Arkan Pratama, putra kedua dari pasangan Azel dan Renata. Dia adalah anak tengah yang keberadaannya seringkali di abaikan oleh mereka. Tidak seperti kakak dan adiknya yang mendapatkan kasih sayang dan perlakuan yang berbeda dari orang tuanya. Hingga....
Penasaran?
Akankah Arkan mendapatkan kasih sayang dari keluarganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurFitriAnisyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alone 28
"Arkan... apakah Abang harus menyelamatkan Arief, dan menuruti kemauan mu? Apakah sudah waktunya untuk Bang Rangga merelakan mu pergi, Arkan...?"
Arkan membuka matanya saat Rangga menatapnya penuh dengan kesedihan.
"Jangan... Mengasihani ku, Bang. Aku tidak suka di lihat dengan tatapan seperti itu." Ujar Arkan lemah.
"Aku akan sembuh, tenang saja..."
"Arief..." Ujar Rangga hati-hati.
Rangga ingin memberitahu Arkan soal keadaan Arief saat ini, namun ternyata Arkan lebih dahulu mengetahuinya.
"Aku tahu... pergilah ke sana, sebentar lagi aku juga akan menyusul. Setelah kaki ku kuat untuk berdiri." Ujar Arkan.
"Baiklah."
Rangga juga tahu jika adik sepupunya itu tidak suka di anggap sakit dan di kasihani, jadi Rangga juga berusaha bersikap biasa saja, meskipun hatinya menangis melihat keadaan Arkan.
"Dokter Ara, bagaimana keadaan Arief saat ini?" Tanya Rangga yang baru saja tiba.
"Denyut jantung pasien terus menurun dan aktivitas otak terus meningkat kami bingung, Dokter." Jelas Ara.
"Huh, kenapa juga ada orang yang meluluskan kalian sebagai Dokter, jika hal seperti ini saja kalian tidak tahu? Suntikan 20ml magnesium." Sahut Arkan yang muncul dari belakang Rangga.
"Benar, suntikan magnesium sekarang." Bubuh Rangga.
"Ishh... sombong sekali, mentang-mentang Dokter lulusan luar negeri." Gumam Ara.
"Siapa yang sombong? Dasar otak dangkal!"
"Apa?! O-otak dangkal?"
"Mulai sudah." Ujar Rangga memutar bola matanya malas.
Sesuai dengan saran Arkan dan Rangga, Ikhsan segera menyuntikkan magnesium pada Arief. Perlahan denyut jantung Arief mulai stabil dan aktivitas otaknya kembali normal.
Ikhsan sangat kagum dengan kemampuan sahabatnya, saat dirinya dan Ara sudah menyerah dan tak tahu lagi apa yang harus di lakukan, Arkan datang dengan santainya dan menyelesaikan masalahnya dengan sangat mudah.
"Ikhsan, bagaimana dengan Arief? Dia baik-baik saja, kan?" Tanya Renata begitu melihat Ikhsan keluar dari ruangan Arief.
"Dia tidak baik, cepatlah kalian cari pendonor untuknya." Sahut Rangga dingin.
"Keadaan Arief sudah kembali stabil, Paman, Bibi." Ujar Ikhsan.
"Arhan, kenapa kau kemari?" Tanya Azel yang melihat Arhan datang dengan duduk di atas kursi roda.
"Maaf Paman, aku tidak berhasil menahan Arhan yang ingin melihat keadaan bang Arief." Sahut Shalwa yang mendorong Arhan.
"Bang Rangga, bagaimana keadaan bang Arief?" Tanya Arhan.
"Doakan saja yang terbaik untuk Abangmu, Han..."
"Boleh aku masuk, Bang?"
"Silahkan."
"Tapi, siap-siap tutup telinga, di dalam sedang terjadi perang dunia ke dua." Ujar Ikhsan memberitahu Arhan.
"Maksudnya Bang?" Tanya Arhan bingung.
"Abangmu dan dokter Ara sedang berdebat di dalam." Jelas Ikhsan.
