Gisel mendapatkan ide gila dari keluarganya, yaitu untuk memb*nuh Evan—suaminya. Karena dengan begitu, dia akan terbebas dari ikatan pernikahannya.
Mereka bahkan bersedia untuk ikut serta membantu Gisel, dengan berbagai cara.
Apakah Gisel mampu menjalankan rencana tersebut? Yuk, ikuti kisahnya sekarang juga!
Jangan lupa follow Author di NT dan di Instaagram @rossy_dildara, ya! Biar nggak ketinggalan info terbaru. Sarangheo ❣️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rossy Dildara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 26
"Kamu kebiasaan deh, suka main rahasiaan. Aku nggak suka, ya, kamu begitu!" omel Evan, yang tiba-tiba marah.
"Dih Abang, jangan marah dulu. Bukan apa-apa, aku cuma malu untuk menjelaskannya," kata Gisel yang tampak memohon.
"Kenapa harus malu? Aku apa-apa nggak pernah ngomong malu tuh sama kamu. Lagian kita juga sama-sama udah tau luar dan dalamnya tubuh kita, ngapain pakai acara malu segala, sih?"
"Bukan tentang itu, Bang. Tapi Abang janji dulu deh sama aku. Biar aku tenang jelasinnya." Gisel dengan perlahan mengangkat jari kelingkingnya ke arah Evan, tapi pria itu tampak tidak mengerti maksudnya.
"Janji apa? Jangan aneh-aneh deh, Yang. Aku nggak mau kita berantem terus."
"Janji kalau Abang nggak akan ilfil sama aku."
"Ngapain ilfil?!" Kedua alis mata Evan bertaut.
"Ya mangkanya janji dulu, baru nanti aku jelasin." Gisel menggoyang tangannya, dan mendekatkan ke tangan Evan.
"Ya udah, aku janji," sahut Evan cepat, langsung menautkan jari keduanya.
"Sebenarnya ...." Gisel mendekat ke arah telinga Evan. Merasa khawatir jika obrolan mereka didengar orang lain, karena ini merupakan privasinya, jadilah Gisel akan berbicara secara bisik-bisik saja. "Aku tuh memang nyaman pakai celana dalaam yang kayak gitu, Bang. Bawaannya enak aja dipakai, adem juga."
"Tapi kendor begitu masa nyaman?" Evan merasa tak percaya dengan jawaban Gisel yang menurutnya aneh. Karena dirinya saja tidak pernah nyaman jika memiliki celana dalaam dengan karet yang sudah tidak kencang, apalagi ada yang bolong. "Apa nggak sering melorot ya, Yang? Lagian bolong juga itu."
"Bolongnya itu yang buat adem, Bang. Kalau melorot sih nggak akan. Soalnya 'kan aku pakai celana lagi. Ya kali ... aku sehari-hari cuma pakai celanaa dalam. Abang ini aneh deh," jelas Gisel sambil geleng-geleng kepala.
Kali ini, apa yang dia katakan adalah sebuah kejujuran. Memang sedari dulu, dari mulai masuk SD, Gisel lebih suka memakai celana dalaam yang koyak ketimbang yang baru.
Alasannya cukup simpel, yakni karena adem. Selain itu, ada trauma juga karena pernah suatu saat, selangkangannya iritasi akibat memakai celana dalaam baru.
Entah faktor terlalu kencang, bahannya jelek atau belum dicuci sewaktu dipakai. Tapi yang jelas, Gisel memang anti membeli barang itu.
Mungkin kalau tidak sobek semua, dan sudah benar-benar tak bisa dipakai, barulah dia terpaksa membeli lalu memakai yang baru.
"Jujur nggak kamu?" Evan ragu untuk percaya.
"Jujurlah, aku 'kan orangnya nggak pernah bohong sama Abang. Kan tau sendiri Abang kalau marah gimana. Sereemmm ...." Gisel meringis, lalu memeluk Evan.
"Kamu pikir aku setan, serem?"
"Yang namanya serem itu bukan cuma setan kali, Bang. Manusia juga sama. Mangkanya Abang nggak boleh suka marah, biar nggak serem."
"Aku marah juga ada alasannya, bukan kayak kamu yang suka nggak jelas kalau marah-marah." Evan membalikkan ucapannya kepada Gisel.
"Dih, enak aja. Aku juga kalau marah ada alasannya, Bang. Abang pikir aku nggak waras apa, marah nggak jelas? Enggak, ya!" tegas Gisel tak terima.
"Tapi aku nggak mau tau, apa pun alasannya ... kita harus belanja celana dalaam untukmu. Aku juga nggak mau melihatmu pakai celana dalaam yang udah nggak layak pakai kayak gitu."
"Masalahnya, kalau aku pakai yang baru ... selangk*angan aku suka iritasi, Bang. Merah dan suka gatal-gatal gitu. Abang memangnya mau, ya, aku kesiksa? Jahat sih namanya."
"Kita nanti belinya yang kualitas bagus. Bukan hanya harganya aja yang mahal, tapi bahan dan ukurannya juga harus yang sesuai dengan ukuranmu. Dijamin itu nggak akan terjadi, Yang."
"Sama aja, Bang. Kualitas nggak akan ngaruh."
"Jangan bilang sama aja, kalau belum dibuktikan. Pokoknya harus beli, titik!" tegas Evan tanpa penolakan.
