Calon suaminya direbut oleh sang kakak kandung. Ayahnya berselingkuh hingga menyebabkan ibunya lumpuh. Kejadian menyakitkan itu membuat Zara tidak lagi percaya pada cinta. Semua pria adalah brengsek di mata gadis itu.
Zara bertekad tidak ingin menjalin hubungan dengan pria mana pun, tetapi sang oma malah meminta gadis itu untuk menikah dengan dosen killernya di kampus.
Awalnya, Zara berpikir cinta tak akan hadir dalam rumah tangga tersebut. Ia seakan membuat pembatas antara dirinya dan sang suami yang mencintainya, bahkan sejak ia remaja. Namun, ketika Alif pergi jauh, barulah Zara sadar bahwa dia tidak sanggup hidup tanpa cinta pria itu.
Akan tetapi, cinta yang baru mekar tersebut kembali dihempas oleh bayang-bayang ketakutan. Ya, ketakutan akan sebuah pengkhianatan ketika sang kakak kembali hadir di tengah rumah tangganya.
Di antara cinta dan trauma, kesetiaan dan perselingkuhan, Zara berjuang untuk bahagia. Bisakah ia menemui akhir cerita seperti harapannya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UQies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE #11
Tolong maklumi Zara jika dia masih terkesan menghindarimu. Dia seperti itu karena trauma masa lalu. Waktu lamaran, kekasihnya tiba-tiba memutuskan hubungan mereka secara sepihak dan memilih bersama Lita-kakak kandung Zara. Parahnya, dia mengalami kejadian menyakitkan itu di depan umum dan tidak ada yang membelanya, termasuk Arya, David, dan ayahnya sendiri.
Masih dalam suasana patah hati, Zara kembali mendapati ayahnya selingkuh dan bertengkar dengan sang ibu di rumah hingga berujung perceraian. Itulah sebabnya, hingga saat ini Zara membenci ketiga kakak dan ayahnya itu.
Perkataan Oma Ratna ketika Alif mengunjungi nenek dan ibu mertuanya beberapa menit lalu kembali terngiang dalam ingatannya. Saat ini, Alif sedang dalam perjalanan pulang usai kunjungan kerja sekaligus kunjungan keluarga.
Alif berniat memboyong ibu dan nenek mertuanya itu untuk tinggal di rumah bersama. Namun, bukannya persetujuan yang ia terima, melainkan fakta di balik sikap dingin sang istri selama ini.
"Jadi itu bukanlah kecelakaan, melainkan bunuh diri," ucap Alif pelan mengingat kejadian yang dialami Zara dua tahun lalu.
.
.
.
Tiga wanita sedang berdiri di hadapan gerbang yang menjulang tinggi. Dua di antaranya tampak begitu takjub dengan kemewahan yang disuguhkan. Sementara yang satu lagi tampak bimbang dan selalu berusaha bersembunyi di belakang kedua sahabatnya.
"Ini udah benar, 'kan, alamat rumah Pak Alif? Aku tak menyangka rumah Pak Alif sebesar ini!" ujar Ilona dengan mata berbinar.
"Iya, ini benar. Zar, coba tanyain satpam di sana, apa Pak Alifnya ada?" pinta Akira yang kini berbalik menatap Zara di belakangnya, begitu pun dengan Ilona yang melakukan hal sama.
Merasa tak memiliki kesempatan untuk lari, ditambah tatapan kedua sahabat yang terkesan menuntut dan penuh tanda tanya, membuat Zara langsung memegangi perutnya. Suara rintihan mulai ia keluarkan sebagaimana orang yang mengalami sakit perut pada umumnya hingga membuat Ilona dan Akira saling menatap sejenak, lalu kembali menatap Zara yang kini sudah berjongkok di hadapan mereka.
"Zar, kamu kenapa? Mau ee', yah?" tanya Ilona dengan wajah serius.
"Jangan sekarang! Tahan dikit. Masa kamu mau numpang ee' di rumah Pak Alif?" timpal Akira.
Bukannya menjawab pertanyaan Akira dan Ilona, Zara justru menatap sinis kedua sahabatnya itu. Pasalnya, respon mereka sangat jauh berbeda dengan apa yang ia harapkan.
