. Kalau tidak, kita bisa ajak masyarakat untuk membantu—karena cerita kita juga adalah cerita tentang harapan yang bisa menginspirasi orang lain."

Semua orang terkejut dan senang. Lila memegang tangan Cinta: "Sayang, ide mu luar biasa. Kita semua akan membantu."

Mulai dari hari itu, keluarga bekerja keras untuk mempersiapkan pameran amal. Lila membuat lukisan tentang masa muda dia dan Adi di rumah tua. Doni membuat patung tentang jendela terbuka. Ayu membuat kain batik dengan motif rumah tua. Arif membuat aplikasi untuk mempromosikan pameran dan menerima donasi online. Rafi membuat gambar-gambar anak-anak tentang rumah tua. Rina menulis cerita pendek tentang hari pertama dia tinggal di rumah tua. Adi membuat rangka bunga dari kayu yang dia potong sendiri untuk dekorasi pameran.

Selama 3 bulan, mereka bekerja tanpa lelah. Cinta menghabiskan setiap hari setelah sekolah di galeri Lila, melukis karya besarnya. Dia menggambar rumah tua dengan jendela yang semula lupa ditutup, dengan semua momen penting yang terjadi di sana: hari Rina dan Adi pertama kali tinggal, hari Lila lahir, hari Adi mengakui kesalahannya, hari semua keluarga berkumpul untuk pertama kalinya, dan hari mereka terakhir keluar dari rumah tua sebelum direnovasi. Di sekitar rumah, dia menggambar generasi baru—Cinta, Rafi, dan bayi yang akan lahir dari Ayu—yang berdiri di depan jendela, siap meneruskan cerita.

Hari pameran tiba. Mereka menyewa galeri besar di pusat kota, dan semuanya dihiasi dengan karya keluarga dan cerita tentang rumah tua. Banyak orang datang—teman, tetangga, seniman, pengusaha, dan bahkan media massa yang mendengar tentang cerita mereka. Cinta berdiri di depan karya besarnya, yang berukuran 3x5 meter, dan berbicara:

"Ini rumah tua keluarga saya—tempat di mana jendela yang lupa ditutup membuat semua cerita dimulai. Jendela itu bukan hanya benda—dia adalah tempat untuk melihat harapan, untuk memaafkan, untuk mencintai. Kita mau menyelamatkan rumah itu agar generasi depan bisa melihat dari mana kita datang. Bantu kita membuka jendela harapan untuk rumah tua ini!"

Semua hadirin terpesona dan terharu. Banyak orang membeli karya seni, memberikan donasi, dan berbagi cerita mereka di media sosial. Seorang pengusaha kaya yang datang menyaksikan pameran berkata: "Cerita keluarga Anda sangat menginspirasi. Saya akan memberikan donasi untuk menyelesaikan uang beli rumah. Hanya satu syarat—rumah itu harus dibuat jadi taman baca dan galeri seni untuk anak-anak."

Semua keluarga menangis senang. Uang yang dikumpulkan sudah cukup—bahkan lebih dari cukup—untuk membeli rumah tua dan merenovasinya jadi taman baca dan galeri seni. Pemilik baru rumah tua setuju, dan proses pembelian dimulai.

Beberapa bulan kemudian, proses renovasi selesai. Rumah tua yang dulunya akan dihancurkan sekarang menjadi tempat yang hangat: lantai kayu yang lama dipertahankan, dinding dihiasi dengan karya seni keluarga, dan di kamar tidur utama—jendela yang semula lupa ditutup dipasang kembali! Adi berhasil menemukan jendela asli yang dipindahkan ke gudang oleh pemilik sebelumnya, dan mereka memasangkannya kembali ke tempat semula.

Hari peresmian taman baca dan galeri seni tiba. Semua keluarga berkumpul—Lila, Doni, Cinta, Rafi, Ayu yang sudah hamil 8 bulan, Arif dan pacarnya, Siti, Ibu Adi, Ibu Rina, Rio dan keluarganya, serta banyak anak-anak dari sekitar daerah.

Adi berdiri di depan jendela asli yang sudah dipasang kembali, memegang tangan Rina: "Hari ini, kita menyelamatkan bukan cuma rumah—kita menyelamatkan sejarah dan harapan. Jendela ini yang dulu lupa ditutup sekarang akan selalu terbuka untuk anak-anak, untuk cerita, untuk seni. Ini adalah hadiah terbesar untuk keluarga kita."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!