"Aku mohon jadilah Mamaku Ra!!" Pinta Hannah temannya sejak pertama kali masuk SMA.
"Jika dalam waktu satu minggu, orang tua mu tak bisa membayar sisa hutangnya, kamu harus menikah denganku manis." Ucap pria lintah darat yang terkenal didaerah itu.
Danira Grisela,
Seorang gadis polos yang baru saja menyelesaikan pendidikan SMA, harus terjerat ancaman seorang lintah darat yang akan menikahinya jika orang tuanya tak bisa melunasi sisa hutangnya.
Namun, ia juga dihadapkan dengan permintaan sahabatnya yang memintanya untuk dengan Ayahnya dan berjanji akan melunasi semua hutang orang tuanya dan menanggung semua kebutuhan keluarganya.
Pilihan manakah yang akan Danira pilih?
Yuk langsung baca ceritanya!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 28
Sore itu Danira menatap jam di pergelangan tangannya, saat ini ia tengah menunggu jemputan Pak Asep sendirian.
Karena Hannah sedang ijin kuliah, ia pergi ke Bandung lagi, menemani oma dan opanya.
Tiba-tiba sebuah mobil merah metallic berhenti di hadapan Danira. Dan tak lama kemudian, seorang wanita cantik turun dari mobil.
"Tante Dona...." gumam Danira yang seketika mundur selangkah.
Tangannya refleks memegangi perutnya yang sudah hamil jalan 5 bulan, seolah ingin melindungi anaknya dari tatapan Dona yang setajam silet.
"Hallo Danira, atau harus kupanggil Mrs. Hajun, kenapa? Takut sama aku ya? Aku cuma mau ngasih tau kamu, kalau aku belum kalah, aku masih belum nyerah, aku akan merebut Hajun dari tanganmu. Kamu dengar ya gadis kampung! Hajun akan kembali padaku, ingat itu! Dan camkan itu! Hahahaha, bye gadis kampung!"ucap Dona lalu tertawa culas sambil masuk ke mobilnya.
Danira hanya diam terpaku ditempat lalu air matanya seketika luruh tak tertahan. Tubuhnya kini mulai gemetar.
Hingga tak berselang lama, Mobil Pak Asep terlihat memasuki halaman kampus membuat Danira dengan cepat mengusap air matanya.
Ia masuk ke dalam mobil, sambil menundukan kepalanya dalam-dalam, ia takut Pak Asep melihat air matanya.
***
Jam 10 malam, Hajun baru tiba di rumah. Beberapa hari ini, Hajun memang harus mengunjungi beberapa cabang perusahaannya di beberapa kota.
Tapi Hajun tetap berusaha untuk tak menginap. Ia merasa kasihan pada Danira, karena Hannah juga sedang ke Bandung.
Saat tiba di kamar, Hajun melihat Danira sudah tertidur, dengan selimut menutupi tubuhnya dari ujung kaki sampai setengah kepala.
"Gak biasanya Danira menutupi kepalanya juga."
Perlahan Hajun membuka selimut yang menutupi kepala Danira. Hajun langsung terkesiap karena pipi Danira penuh dengan bekas air mata, bahkan bantalnya masih terlihat basah.
Hajun tau, Danira belum tidur, itu terlihat saat Danira menggigit bibirnya sampai berdarah, untuk menahan isaknya agar tak terdengar.
"Sayang, ada yang sakit?" tanya Hajun lembut membuat Danira membuka matanya.
"Sudah pulang Ayy? Udah makan? Udah sholat? Kalau belum makan, biar aku siapkan makan malamnya." Ucap Danira yang berusaha bangun dari berbaringnya.
"Aku udah makan, udah sholat juga. Kamu jawab aku, Sayang, kamu kenapa menangis sampai matamu bengkak begini?" tanya Hajun yang ikut duduk disamping Danira.
Danira menggelengkan kepalanya. "Aku nggak apa, cuma sedikit lelah aja." jawab Danira sambil menggulung asal rambutnya ke atas.
"Di mana yang sakit? Biar aku pijit." Tanya Hajun, sambil menyibak selimut yang menutupi kaki Danira.
"Nggak usah, Ayy baru pulang dari luar kota, pasti lebih capek dari aku. Ay mandi sana, biar segar."
Melihat Danira yang berusaha terlihat baik-baik saja membuat Hajun semakin yakin, ada yang Danira sembunyikan darinya.
"Kamu marah, karena aku pulang malam terus, karena waktu buat kamu berkurang?" tanya Hajun penuh selidik.
