NovelToon NovelToon
Trap Of Destiny

Trap Of Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Spiritual / Iblis / Peramal
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Dian Dipa Pratiwi

Terima atau tidak, mau tak mau manusia harus menerima kenyataan itu. Bahwa mereka terlahir dengan apa adanya mereka saat ini. Sayangnya manusia tak bisa memilih akan dilahirkan dalam bentuk seperti apa. Kalau bisa memilih, mungkin semua orang berlomba-lomba memilih versi terbaiknya sebelum lahir ke dunia.

Terkadang hal istimewa yang Tuhan beri ke kita justru dianggap hal aneh dan tidak normal bagi manusia lain. Mereka berhak untuk berkomentar dan kita juga berhak memutuskan. Mencintai diri sendiri dengan segala hal istimewa yang Tuhan tuangkan dalam diri kita adalah suatu apresiasi serta wujud syukur kepada sang pencipta.

Sama seperti Nara, yang sudah sejak lama menerima kenyataan hidupnya. Sudah sejak dua tahun lalu ia menerima panggilan spiritual di dalam hidupnya, namun baru ia putuskan untuk menerimanya tahun lalu. Semua hal perlu proses. Termasuk peralihan kehidupan menuju hidup yang tak pernah ia jalani sebelumnya.

Sudah setahun terakhir ia menjadi ahli pembaca tarot.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dian Dipa Pratiwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aksi Kedua

Mereka tak cukup yakin kalau rencananya akan berhasil. Terlebih Nara, ia sudah benar-benar putus asa. Tidak ada lagi harapan yang tersisa. Dirinya tak pernah begitu takut seperti ini sebelumnya.

Sementara di sisi lain Baron tampak berbeda. Ia cukup antusias dan percaya kalau rencananya kali imi akan berhasil. Entah dia hanya merasa percaya diri saja, atau memang intuisinya berkata demikian.

Gadis itu tak menaruh ekspektasi terlalu banyak pada Baron. Bagaimana pun juga, ia tetap manusia. Dukun juga tak akan selamanya benar.

Nara mengerjap. Matanya berbinar penuh harap. Harapannya sederhana, namun cukup sulit untuk diwujudkan jika hanya mengandalkan upaya manusia. Bahkaaan bakat spiritual yang ia miliki tak cukup membantu untuk kali ini.

"Kau yakin soal ini?" tanya Nara sekali lagi.

Mungkin ini akan menjadi pertanyaan terakhirnya sebelum ia benar-benar dihabisi oleh siluman rubah itu.

"Kau hanya perlu percaya padaku," ucap Baron berusaha meyakinkan gadis itu.

Nara sendiri sudah cukup lelah untuk berharap. Terakhir kali ia melayangkan harapan, tak berujung cukup baik.

"Ini, pegang ini!" perintah Baron.

Pria itu menyodorkan sebilah pedang pusaka miliknya. Kini bagian tajam dari pedang itu sudah dilumuri oleh darah kuda putih. Sehingga seharusnya rubah itu akan terbunuh dengan cepat. Senjata pusaka warisan leluhur dan darah kuda putih merupakan perpaduan yang mengesankan. Kekuatannya cukup untuk membinasakan dua siluman dalam waktu yang bersamaan.

"Kau yang akan jadi tokoh utamanya kali ini," ucap pria itu setelahnya.

Nara tampak mengerutkan keningnya. Ia tak paham dengan apa yang baru saja dikatakan oleh pria itu.

"Nanti aku akan mengalihkan perhatiannya. Memancing rubah itu untuk turun," tutur Baron.

"Sementara kau akan menyerangnya dari belakang sementara aku berusaha mengalihkan perhatiannya. Rubah itu tak akan mampu membagi perhatiannya. Dia harus fokus terhadap salah satunya saja," jelas pria itu dengan panjang lebar.

"Kau hanya perlu menyerangnya seperti yang kau lakukan terhadap hiena itu tadi," timpal Baron di akhir kalimatnya.

Gadis itu terdiam sejenak sebelum pada akhirnya memutuskan untuk menanggapi perkataan yang baru saja dilontarkan oleh lawan bicaranya.

"Tapi aku tadi melakukannya secara spontan. Aku bahkan sama sekali tam tahu bagaimana caranya untuk menyerang," ungkap Nara.

Sebenarnya hal itu wajar saja terjadi. Terkadang manusia memang suka melampaui batas kemampuannya jika sedang dalam kondisi terdesak.

"Aku percaya kau bisa melakukannya lagi kali ini," ujar Baron.

"Tidak, aku tidak bisa," tepis Nara dengan cepat.

"Lebih baik aku menyerahkan diri saja kepadanya dari pada harus menyerang lagi," timpalnya.

Gadis itu sudah benar-benar putus asa. Ia bahkan tak mau melakukan upaya untuk membela dirinya sendiri saat ini.

"Kau harus percaya pada dirimu sendiri," ucap Baron sambil mengguncang-guncang tubuh gadis itu.

"Aku tidak ingin melakukannya lagi," tegas Nara sekali lagi.

