NovelToon NovelToon
Asi Babysitter Penggoda

Asi Babysitter Penggoda

Status: sedang berlangsung
Genre:Satu wanita banyak pria
Popularitas:60.9k
Nilai: 5
Nama Author: Nuna Nellys

Ketika Naya, gadis cantik dari desa, bekerja sebagai babysitter sekaligus penyusui bagi bayi dari keluarga kaya, ia hanya ingin mencari nafkah.

Namun kehadirannya malah menjadi badai di rumah besar itu.

Majikannya, Arya Maheswara, pria tampan dan dingin yang kehilangan istrinya, mulai terganggu oleh kehangatan dan kelembutan Naya.

Tubuhnya wangi susu, senyumnya lembut, dan caranya menimang bayi—terlalu menenangkan… bahkan untuk seorang pria yang sudah lama mati rasa.

Di antara tangis bayi dan keheningan malam, muncul sesuatu yang tidak seharusnya tumbuh — rasa, perhatian, dan godaan yang membuat batas antara majikan dan babysitter semakin kabur.

“Kau pikir aku hanya tergoda karena tubuhmu, Naya ?”

“Lalu kenapa tatapan mu selalu berhenti di sini, Tuan ?”

“Karena dari situ… kehangatan itu datang.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

30. Sesuatu yang menegangkan

...0o0__0o0...

...Di dalam mobil, suasana begitu tenang dan hening. Hingga ketenangan itu berubah tegang....

...“Apa yang kau lakukan, Naya ?” geram Arya. Matanya menatap tajam ke arah Naya yang membuka kancing bajunya....

...Naya melirik sekilas ke arah Arya, tetap tenang. “Waktunya Baby Karan menyusu, Tuan,” jawabnya santai. Ia mengeluarkan dadanya, lalu menggendong Karan dengan posisi yang rapi dan profesional....

...Begitu putingnya menyentuh bibir kecil itu, Karan langsung menyusu dengan lahap. Memang sudah waktunya makan. Dan bayi laki-laki itu terlihat kelaparan....

...Firan sempat melirik lewat kaca spion, melihat Naya fokus pada bayi itu. Tidak ada yang berlebihan—hanya seorang babysitter yang menjalankan tugasnya....

...Namun dada sintalnya, membuat Firan meneguk ludahnya hingga jakun-nya bergerak naik-turun dengan berat. "Sial, dadanya besar sekali." batinya mengumpat....

...Sedangkan Arya tetap mendengus kesal. “Kau bisa melakukan-nya tanpa menarik perhatian.”...

...Naya menatap Arya singkat, lalu kembali fokus pada Karan. “Saya memastikan Baby Karan nyaman dan tidak rewel. Itu tanggung jawab saya.”...

...Tatapan Arya bergeser ke depan. “Tutup pembatas mobil,” perintah-nya dingin....

...Firan langsung gelagapan. “Baik, Bos.” Tangan-nya menekan tombol, dan pembatas mobil tertutup rapat....

...Hening....

...Di belakang, Arya menatap Naya beberapa detik—tatapan yang sulit di artikan....

...Naya sama sekali tidak terpengaruh. Tangan-nya tetap stabil menopang Karan, sesekali menepuk punggung kecil itu dengan lembut....

...Arya mengamati Putranya yang begitu asik dengan dunianya, tanpa tau ketegangan di dalam mobil. Karan sempat melirik sebentar ke arah sang Daddy....

...Lirikan seorang bayi yang mengejek. Tanpa perlu mengeluarkan sepatah kata. Dan itu sukses membuat Arya mendengus, karena sudah hafal dengan kelakuan Putra-nya....

...“Naya,” panggil Arya, suaranya rendah. “Lakukan tugas mu secukup-nya. Jangan melampaui batas.”...

...Naya mengangguk singkat. “Saya tahu posisi saya, Tuan.”...