Perhatian ketiga wanita itu tiba-tiba teralihkan ketika mendengar suara klakson mobil. Mereka dengan kompak menoleh ke arah jalan di mana saat ini sudah ada mobil hitam yang hendak memasuki gerbang rumah itu. Zara yang menyadari bahwa itu adalah mobil sang suami, langsung berdiri dan kembali bersembunyi di belakang Akira dan Ilona.
"Kalian ada apa sampai ke sini?" tanya Alif usai membuka kaca jendelanya.
"Eh, Pak Alif ternyata. Ini, Pak, saya mau bawa berkas dari Pak Sukro untuk Bapak," ujar Akira sambil mengangkat berkas yang berada dalam sebuah map.
Alif keluar dari mobilnya, lalu menerima map yang diberikan oleh Akira. Tak sengaja ia melihat Zara yang sedang bersembunyi di belakang Ilona. "Kalian hanya berdua?" tanya pria itu walau sudah tahu jawabannya.
"Bertiga, Pak. Ini satunya," jawab Ilona, lalu menarik Zara dan mendorongnya ke depan, membuat Zara seketika panik dan salah tingkah.
"Oh, baiklah. Terima kasih atas berkasnya. Kalian boleh pulang," balas Alif datar dan seolah tak peduli.
"Baik, Pak. Kami pamit dulu. Assalamu 'alaikum," ucap Akira dan Ilona bersamaan, sementara Zara hanya diam sambil menatap mobil sang suami yang kini sudah memasuki halaman rumahnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Mereka bertiga pun kembali ke kampus untuk menyelesaikan pembayaran KKP yang sempat tertunda, walau harus antri beberapa saat. Ketika menunggu giliran, Ilona tak sengaja mendengar pembicaraan dua orang gadis di belakang mereka tentang Naufal yang kini telah menjadi dosen di kampus mereka terhitung sejak hari ini.
"Aku sangat menantikan ini dari dulu. Nggak sabar diajarin sama Kak Naufal."
"Semangat banget, jangan sampai kamu semakin jatuh cinta sama dia nantinya."
"Ya, memangnya kenapa? Aku malah mau ungkapin perasaanku padanya nanti."
"Jangan! Kamu tahu? di kampus ini hubungan antara dosen dan mahasiswa sejurusan dilarang, loh!"
"Memangnya kenapa? Hati, 'kan, tidak ada yang tahu."
"Ya mungkin demi menghindari sikap berat sebelah dosen. Aku pernah dengar ada salah satu mahasiswa yang kedapatan menikah dengan dosennya, alhasil salah satunya diminta pindah. Sadis, 'kan?"
Ilona yang kebetulan berdiri di depan mereka refleks menutup mulutnya karena terkejut. Ia langsung menceritakan apa yang baru saja didengarnya kepada Zara dan Akira.
Awalnya, respon kedua wanita itu biasa saja mendengar kabar masuknya Naufal menjadi dosen. Namun, spontan Zara meninggikan suaranya ketika mengetahui bahwa ada larangan hubungan antara dosen dan mahasiswa di kampus mereka.
Padahal, ia baru saja berniat memberitahukan hubungannya dengan Alif kepada sang sahabat setelah kembali ke kampus tadi. Namun, kini ia benar-benar mengurungkan niat itu karena takut. Lebih tepatnya, ia takut dipindahkan secara paksa sementara saat ini ia sudah memasuki tahap akhir kuliah.
.
.
Beberapa saat berlalu, Zara kini pulang ke rumah dengan diantar oleh Naufal yang sejak tadi menunggunya pulang. Sebenarnya ia tak ingin diantar oleh pria itu lagi, tetapi Naufal meminta bantuan kepada Akira dan Ilona untuk membujuknya sehingga ia tak memiliki pilihan lain.
"Terima kasih, Kak," ucap Zara setelah turun dari motor.
"Sama-sama, Zar. Apa aku boleh mampir di rumahmu? Ada yang ingin aku bicarakan dengan ayahmu," kata Naufal yang mengira bahwa saat ini Zara telah berpindah ke rumah ayahnya yang kaya raya.
"Eh, em, maaf, Kak, ta-tapi ...." Perkataan Zara tiba-tiba terputus ketika seorang satpam datang dan memotong perkataannya.
"Pak Naufal? Silakan masuk, Pak! Tuan sudah menunggu Bapak di dalam."
.
.
#bersambung#