Kepala Danira kembali menggeleng. "Aku nggak apa, sungguh." Mulut Danira mengatakan tak ada apa-apa, tapi air matanya sudah menetes di pipinya.
"Ya Tuhan Danira, ada apa sebenarnya? Sikap kamu jelas menyembunyikan sesuatu. Ini gak seperti biasanya." gumam hati Hajun.
Melihat istrinya sedang tidak baik-baik saja, Hajun membawa kepala Danira ke dalam dekapan dadanya.
"Tolong kasih tau aku, kalau kamu marah sama aku, Sayang. Jangan di simpan dalam hatimu, aku mohon. Aku gak mau kamu banyak pikiran, kasihan nanti anak kita, kalau kamu sakit." pinta Hajun.
Kepala Danira mengangguk di dalam dekapan Hajun.
"Sungguh aku gak papa, aku cuma merasa lelah aja."
Ucap Danira lalu mendorong pelan dada Hajun.
"Mandi dulu sana, Ayy."
Hajun menganggukan kepala. "Habis mandi, nanti aku pijitin kamu." janji Hajun.
"Nggak usah, Ay." Jawab Danira lirih.
"Aku yang memaksa!" ucap Hajun, sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Iiih....dasar modus, omes!" omel Danira.
Hajun langsung tertawa saat mendengar kata omes yang keluar dari mulut Danira, ia tak bertanya lagi, apa itu modus dan apa itu omes. Kemarin ia sudah bertanya pada Google, dan ia sudah tahu artinya.
"Oke, Sayang, aku emang modus, tapi kalo omes... sepertinya kamu yang lebih omes dari aku." batin Hajun.
Hajun masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Danira berdiri di depan cermin lalu ia menatap wajahnya yang sembab.
"Maaf ya, Om, aku udah bohong. Aku nggak mungkin cerita tentang Tante Dona. Aku nggak bisa menambah beban pikiran kamu, yang sudah penuh dengan urusan pekerjaan. Maafin aku ya, Om." batin Danira.
Setelah menunggu selama beberapa saat, Hajun ke luar dari kamar mandi, hanya dengan berlilitkan handuk di pinggangnya dan rambutnya yang masih basah.
"Ya ampuunnn, Om, badan kamu keren banget, nggak kelihatan udah umur 40an. Nggak ada lemak berlebih sama sekali. Iih kenapa jadi aku yang omes ya?" gumam Danira dalam hati.
Danira langsung memalingkan wajahnya untuk menghilangkan pikiran omesnya.
Melihat Danira yang memalingkan wajah, Hajun berdiri di belakang Danira.
Bibirnya yang mulai nakal mengecup tengkuk, bahu dan leher Danira dengan lembut.
Aroma dari tubuh Hajun yang baru selesai mandi, membuat Danira juga ingin mencium Hajun.
"Aayyy...." lirih suara Danira.
"Udah beberapa malam, aku pulang kamu udah tidur, Sayang. Aku kangen banget sama kamu." Ucap Hajun lembut.
"Tapi tiap pagi kan kita ketemu, Ay." Jawab Danira yang kini membalikkan badan menghadap Hajun.
"Emmhh... Aku kangen tidur meluk kamu."
"Tiap malam sudah meluk aku Aaayy." Danira kini mendongak menatap Hajun.
Tangan Hajun menarik ke atas baju tidur Danira, sehingga terlepas lewat kepala dan kedua tangan Danira. Lalu ia melepas bra Danira.
"Ayy... malu." Ucap Danira, sambil menatap tubuhnya yang tinggal memakai segitiga pengaman di cermin. Dada dan perutnya sudah tambah besar sekarang.
Kini giliran tangan Hajun yang mulai nakal, kedua tangannya menggenggam dua bukit di dada Danira.
"Sayang, bukitnya sekarang udah jadi gunung, jadi tambah besar ya." Ucap Hajun menggoda.
"Ay... malu!" ucap Danira yang hendak melepaskan tangan Hajun.
Tapi Hajun tak mau melepaskan Danira. Tangannya yang satu ia turunkan ke perut Danira.
"Anak Papa, yang di sini, harus sehat dan harus kuat." Ucap Hajun sambil mengelus perut Danira.
Hajun mengusap lembut mata sembab Danira. "Sayang, kalau ada apa-apa, yang tak enak di hati dan mengganggu pikiran kamu, jangan disimpan sendiri ya. Kamu harus cerita sama aku, janji ya, Sayang!" ucap Hajun yang kini tangannya menangkup wajah Danira.
