Cakar Garuda

"Namanya Segara Barep. Sisipkan lah nama untuknya juga..!!" Kata Bang Farial. "Hmmm.. aku transfer ke rekening mu ya..!!"

"Untuk apa? Aku sudah membayar semuanya." Jawab Bang Arbath.

"Aku.............."

"Aku tidak pernah ingin memaksamu dalam hal apapun. Terserah padamu, semua yang kau lakukan adalah urusanmu dengan Tuhan." Bang Arbath matikan puntung rokoknya lalu mengambil lagi yang baru.

Bang Arbath memilih sibuk dengan ponselnya sejenak kemudian mereka membahas hal ringan saja sebagai pengisi waktu.

\=\=\=

Pagi ini Bang Farial dan Bang Arbath sudah kembali ke kediaman masing-masing usai berurusan dengan kambing aqiqah baby junior.

Di rumah, Bang Arbath sudah di sibuk kan dengan para anggota yang menyiapkan tenda di rumahnya.

"Lampunya hanya fokus ke tempat jamuan dan tamu saja. Baby saya tidak perlu di sorot..!!" Kata Bang Arbath mengarahkan.

Melihat keributan itu, Dindra menjadi penasaran dan ikut keluar dari rumah. "Hmm.. Om.. apa nanti ada anggota dari Batalyon?" Tanya Dindra.

Bang Arbath menoleh mendengar suara Dindra. "Ada tamu dari Batalyon juga markas. Ada apa?" Bang Arbath balik bertanya.

"Nggak apa-apa." Jawab Dindra menunduk lesu kemudian kembali masuk ke dalam rumah.

"Sekalipun ada Rial, Abang mendampingi mu..!! Sekuatnya kita menolaknya, semua tidak akan mengubah keadaan kalau memang Rial adalah ayah biologis dari junior." Kata Bang Arbath.

Dindra berbalik badan dan menatap mata Dindra. "Termasuk memberinya nama????"

Bibir Bang Arbath rasanya terbungkam, ia menyadari bahwa hak nya sungguh terbatas di setiap keputusan yang ada.

"Dia.. meninggalkan Dindra tanpa alasan, menceraikan Dindra dalam kebodohan, tidak mengakui anak ini dan menikah dengan wanita lain. Lalu sekarang dia kembali dan menyematkan nama untuk anak Dindra. Taukah Abang.. Dindra berusaha tidak menangis, hidup dalam kerinduan seorang diri hingga ada laki-laki lain yang datang dalam hidup Dindra, memanjakan Dindra, dia yang selalu memenuhi apa yang Dindra inginkan. Sekarang Om jawab, apakah pantas dia ada????" Pekik Dindra.

Para anggota berpura-pura tidak mendengar perdebatan itu dan sengaja memberi muka pada Danki mereka. Sungguh apa yang di alami ibu Dindra Arbath sudah membuat trauma yang begitu mendalam pada wanita itu.

"Saya tidak bermaksud begitu, dek..!!" Gumam Bang Arbath lirih.

-_-_-_-_-

Malam tiba, Dindra masih enggan bicara dengan Bang Arbath karena perkara tadi siang. Wajahnya masih saja murung dan cemberut.

Tamu undangan sudah banyak yang datang dan Bang Arbath menyambutnya dengan senyum namun tidak dengan Dindra, matanya pun masih sembab oleh air mata. Apalagi Papanya tidak bisa datang karena kesibukan.

"Selamat ya, Ar..!!" Danyon menyalami Bang Arbath kemudian menuju baby junior. "Anak hebat, Pakde tunggu kau merusak tatanan Batalyon..!!"

"Siap, Abang..!! Terima kasih banyak." Jawab Bang Arbath.

Danyon tersenyum tipis, ia paling paham permasalahan Bang Arbath hingga perkara sampai seperti sekarang ini.

"Sabar dan tetap bersyukur, Bu Arbath..!! Kita tidak bisa menduga apapun yang terjadi pada hidup kita. Tetap lanjutkan hidup, nanti tidak perlu pengajuan nikah ke Batalyon.. cukup akad saja. Semua berkas sudah saya sah kan..!!"