...Arya mendekat, menipiskan jarak hingga napas mereka bersinggungan. Suaranya rendah, rata, nyaris tanpa getar. “Ingat,” bisiknya, “apa yang sudah menjadi milikku.” Tatapan-nya mengunci, dingin namun penuh tekanan. “Aku tidak suka berbagi.”...

...Cup....

...Kecupan singkat itu tak meminta balasan—sekadar penanda. Naya terdiam sesaat, lalu senyum tipis mengambang di bibirnya, percaya diri dan tenang....

...“Apakah Tuan tidak ingin mengambil jatah Anda ?” ucapnya lembut, menggoda tanpa tergesa. Ujung lidahnya menyapu bibir Arya sekilas, seolah menyalakan api lalu menahan-nya....

...Arya membalas—singkat, terukur, panas yang di kekang. Bibir mereka bertaut beberapa detik sebelum ia menarik diri, rahangnya mengeras....

...“Saya tidak punya tenaga untuk berperang dengan tuyul menyebalkan itu,” katanya datar, melirik Karan yang menatapnya dengan mata bulat. “Jadi, jangan goda saya sekarang.”...

...Naya mengangkat Karan ke pangkuan-nya. “Saya tidak menggoda, Tuan,” jawabnya tenang. “Saya hanya menawarkan. Jika Anda tergoda, itu di luar kendali saya.”...

...Arya mendengus pelan. Pandangan-nya tertahan pada Naya yang kini menggelitik Karan hingga tawa kecil memenuhi mobil....

...Mobil melaju dalam keheningan—rapi, dingin, dengan batas-batas yang tak pernah diucapkan....

...Sepuluh menit kemudian, kendaraan memasuki area mansion....

...Arya turun lebih dulu, mengambil Karan dengan gerakan pasti. Naya menyusul. Firan ikut keluar, membawa beberapa dokumen menuju ruang kerja bos-nya....

...Begitu melihat kedua orang tuanya di ruang tengah, Arya berhenti. “Pergi ke kamar mu,” titahnya singkat, melirik Naya dari ekor mata....

...Naya mengangguk. “Baik, Tuan.” Ia memberi hormat sopan pada Giorgio dan Maria, lalu melangkah pergi....

...Di ambang lorong, langkahnya melambat setengah detik. Tanpa menoleh, Naya merapikan bra-nya—gerakan kecil, nyaris tak berarti....

...Firan yang berjalan di belakang Arya menangkap-nya. Tatapan mereka bersinggungan sekejap. Naya mengangkat alis tipis, senyum samar terbit lalu lenyap—sebuah isyarat yang tak meminta balasan....

...Firan berdeham pelan, mengalihkan pandang. Namun jarinya sempat mengetuk map dokumen dua kali—jawaban yang hanya mereka berdua pahami....

...Giorgio duduk tenang di samping Maria—keduanya jelas datang untuk satu alasan: cucu mereka....

...Arya duduk di sofa tunggal, memangku Karan yang sibuk memainkan kancing jasnya. ...

...“Ada apa ?” tanyanya datar....

...Maria menatap tajam, tak berniat menjawab pertanyaan itu. “Kau membawa cucuku ke mana ?”...

...“Perusahaan,” jawab Arya singkat—jelas, tanpa ruang tawar....

...Maria bangkit sedikit dari duduknya, menautkan jemari di pangkuan. Tatapan-nya menajam, bukan marah—lebih ke khawatir yang di tahan rapi....

...“Perusahaan bukan tempat untuk bayi,” ucapnya dingin. “Apalagi cucuku.”...

...Giorgio menengahi dengan satu anggukan kecil. “Kami hanya ingin memastikan Karan baik-baik saja. Itu saja.”...

...Arya menurunkan pandangan ke putranya. Karan tertawa kecil, menarik kancing jas ayahnya tanpa beban. ...

...Rahang Arya mengeras sesaat, lalu kembali datar....

