Cinta datang tanpa diundang. Cinta hadir tanpa diminta. Mungkin begitu yang dirasakan oleh Halim saat hatinya mulai menyukai dan mencintai Medina-gadis yang notabene adalah muridnya di sekolah tempat dia mengajar.
Halim merasakan sesuatu yang begitu menggebu untuk segera menikahi gadis itu. Agar Halim tidak mengulangi kesalahannya di masa lalu.
Apakah Halim berhasil mendapatkan hati Medina?
Apakah Medina menerima cinta dari Halim yang merupakan Gurunya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ils dyzdu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Medina yang sudah selesai mengambil wudhu, berjalan berjingkat-jingkat menuju kamarnya.
Dia menyibak sedikit tirai yang menutupi pintu kamarnya. Ternyata pintunya tidak ditutup. Medina mengintip Suaminya dari balik tirai.
Suaminya yang sudah memakai kopiah, berdiri sambil bersedekap dada di atas sajadah- menunggunya.
Medina tersenyum lembut. Suaminya kenapa ganteng beut, dah! Paket lengkap lagi!
Medina mendesah, tidak baik sepertinya membuat Suaminya menunggu.
Apalagi ini adalah malam pertama mereka. Tidak baik rasanya kalau Medina terkesan seperti menghindar begini.
Medina menunduk. Merasakan ada yang salah dengan dirinya.
‘Ya Allah, apa yang hamba lakukan? Kenapa hamba kayak menghindar gini? Kasihan Bang Halim. Gue harus bisa jadi Istri yang menyenangkan Suami gue. Gue harus bisa jadi Istri Sholehah buat Suami gue.’
Medina menarik nafas, lalu membuangnya secara perlahan. Kemudian dia melangkah mantap untuk masuk ke kamar.
Halim menoleh dan tersenyum, saat Istrinya yang menunduk malu-malu itu masuk ke kamar mereka.
“Abang, maaf buat Abang nunggu.”
“Gapapa, Dek. Pakai mukenanya sekarang, ya?”
Medina mengangguk. Dia segera melaksanakan perintah Suaminya.
Halim sebagai imam memulai sholat, Medina sebagai makmum mengikuti.
Alunan suara Halim saat membacakan ayat suci Alquran, benar-benar menggetarkan hati Medina. Tanpa sadar mata Medina memanas.
Medina merindukan suara ini. Suara yang mampu meneduhkan hatinya.
Entah kenapa, Medina semakin jatuh cinta pada Halim. Medina bahkan tidak menyangka, kalau pemilik suara merdu ini adalah Suaminya sekarang.
“Assalamu’alaikum warahmatullahi. Assalamu’alaikum warahmatullahi.”
Setelah salam, Halim lanjut berdoa. Tapi tidak lama, karena Halim kembali mengajak Medina sholat sunat dua rakaat.
Medina tahu kalau sholat sunat dua rakaat dilakukan setelah menikah, mereka pasti akan melakukan malam pertama.
Walaupun sejujurnya, Medina itu tidak tahu-menahu tentang malam pertama itu ngapain. Haduh, betapa polosnya.
Selesai sholat sunat, Halim kembali meletakkan tangan di atas ubun-ubun Medina dan membaca doa.
Setelahnya, Medina meraih tangan Halim dan menyalim takjim tangan Suaminya itu.
Halim melepaskan kopiahnya dan meletakkannya di lantai. Kemudian mereka bertatapan.
Halim menatap Istrinya dengan tatapan memuja dan penuh cinta. Sedang Medina menatapnya dengan malu-malu.
Medina bahkan bolak-balik menunduk karena tidak tahan dengan pesona Suaminya. Uhui.
Halim mencengkeram lembut dagu Medina. Membawa netra cantik itu bertemu dengan netranya.
Halim mendekatkan bibirnya untuk mencium kening, kedua pipi, dan berakhir pada bibir merah muda Medina.
Medina meremas ujung mukenanya. Sesuatu yang aneh tiba-tiba menjalar di seluruh tubuhnya.
Halim dengan perlahan melepaskan mukena Medina. Terpampang lah rambut hitam panjang Medina yang tidak terikat. Leher jenjangnya yang putih, membuat Halim meneguk saliva.
“Subhanallah. Istri Abang cantik kali. Abang jatuh hati sama Istri Abang,” ucap Halim membelai lembut pipi Medina.
Medina merasa kepanasan. Pipinya pasti sudah bersemu merah sekarang.
Halim mengajak Medina menuju ke ranjang. Sebelum naik ke ranjang, Halim membuka resleting abaya Istrinya.
Halim menyentuh punggung Medina dengan lembut. Dia juga membuka pengait bra Medina. Ini masih bagian belakangnya aja ya, Weh. Belum semua terbuka. Masih resleting sama cetikan bra aja yang dibuka Halim.
Medina memejamkan mata, merasai tangan Suaminya yang dingin dan lembut itu sedang membelai punggungnya.
Lagi-lagi Medina merasakan tubuhnya sedikit bergetar karena sentuhan Halim.
Ini pertama kalinya dia disentuh oleh laki-laki.
Di ranjang dalam posisi duduk, Halim kembali mencium Medina. Mencium lembut bibir Medina dan sedikit melumatnya.
Medina yang tidak tahu harus apa hanya diam tidak berkutik.
Halim mengerti dengan kondisi Istrinya. Dia juga baru belajar ciuman, ya sama Istrinya. Untung saja pandainya langsung datang tanpa harus ikut tutorial.
“Abang, maaf. Medina belum pintar ciuman. Hehe.”
Halim terkekeh. Dia mengusap lembut rambut Medina.