Dindra mengangguk dan berterima kasih sembari menangkupkan kedua tangan dengan sopan dan mulai bisa berbaur menyambut tamu yang lain.

Tak lama berselang, Bang Farial hadir dalam acara tersebut. Dengan menguatkan hatinya, Bang Farial menghampiri Bang Arbath dan Dindra.

"Se_lamat ya Ar..!!" Ucapnya kikuk. Entah apa yang harus ia katakan saat ini. Dindra yang malas seketika meninggalkan tempat tapi Bang Arbath menarik lengan calon istri cantiknya itu.

"Dindra.. saya minta maaf..!! Saya.. menyadari kesalahan yang sudah saya perbuat. Kecurigaan saya padamu dan Arbath sudah menghancurkan rumah tangga kita..!!"

"Sudah selesai bicaranya???" Tegur Dindra kemudian membawa bayinya masuk ke dalam rumah padahal acara belum juga di mulai.

"Biar saya coba bicara dengan Dindra." Bang Arbath pun melangkah menyusul Dindra masuk ke dalam rumah.

~

Jika saja saat ini Bang Arbath bisa memeluk Dindra, pasti hal itu sudah di lakukannya.

"Acaranya baru akan di mulai. Apa kau tidak ingin memberi do'a syukur mu atas kelahiran anakmu.. anak kita..!!" Tegur lembut Bang Arbath. "Saya minta maaf sudah melangkahimu untuk urusan nama si junior. Tapi.. dia berhak untuk memberikan nama untuk junior. Ikhlaskan, dek. Biarkan namanya Segara Barep.. Segara Barep Chandra Ekandalu..!!"

Dindra menangis dan refleks memeluk Bang Arbath. Refleks pula Bang Arbath mengangkat kedua tangannya dengan panik. Tiba-tiba saja jantungnya terasa berhamburan, ia pun kelabakan mengatur perasaan.

"Ayo ke depan..!! Sudah banyak tamu. Terserah kau saja, mau memanggil namanya siapa." Bujuk Bang Arbath.

...

Do'a sudah terlantun merdu bahkan Bang Arbath pun kemudian ikut melantunkan ayat suci sebagai 'hadiah' bagi putra pertama nya.

Sedari tadi pandang mata Bang Farial tertuju pada sosok kecil dalam gendongan sahabatnya. Ia begitu penasaran melihat rupa baby junior meskipun Bang Arbath sudah memberi tahunya lewat foto di ponsel.

Terdengar Bang Arbath berbisik sesuatu pada Dindra dan akhirnya Dindra memilih duduk menjauh.

"Kang, tolong bantu saya gendong junior..!!" Pinta Bang Arbath dan hal itu membuat Bang Farial begitu terkejut. Ia merasa tidak enak hati namun akhirnya karena desakan sahabat, juga Bang Arrow yang mengijinkan, Bang Farial pun menggendong bayi kecil itu.

"Allahu Akbar..!!" Bang Farial sampai bersimpuh sembari menggendong baby junior yang wajahnya masih begitu kental serupa wajahnya. Tubuhnya seketika lemas, ia menciumi tubuh kecil tanpa daya itu. "Maafin Ayah nak, Ayahmu ini memang tidak berguna." Ucapnya tanpa sadar mengakui gelapnya prahara yang telah terjadi.

Dindra yang kesal segera menghindar namun Mama Roro memeluk dan menghibur menantunya.

"Jangan cemas ndhuk. Oma dan Opanya Dalu akan selalu menjadi garda terdepan, tidak akan membiarkan yang sudah pecah kembali berhamburan..!!" Kata Mama Roro.

"Mamaaaa.. kenapa harus Bang Rial. Dindra ingin Dalu menjadi anaknya Om Ar..!!!" Dindra bersandar pada mama mertuanya itu.

"Kau ini bagaimana, selamanya Dalu memang anak Kapten Arbath dan Dalu adalah cucu pertama Mama dan Papa, tidak ada yang bisa mengubah hal itu." Sambar Papa Shaleh.

.

.

.

.