...“Dia aman. Selama dalam pengawasan ku dan juga Naya,” jawabnya datar....

...Maria menghela napas panjang. “Dan perempuan itu ?” Nada suaranya tajam, menyebut tanpa nama....

...Arya mengangkat wajah, menatap ibunya lurus. “Pengasuh Karan. Profesional. Tugasnya jelas.”...

...“Profesional tidak harus kau bawa ke mana-mana,” sanggah Maria cepat....

...“Aku membawa siapa pun yang ku butuhkan,” potong Arya tenang. “Dan aku tidak mendiskusikan keputusan di depan Karan.”...

...Giorgio menatap putranya lama, lalu berdiri. “Kami tidak berniat mengatur hidupmu. Hanya mengingatkan—batas.”...

...Arya ikut berdiri, menggeser Karan ke pundaknya. “Batas itu urusanku.”...

...Keheningan kembali jatuh, tebal dan terkontrol....

...Dari ujung lorong, langkah kaki terdengar menjauh—Naya menuju kamarnya, membawa serta jarak yang tak kasatmata namun terasa jelas di antara mereka semua....

...Arya melangkah pergi tanpa menoleh....

...Di ruang tengah, Maria duduk kembali, menutup mata sejenak....

...“Anak itu,” gumamnya pelan pada Giorgio, “terlalu pandai menyembunyikan badai.”...

...0o0__0o0...

...Brak!...

...Pintu kamar tertutup rapat....

...Suara kuncinya di putar pelan—nyaris tak terdengar, tapi cukup untuk membuat Naya sadar: ia tidak sepenuh-nya terkurung. Ia di pilih untuk tetap di dalam....

...Firan menahan tubuhnya di depan pintu, kedua lengan mengurung tanpa benar-benar menyentuh....

...Jarak mereka tipis, berbahaya. Bukan karena sentuhan melainkan karena apa yang tak di ucapkan....

...“Berhenti,” ucap Firan rendah. Bukan perintah. Lebih seperti permohonan yang di bungkus amarah....

...Naya tersenyum kecil. Senyum yang tak pernah sampai ke mata. Ia mengangkat wajahnya sedikit, cukup dekat hingga napas mereka saling bersinggungan....

...“Kenapa?” tanyanya lembut. Terlalu lembut. “Kau takut pada aku… atau pada dirimu sendiri ?” tangan'nya menyelusuri dada bidang Firan....

...Kalimat itu menusuk lebih dalam dari sentuhan mana pun....

...Firan mengatupkan rahang. Tangan-nya mencengkeram pintu di belakang Naya—bukan tubuh gadis itu. Seolah ia masih ingin percaya batas itu nyata....

...“Jangan terus memancing ku, Naya,” bisiknya rendah. Suaranya tertahan, seperti tali yang di tarik terlalu kencang....

...Naya justru tersenyum. Senyum yang terlalu tenang untuk situasi sekacau ini. Ujung jarinya menyentuh pusaka Firan—bukan untuk menuntut, tapi untuk menguji....

...“Aku hanya merindukan mu,” ucapnya pelan, seolah itu pengakuan paling jujur di dunia....

...Napas Firan memburu. Matanya terpejam sesaat, menahan sesuatu yang jelas ingin lolos. Tangan-nya menangkap pergelangan Naya, menghentikan geraknya sebelum melangkah lebih jauh....

...“Kau tahu posisimu,” katanya. “Dan kau sengaja melupakan-nya.”...

...Naya menghela napas kecil, seolah lelah dengan kepura-puraan itu. Jemarinya menyentuh aset Firan sekilas—cukup untuk mengganggu, lalu menarik diri. Sebuah gerakan sengaja setengah jadi....

...“Aku tidak pernah lupa,” bisiknya. “Justru karena aku ingat… aku tahu kau tak akan menjauh.”...

...Tatapan mereka terkunci....