“Gapapa. Abang juga baru belajar ini sama Adek. Hehe.”
Medina jadi tersenyum malu-malu. Dia tidak menyangka kalau Suaminya juga pandai menjaga diri sebelum menikah.
Halim kembali mencium bibir Medina. Medina mencoba belajar membalas ciuman Halim.
Gairah Halim seperti sudah sampai di ubun-ubun. Yang tadinya masih lampu merah, sekarang langsung berubah jadi jalan tol yang tanpa hambatan. Wkwk.
Tangan Halim menurunkan abaya Medina hingga ke pinggang. Lalu Halim melepas bra Medina dengan bibir mereka yang masih bertaut.
Halim meraba-raba gundukan jelly itu dengan tangannya. Karena penasaran gimana bentuknya, Halim menghentikan ciuman mereka.
Halim menelan saliva melihat gundukan jelly milik Istrinya ini. Bentuknya begitu menantang kelelakian Halim.
Halim jadi tidak sabar lagi. Dia membuka bajunya, dan hanya menyisakan celana panjang saja saat ini.
Dengan lembut dan perlahan, Halim membawa Medina untuk rebahan.
Halim sendiri menopang badannya dengan kedua tangan dan lutut di atas tubuh Medina.
Bibir Halim langsung bermain lincah di gundukan itu. Medina spontan memejamkan mata, merasakan geli-geli aneh yang baru ini dia rasakan.
Medina sebenarnya, masih begitu malu setengah bugil begini di hadapan Suaminya. Tapi melayani Suami adalah kewajiban Istri. Dan ganjaran pahalanya begitu besar. Jadi dia menyingkirkan secara perlahan rasa malunya sekarang ini.
Medina mencengkeram erat sprei, kala Halim mulai memainkan lidahnya di sana.
Halim sudah tidak tahan lagi, dia menegakkan tubuhnya untuk segera membuka celananya. Tapi ketika tanpa sengaja, dia melihat tangan Medina gemetaran. Halim jadi tidak tega.
Halim menatap Istrinya yang terpejam, dengan posisi yang begitu menantang itu.
Halim mendesah. Sepertinya dia harus menunda dulu kewajibannya sebagai Suami.
Padahal Halim tadi sudah cari artikel, tentang bagaimana menunda kehamilan tanpa alat pengaman. Tapi mau bagaimana lagi.
Hasratnya tidak berhasil dituntaskan di malam pertama mereka. Secara, dia pria dewasa, sudah menikah lagi. Ada yang harus dituntaskan dari dirinya.
Tapi mengingat Istrinya yang ketakutan seperti itu, Halim jadi tidak tega. Rasa sayangnya begitu dalam untuk Medina, dari pada rasa nikmat sesaat yang bahkan belum pernah dia rasa.
Karena Suaminya hanya diam, Medina membuka matanya, dan sedetik kemudian menatap Suaminya yang ada di atasnya.
“Apa udah selesai, Bang?”
Nada bicara Medina terdengar begitu polos di telinga Halim. Halim langsung membelalak.
‘Apa Medina belum ngerti soal begituan, makanya dia ngira malam pertama ini Cuma begini? Masya Allah, Istri aku.’
Halim hanya sebentar merasakan terkejut yang menggelitik hatinya. Dia tidak menyangka, kalau ternyata kepolosan Istrinya-begitu menggemaskan.
Halim mengangguk dan tersenyum. Dia lalu berpindah tempat. Dari posisi menindih Medina, sekarang duduk di sampingnya.
Medina bangkit dari rebahannya dan duduk. Dengan malu-malu dia hendak memakai bajunya lagi. Tapi karena grogi luar biasa, entah kenapa hal yang biasa dia lakukan dengan mudah, malah terasa susah.
Halim dengan senyum menawannya itu, membantu sang Istri memakai lagi bajunya.
Padahal mudah, loh. Tinggal naikkan aja abayanya, terus tarik resletingnya. Selesai. Wkwk.
Selesai dengan itu, Halim juga memakai kembali bajunya sendiri.
“Sekarang udah malam, kita istirahat ya, Dek?” Halim berucap sambil mengecup kening Medina.
“Iya, Bang.”
Halim menaikkan selimut ke tubuh mereka, lalu berbaring tidur memeluk Medina.
Sudahlah! Bagian penting itu-kalau belum bisa terlaksana sekarang, itu tidak jadi masalah.
Yang terpenting adalah, Halim sekarang sudah memiliki Medina sepenuh dan seutuhnya. Keinginannya selama ini.
Halim memandang penuh cinta pada Medina yang sudah pergi ke alam mimpi itu. Ditandai dengan dengkuran halus Medina yang terdengar bagai melodi di telinga Halim.
Seketika bibir Halim mengukir senyum. Kemudian dia geleng-geleng kepala, karena tidak menyangka kalau Medina sudah jadi Istrinya sekarang.
Rasanya seperti tidak mungkin waktu itu. Tapi jadi mungkin waktu sekarang. Ah! Kok jadi kagak ngerti, dah!
Kemarin, Medina bagaikan angin yang terasa sulit digapai. Dan sekarang, Medina sangat mudah untuk digapai, disentuh, bahkan dicium. Ehmmmm.
‘Medina Abang. Cayang Abang. Istri Abang. Milik Abang seutuhnya. Abang mencintaimu, Dek.’
......***......
Assalamu'alaikum Pembaca aku 🤗.
Selamat membaca, ya?💐❤️
NOTE : HABIS BACA LANGSUNG LIKE, YA! BIAR AKU SEMANGAT MENULIS BAB SELANJUTNYA ☺️