Kepala Danira mengangguk pelan. Hajun kini menurunkan wajahnya, dan bibirnya mencium bibir Danira lembut.
Tanpa melepaskan ciumannya, Hajun mengangkat tubuh Danira, lalu membaringkan Danira di atas ranjang dan ciumi setiap inci wajah Danira.
"Ayy... Ayy!" panggil Danira.
Hajun yang tengah menikmati aktivitasnya, langsung mengangkat kepalanya lalu menatap wajah Danira
"Ada apa, Sayang?" tanya Hajun.
"Tadi janjinya abis mandi mau mijitin aku." ucap Danira dengan nada manja.
Hajun terkekeh pelan. "Pegalnya di mana, Sayang?"
Danira menunjuk kakinya. "Kaki aku pegal Ayy, capek turun naik tangga terus."
"Di sini ya?" Hajun menunjuk pergelangan kaki Danira.
Kepala Danira mengangguk. Tapi, bukannya memijat kaki Danira, Hajun justru malah mencium kaki Danira berulang kali.
Cup!
Cup!
Cup!
"Ayy, jangan, geli tau!!" Protes Danira.
Cup cup cup!!
Tak mendengar ucapan protes Danira, Hajun kembali mencium kaki Danira.
"Ayy, geli. Ayy!" jerit Danira yang kini akhirnya tertawa.
Tapi Hajun tetap meneruskan kecupannya dikedua kaki Danira.
"Aaayy, di situ nggak pegal, nggak usah dipijit, Ayy!" Danira kini merasa malu karena Hajun terus menaikan kecupannya dari kaki naik ke paha.
"Ayy!"
Semakin Hajun menaikkan kecupannya, jeritan Danira perlahan berubah menjadi desahan.
Dan tak lama kemudian dua tubuh suami istri itu menyatu sempurna.
Hajun menyeka peluh di kening Danira setelah sesi penyatuan mereka selesai. Ia mengecup lembut kening istrinya.
"I love you, Sayang. Jangan sedih lagi, jangan nangis lagi, kalau pegal, bilang aja, nanti aku pijitin lagi." bisik Hajun nakal.
"Curang, mijitinnya modus, ada maunya." rajuk Danira.
"Tapi, Sayangku ini suka juga kan aku modusin." Jawaban Hajun membuat Danira mendongakkan kepalanya.
"Memang Ay udah tau apa itu modus?"
"Tau dong, kan aku udah nanya sama Mbah Google." jawab Hajun, sambil menjawil hidung Danira.
"Tahu omes juga dong, Ay?!" tanya Danira penasaran.
Hajun mengangguk sambil tertawa pelan. "Tapi sepertinya, kamu yang suka omes deh. Kaya kamu tadi, waktu lihat aku, pas ke luar dari kamar mandi, bibir kamu sampai ngeces gitu." goda Hajun.
Spontan Danira meraba bibirnya dengan wajah yang memerah.
"Emang bener, tadi aku sampai ngeces?" tanya Danira polos.
Hajun tak bisa lagi menahan tawanya saat mendengar pertanyaan polos Danira. Ia tergelak sampai matanya mengeluarkan air mata.
Danira yang melihat Hajun tak berhenti tertawa, memukul dada Hajun pelan.
"Kok ketawa sih, Ayy. Kamu ngerjain aku ya? Iiihh curang!" ucap Danira yang melepaskan pelukan Hajun.
Danira langsung membalikkan badannya dengan perasaan kesal. Tapi, Hajun memeluk Danira dari belakang.
"Sayang... jangan ngambek dong. Aku senang kalau kamu terpesona menatapku. Artinya aku masih menarik di mata kamu. Aku takut kamu naksir pria lain, yang jauh lebih muda dari aku." rayu Hajun.
Danira memutar lagi badannya. "Nggak kebalik, Ayy? Bukannya kamu yang suka lirik cewek cantik!"
"Bukan aku yang lirik mereka, tapi mereka yang lirik aku!" kilah Hajun.
"Iya percaya... Om itu ganteng, tinggi, gagah, putih, cakep, kaya. Harusnya, Om itu punya istri yang putih, cantik, ti...."
"Sayang... jangan ngomong gitu." potong Hajun, sambil memeluk Danira erat.
Air mata Danira kembali menetes. Ia teringat ucapan Dona, tentang dirinya, yang hanya seorang gadis kampungan.
"Benar apa yang dikatakan Tante Dona, aku cuma gadis kampung yang gak tau diri."
Danira akhirnya kembali terisak, karena teringat ucapan Dona.
************
************