"Ah Abang nyebelin!!!" kesal Gisel sambil mengerucutkan bibirnya.
***
Ting, Tong!
Ting, Tong!
Suara bel pintu utama terdengar berbunyi. Umi Mae yang baru saja selesai sholat Magrib dengan cepat melepaskan mukenanya dan bergegas keluar dari kamar.
Dia menyibak gorden rumah untuk memastikan siapa yang datang.
Kebiasaan Umi memang begitu, siapa pun yang datang bertamu pasti tidak akan langsung dia bukakan pintu sebelum dia mengintip lewat jendela. Apalagi situasinya sekarang sedang seorang diri di rumah.
Umi Mae hanya khawatir, jika yang datang adalah orang jahat. Karena memang lagi banyak sekali berita tentang kejahatan dengan modus bertamu.
Setelah berhasil melihat melalui jendela, ternyata yang datang adalah Arga, besannya. Umi Mae sedikit lega.
'Pak Arga datang ke sini? Pasti dia ingin bertemu dengan Gisel,' batinnya menebak.
Agak heran juga Umi Mae sebenarnya kepada Arga, karena dia merupakan salah satu anggota keluarga Gisel yang sering sekali datang untuk menemui Gisel.
Namun, Umi Mae tetap mempertahankan pikiran positif. Mungkin Arga datang karena merindukan Gisel, dan itu wajar karena Gisel adalah anak perempuan satu-satunya.
Ceklek~
Dengan hati-hati, Umi Mae membuka pintu rumah. Dia menatap pria yang berdiri di hadapannya.
"Pak Arga."
"Eh, Bu Mae. Selamat malam, Bu," sapa Arga dengan sorot matanya langsung mencari keberadaan Gisel di dalam rumah.
"Selamat malam juga, Pak. Ada apa, Bapak datang ke sini? Mari duduk." Umi Mae mempersilahkan Arga untuk duduk, tapi menunjuk ke arah kursi teras.
"Aku mau ketemu Gisel, Bu. Bisa nggak tolong panggilkan Giselnya?" pinta Arga sambil melangkah menuju kursi plastik di teras dan duduk di sana.
"Maaf, Pak. Tapi Gisel sedang nggak ada di rumah," jawab Umi Mae sembari keluar dan menutup pintu rumah.
"Nggak ada di rumah?!" Wajah Arga terlihat terkejut dan khawatir. "Ke mana dia, Bu? Dia dari pagi pun aku hubungi susah, nggak ada respon."
"Jangan khawatir, Pak." Umi Mae tersenyum hangat, lalu mencoba menjelaskan. "Gisel nggak ada di rumah karena dia sedang pergi bersama Evan. Tadi sebelum Magrib ... Evan juga sempat menelepon, memberitahu kalau mereka akan menginap di hotel malam ini."
"APA?! Menginap?!" Arga terlihat terkejut mendengarnya, terutama ketika Umi Mae menyebut nama Evan. 'Kok bisa, si Gisel pergi sama Evan? Pakai menginap segala lagi, mau ngapain, sih?? Dan apakah Gisel udah menaburi racun untuk Evan?' batin Arga penuh tanya.
"Memangnya kenapa ya, Pak? Kok Bapak sampai kaget begitu?" tanya Umi Mae heran melihat reaksi Arga yang terkesan berlebihan. Baginya, wajar saja jika suami istri pergi bersama atau menginap di tempat mana pun.
"Bukan masalah kaget, Bu. Tapi masalahnya Gisel sulit dihubungi sejak pagi. Jadi, aku hanya khawatir dan itulah alasannya sampai membawaku datang kemari," jelas Arga memberikan alasan.
"Oh, begitu." Umi Mae mengangguk, mencoba untuk mempercayainya. "Besok, kalau mereka sudah pulang ... aku akan langsung memberitahu Gisel kalau Anda datang malam ini, Pak."
"Tapi kenapa, sih, Bu ... mereka berdua sampai pergi dan menginap segala? Memangnya ada kepentingan apa?" tanya Arga penasaran.
"Hanya menghabiskan waktu bersama, Pak. Namanya masih pengantin baru, terus Evan lagi libur kerja ... jadi dia berniat mengajak Gisel pergi," jelas Umi Mae memberitahu.
"Oohh ... ternyata hanya itu alasannya." Arga mengangguk mengerti, tapi raut wajahnya tampak berubah menjadi masam. Dia benar-benar tidak senang mengetahui apa yang terjadi, apalagi tanpa sepengetahuannya diawal. 'Kurang ajar si Gisel!! Bisa-bisanya dia pergi beduaan dengan Evan tanpa memberitahuku!' batinnya emosi.
...****************...
...Vote dan hadiahnya jangan lupa kasih ya, Guys... biar semangat ☺️ biar makin naik novelnya dan biar banyak yang baca juga....
...Terima kasih 🙏...
jadikan ini sebuah pelajaran berharga didalam kehidupan bang evan, ternyata berumah tangga itu butuh ketulusan hati, cinta dan kepercayaan, jika didasari dengan kebohongan apalagi sampai ingin melenyapkan itu sudah keterlaluan
buat kak Rossy semangat 💪, jujur aku suka ceritanya kak, seru buatku, malah selalu nunggu up tiap hari
alurnya itu unik dan bikin penasaran cuman pas up pendek banget thor🥲
sabar bang Evan masih ada Risma yang setia menunggu
jangan cepat ditamatin 😭