...Tidak ada hasrat polos di sana—yang ada hanyalah perhitungan....

...“Kau tahu ini salah,” katanya tegas, meski rahangnya mengeras. “Dan kau tahu aku yang akan menanggung akibatnya.”...

...Naya mengangkat wajahnya, menatap Firan tanpa rasa bersalah. Ada kilau licik di matanya—kemenangan kecil karena berhasil mengguncang pertahanan yang selama ini kokoh....

...“Kau selalu bilang begitu,” balasnya ringan. “Tapi kau tetap di sini.”...

...Hening kembali jatuh....

...Bukan karena mereka tak ingin bicara—...

...melainkan karena keduanya sadar, satu langkah saja, segalanya bisa runtuh....

...“Kau selalu datang saat aku sedang lemah,” Firan berkata pelan, nyaris getir....

...Naya mengangguk, bangga tanpa malu. “Itu bukan kebetulan.” Ia melangkah setengah inci lebih dekat. Tidak menyentuh. Tidak perlu. “Kau butuh aku,” lanjutnya. “Bukan sebagai pelarian… tapi sebagai vitamin.”...

...Keheningan jatuh berat....

...Firan sadar, inilah permainan Naya yang paling berbahaya bukan menggoda tubuhnya,...

...melainkan menawarkan diri sebagai satu-satunya tempat aman untuk jatuh....

...Dan ia membencinya…...

...karena sebagian dirinya ingin percaya....

...0o0__0o0...

1
Merey Terias
lanjutkan keliaran mu Naya 🤣🤣🤣🤣
Merey Terias
lanjutkan Thor 💪💪💪
emak gue
naya nantang banget😄
Yuyun Yunaas
lanjutkan 🤣🤣🤣👍
Yuyun Yunaas
lanjutkan 😄
Maulana Abraham
aku mau komentar buruk, tapi gak jadi.... teringat sama judul novelnya. 🤣🤣🤣 Asi baby sitter penggoda...jadi wajar jika PU nya menggatal 🤣🤣🤣🤣
Maulana Abraham
waaaah ada afair ternyata 🤭🤭🤭🤭
Maulana Abraham
kasihan juga pak duda 🤣🤣🤣🤣
Maulana Abraham
aku padamu thor 🤣🤣🤣🤣
Maulana Abraham
anjai lah kau thor 🤣🤣🤣🤣
Maulana Abraham
definisi saingan sama anak sendiri 🤣🤣🤣🤣
Maulana Abraham
tuyul kali ini kamu pintar 🤣🤣🤣🤣
Maulana Abraham
gas thor🤣🤣🤣🤣
Maulana Abraham
Arya bikin gelang kepala 🤣🤣🤣
Maulana Abraham
rsesiko punya bocil🤣🤣🤣🤣
RaveENa
jalang
Maulana Abraham: wajar kak, sesuai judul novelnya. jika judul asi untuk hot duda...mungkin naya hanya menggatal dengan Arya 🤣🤣🤣🤭
total 1 replies
Ita rahmawati
kalo cuma jual diri ke arya masih ok lah mahal pula kan 🤣
tp kalo udah sasimo gini mah murahan dong namanya,,mana sm kakak tirinya juga 🤦‍♀️🙄
Maulana Abraham: wajar kak, sesuai judul novelnya. jika judul asi untuk hot duda...mungkin naya hanya menggatal dengan Arya 🤣🤣🤣🤭
total 1 replies
sasip
widih, sungguh sangat menegangkan ya ep ini thor.. 😉😅🤭 resiko main 2 seh itu mc kitah..
Ita rahmawati
apakah si naya ada hubungan dg firan 🤔
apakah keduanya emang udh punya rencana sejak awal pada arya,,niat balas dendam atau apa gtu 😂
jd kemana² mikirnya 🤣
Yuyun Yunaas
Pak duda bisa pening juga ternyata 🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!