Di universitas ada seorang gadis yang nampak sangat misterius. Penampilannya amat persis seperti kutu buku, dengan kacamata tebal, baju sederhana, buku yang selalu dalam genggaman. Bahkan cara berjalannya pun nampak begitu sangat lamban, sampai-sampai kerap kali jadi bahan tertawaan bagi orang sekitar
Beberapa orangpun mulai berani melakukan pembullyan terhadap sang gadis, namun nahas. Tak lama setelah perundingan tersebut, tersebar kabar jika pelaku pembullyan di temukan dalam keadaan mencengangkan. Tubuh mereka di penuhi luka hingga membuat ngeri bagi siapapun yang melihatnya. Mereka juga pernah sekali di temukan dalam keadaan tidak bernyawa di gedung belakang universitas. Berita panas itu menyebar begitu cepat memenuhi artikel kampus. Tak ada yang tahu, siapa sebenarnya sang Gadis? Benarkah dia pelaku tersembunyi itu ataukah ada oranglain yang membantu di belakang sang gadis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tu es belle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aksi pencarian
"Ngomong-ngomong emang nya eneng tujuan kemana atuh? bapak teh mah cuma sampai pasar kabupaten saja"
"Saya turun dimana saja pak, bisa cari bus setelah sampai sana"
"Emang eneng gelius dari mana?"
"Saya aslinya Sumatera pak, kemari karena dapat beasiswa kuliah"
"Wah, Alhamdulillah mah si eneng. Anak bapak teh sudah dua kali gagal jalur beasiswa"
"Coba sekali lagi saja pak siapa tau rezeki anak bapak, bisa lolos"
"hehehe.. iya, semoga saja makasih ya neng"
"Saya juga dulu seperti itu, selalu gagal dalam banyak hal. Dan sekarang sampai di titik ini, rasanya kayak mimpi pak"
Grushh......gtushh....
"Eneng pindah aja ke depan, hujan deras"
Lekas pria tua bernama Yatno menghentikan laju mobilnya. menepi sejenak agar Ariella bisa berpindah posisi di sebelah pengemudi
Setelah di rasa aman, mobil kembali berjalan. Menyusuri jalanan desa yang mana masih sebatas baru timbunan kerikil dan sedikit licin
Semakin lama, guyuran hujan semakin deras. Entah sudah berapa lama, Ariella Sampai di sebuah pasar
ramai sekeliling, ada banyak orang disana terlihat sedang beraktifitas
"Pak, sudah sampai?"
Yatno menoleh, dia sedikit terkejut. Agaknya melupakan sesuatu akibat faktor usia senja
"Gusti, bapak teh lupa. Harusnya ke pasar kabupaten nganterin eneng ke terminal bus"
"Mbonten pak, memang nya kita dimana?"
"Ini pasar tiga neng. Bapak ada urusan sebentar, ie teh bapak jadi gak enak. Maaf ya neng, nunggu sebentar boleh ya?"
Yatno berkata dengan mimik sungguh menyes. Terbiasa sendiri saat mengantarkan sayuran, sampai dia lupa ada gadis yang harus di antarkan sampai kabupaten
Ariella tersenyum tipis disertai anggukan kecil Lalu berkata dengan sopan "Bapak selesaikan saja urusannya. Saya tunggu disini, gak apa pak. Jangan gak enak begitu saja jadi merasa bersalah"
Yatno menggosok kedua telapak tangan di depan dada "Izin ya neng, bapak tinggal sebentar saja"
"Silahkan pak"
🦇🦇🦇
Berbeda dengan mobil Yatno dan Ariella naiki, sebuah mobil rancangan khusus untuk jalanan berlubang sedang melintas.
Melewati secara ganas area tanpa khawatir mesin akan cidera atau mengalami gagal jalan. Dua pengemudi di dalamnya tengah fokus, tanpa ada suara, mata elang mereka menelisik tiap sudut desa
Penumpang di sebelah kursi pengemudi menoleh sekejap. Lalu kembali memandang ke arah depan
"Ada apa?"
entah sudah terbiasa atau sensor dalam kepala pengendara itu menyala begitu terang. Hingga dia bisa memahami kode gerakan kecil dari temannya
"Mari buat permainan, kemana gadis Tuan pergi"
Max, pria dibalik kemudi itu mengerutkan alis, dia menoleh sesaat pada Ferdi teman disebelahnya
"Maksudmu?"
Ferdi berkata tanpa ragu "Kita buat dua tebakan desa, dimana yang kau bisa tebak gadis Tuan berada di antaranya "
Max, dia mengangguk kemudian berkata "Tiga panah, danau wedi. Lalu kau?"
Ferdi nampak tersentak, berkata dengan nada heran "Apa kau mengambil semua bagian otak saat Tuhan menciptakan manusia?"
"Kau tidak waras, katakan saja tebakanmu dimana Jerk!" perintah Max
Ferdi tertawa keras mendengar nada sengak dari Max
"Kau memang jenius "
Max mendecih pelan "Kau selalu kalah"
"Hei bajingan, aku akan menebak desa tiga panah. Tapi kau sudah duluan menebaknya"
Balik Max yang terkekeh pelan "Hanya tiga panah desa terdekat dari tempat Tuan. Apalagi dengan mobil tua itu, kemana lagi mereka sekarang jika tak disana?"
Ferdi nampak mengangguk, kemudian menghela napas dan berkata "Kau menang sialan"
"kau bahkan tidak mengatakan apa hadiah nya sudah menentukan pemenang. Dasar lemah!!"
Ferdi memukul bahu Max, mata tajam itu tak lepas menatap ke arah depan. Mereka telah sampai di perkampungan pajak
Max, sampai harus memaki karena terkejut akibat pukulan itu. Matanya mengikuti arah pandangan mata Ferdi
sontak keduanya terkejut bukan main. Keduanya jadi saling pandang
"Dia? Apa Tuan sudah tau dia disini?"
Ferdi menggeleng pelan, berkata dengan sangat pelan "Matilah kita!!!"
penasaran bngt...