Baron lantas menghela napasnya dengan kasar.

"Baiklah, akan ku lakukan semuanya sendiri," ucapnya.

Pria itu sudah bertekad untuk membereskan semuanya sendiri. Membujuk dan meyakinkan Nara hanya akan membuang-buang wakti dan kesempatan saja. Ia bahkan tak akan menyetujui sarannya.

"Berikan padaku!" ucap Baron.

Pria itu merampas dengan paksa pedang yang baru saja ia berikan.

"Tetaplah di sini. Setidaknya kau tak perlu bersusah payah," timpalnya kemudian.

Baron mempersiapkan segalanya sendirian. Mulai dari umpan, senjata dan lain-lainnya. Segala rencana yang telah ia siapkan mau tak mau harus dieksekusinya sendiri.

Di satu sisi Nara sudah terlalu payah. Ia ingin menyerah dengan mudah. Toh dirinya tak bisa melakukan apa-apa juga. Ia tak cukup bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya. Membaca tarot tak akan mampu membantunya di saat-saat genting seperti ini.

Namun di sisi lain ia juga tak mau membiarkan Baron mempertaruhkan semuanya sendiri. Meski semua orang tahu kalau pria itu cukup berbakat, tapi tetap saja tidak akan menutup kemungkinan baginya untuk kalah. Kemungkinan terburuk akan selalu ada di setiap situasi, walau mungkin besarannya tak sampai satu persen.

"Aku akan membantumu," celetuk Nara.

"Tidak perlu," tolak Baron dengan mentah-mentah.

Keputusannya sudah bulat, tidak bisa diubah lagi. Baron tak suka dengan orang yang plin-plan. Mereka pada umumnya tak bisa dipercaya karena perkataannya yang dikenal tak berprinsip.

"Baiklah, terserahmu saja!" balas Nara kemudian kembali duduk.

Jujur ia merasa kecewa karena tawarannya tidak dipertimbangkan sama sekali. Nara merasa pendapatnya tak di hargai.

Kini Nara juga sudah bertekad bulat. Ia tak akan membantu pria itu dalam bentuk apa pun lagi. Apa pun yang terjadi dengannya, Nara tak akan peduli.

Rasa egois yang terdapat di dalam diri mereka masing-masing kini berhasil mendominasi. Membuat keduanya berdiri teguh pada pendiriannya.

Sementara itu Ibu Nara tak tahu harus berbuat apa. Situasinya sedang sangat kacau. Ia akan serba salah jadinya.

"Kalau begitu biar bibi bantu ya?" tawar wanita itu dengan rendah hati.

"Tidak perlu bi. Aku akan membereskannya sendiri. Bibi berlindung saja di sini ya," jawab Baron.

Nada bicaranya berubah drastis. Tak seperti sebelumnya ketika bicara dengan Nara.

Dengan berbekal umpan, jimat dan juga senjata andalannya, Baron memberanikan diri untuk membuka pintu yang merupakan perlindungan terakhir mereka. Ia memantapkan dirinya untuk maju ke medan pertempuran. Langkah kakinya tampak begitu yakin, sama sekali tak ada rasa takut yang tercermin di wajahnya.

Baron melihat sekelilingnya dengan cermat. Sepertinya rubah itu belum turun ke bawah sejak tadi. Dilihat dari jejak kakinya, sama sekali tak ada tanda-tanda kalau rubah itu melangkah ke arah yang sebaliknya.

Dengan hati-hati ia meletakkan umpannya di tepi nak tangga. Lalu melemparkannya ke beberapa anak tangga yang ada di atas.

"Seharusnya ini berhasil," ucap pria itu.

Tak lama kemudian terdengar suara geraman dari atas. Tak terlalu jauh. Sepertinya ia mulai mendekat. Baron bisa mendengar suaranya yang semakin nyaring dan jelas.

'TAP!'

'TAP!'

'TAP!'

Berselang beberapa detik kemudian di susul dengan suara langkah kaki yang juga rasanya kian mendekat.

Kaki rubah seharusnya tak membuat suara senyaring itu saat melangkah. Ukuran kaki yang tak terlalu besar, tak akan memberikan efek suara apa pun. Namun sepertinya ini karena efek lantai kayu yang mudah menciptakan suara.

Baron bersembunyi di balik anak tangga sembari menunggu rubah itu datang. Ia memilih untuk menghilang dari pandangan siluman itu. Menyerang dari sisi yang tak terlihat olehnya akan jauh lebih menguntungkan.

Langkahnya terasa semakin dekat. Rubah itu bergerak dengan kecepatan rendah, namun terbilang stabil dan pasti.

Sekarang ia bisa merasakan kalau rubah itu sudah berada tepat di atas kepalanya. Anak tangga yang berada di atas kepalanya mendadak berderit, lalu di susul denga anak tangga berikutnya.

1
Ernawati Ningsih
Ceritanya bagus banget. Mengangkat sudut pandang peramal dan juga kepercayaan akan takdir. Terus ada bahas soal ritual-ritual gitu. Seru banget
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!