"Arkan, anak ini. Bukannya menolong, malah bertengkar dengan dokter yang sudah berusaha menyelamatkan abangnya." Ujar Renata.
"Mereka berdua sangat menggemaskan..., sayang ayo kita masuk." Ujar Arhan, tak menghiraukan ucapan ibunya.
"Arkan memang keterlaluan, sudah datang terlambat, sekarang malah buat keributan di depan abangnya yang sedang koma." Ujar Azel dan melangkah masuk mengikuti Arhan.
Perdebatan Arkan dan Ara terhenti, begitu mendengar lenguhan dari Arief.
"Bang Arief, Abang mendengar ku?"
"Apa Bang Arief sudah bangun, Bang?" Tanya Arhan yang memasuki ruangan.
"Ya, Abang mendengar lenguhan dari Bang Arief tadi."
"Bang Arief... bangun, Bang. Abang mendengar ku... aku Arhan." Ujar Arhan menggenggam tangan Arief.
Arief perlahan membuka matanya dan mengerjapkan matanya, serta menyesuaikan penglihatannya.
"Syukurlah... akhirnya Abang bangun...." Ujar Arhan.
"Arief, Bunda sangat senang akhirnya kamu bangun, Nak."
"Aku juga, Bunda. Terimakasih sudah kuat dan berjuang Bang." Ujar Arkan.
"Benarkah? Bukannya kau sama sekali tidak peduli pada Abangmu." Ujar Renata sinis.
"Di saat Abang mu kritis, kau tidak pernah ada untuknya." Tambah Azel.
"Ayah, pasien Bang Arkan banyak, bukan Bang Arief saja." Bela Arhan.
"Bunda... Ayah... Arhan...." Panggil Arief lirih.
"Apa mereka benar-benar keluarga mu, tutup toples?" Bisik Ara yang masih berada dalam ruangan itu.
"Diam kau singa betina."
"Hehehe." Ara menutup mulutnya terkekeh.
"Kasihan sekali, di kucilkan oleh keluarga sendiri." Bisik Ara lagi.
"Ishh... awas saja kau nanti." Ujar Arkan membalikkan badannya dan melangkah pergi.
"A-Arkan...." Panggil Arief terbata-bata.
Arkan segera menghentikan langkahnya dan menoleh pada sang kakak.
"Kamu... benar... Arkan adikku, kan?"
"Kamu mau kemana, kemari lah..." Pinta Arief lemah.
"Bang Arief... maafkan Aku." Tutur Arkan tetap berdiri di tempatnya.
"Mengapa kau diam saja, kemari lah. Dan kenapa kau yang minta maaf? Abang lah yang harusnya minta maaf...."
Arkan melangkah mendekat ke brankar Arief.
"Abang senang melihatmu masih hidup sehat dan menjadi orang sukses seperti ini, Arkan...."
Ujar Arief, melihat Arkan dari atas ke bawah dengan senyum tipis di bibirnya.
"Padahal Abang sudah... hampir saja...."
Arief tak kuasa melanjutkan perkataannya, kedua netranya tiba-tiba meneteskan air mata. Teringat perbuatan dan perkataannya dulu pada sang adik.
"Itu sudah berlalu Bang..., tak perlu di ingat lagi." Ujar Arkan memeluk Arief.
"Terimakasih, Arkan..."
"Kembalilah pada kami, kami sangat merindukanmu...."
"Baiklah... asalkan Bang Arief sembuh, aku akan pulang." Ujar Arkan.
"Jangan pergi lagi dari kami ya, Bang." Pinta Arhan.
"Ya... akan Abang usahakan."
Arkan tidak bisa mengiyakan permintaan dari sang adik, karena dirinya tidak yakin dengan keadaannya saat ini.
...ℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱ...
tapi syukur deh, semoga dengan mimpi itu sang ayah bisa merubah sikap nya sama Arkan
dan buat bunda jangan hanya bisa menyalahkan saja kau juga sama 🤧
duh kalau Arif tau pasti nyesel banget itu, Arkan udah berkorban buat dia
arkan selalu sendiri padahal memiliki keluarga yang lengkap