Quinn, seorang gadis berusia 26 tahun itu memiliki kehidupan yang sempurna. Namun, siapa yang menduga, dibalik kehidupan yang sempurna Quinn sangat terkurung. Sebab sebagai putri seorang mafia membuat Quinn tidak bisa hidup dengan bebas.
Quinn memang memiliki kehidupan yang sempurna. Akan tetapi, Quinn nyatanya sangat apes pada percintaannya. Sekalipun Quinn memiliki harta melimpah dan juga paras rupawan, nyatanya tak bisa membuat Quinn menemukan cinta sejatinya.
Sampai tanpa sengaja, Quinn bertemu dengan Dimitri. Seorang laki-laki berusia 30 tahun itu terus mengganggu Quinn.
Akankah Dimitri bisa meluluhkan hati wanita tangguh dan cerdas seperti Quinn? Lantas bagaimana respon Dimitri ketika dia tahu kalau Quinn adalah putri seorang mafia yang sangat disegani pada masanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sisca Nasty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 28 Akhir Semuanya
Quinn dan juga Dimitri berada di garis depan. Keduanya dapat mendengar suara langkah kaki mendekat. Quinn menajamkan telinganya. Saat ini ia hanya bisa bergantung pada telinganya. Sebab tidak ada listrik di sini. Hanya mengandalkan cahaya bulan purnama saja.
Musuh terlihat membawa senjata api. Dimitri yang tidak memiliki alat peredam di senjata api miliknya itupun ditahan oleh Quinn saat laki-laki itu akan menembak. Quinn yang mengambil posisi bersiap untuk menembak.
Wanita itu membabi buta dalam menembak musuh. Namun, yang mengejutkan adalah teriakan-teriakan dari musuh. Pertanda bahwa semua tembakan Quinn tepat sasaran.
"Dia benar-benar hebat! Wanita mandiri, kuat dan pemberani! Dimitri, kau akan menjadi laki-laki bodoh jika tidak bisa mendapatkan hati Quinn. Tidak! Sekarang bukan waktunya melamun." Dimitri membatin dalam hati. Dia semakin tergila-gila pada Quinn.
"Awas!" Tubuh Quinn menabrak tubuh Dimitri. Keduanya sama-sama terjatuh di atas tanah. Dimitri kaget. Ternyata dirinya benar melamun. Sampai tidak sadar kalau musuh menargetkannya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Quinn. Mata mereka saling bertemu.
"Tidak apa. Maaf. Aku melamun. Di saat seperti ini aku melamun. Sangat ceroboh," jawab Dimitri.
"Ya, kau sangat ceroboh. Jangan menyetorkan nyawamu pada musuh. Aku belum membuat perhitungan mengapa kau menculikku! Nyawamu harus selamat sampai saat itu tiba!" Quinn berdiri. Ia kembali menembak musuh. Mengabaikan Dimitri yang tengah terpesona padanya.
"Aku memikirkanmu cantik. Kenapa kau tidak sadar." Dimitri menggeleng kepalanya lagi. Dia berusaha mengabaikan pesona Quinn agar bisa kembali fokus.
Satu menit telah berlalu. Dimitri mulai berdiri lagi. Ia membantu Jio yang tengah dikepung oleh musuh. Jio terkejut saat musuh yang mengepungnya itu secara mendadak terjatuh di tanah. Remaja laki-laki itu tersenyum seolah berterima kasih kepada Dimitri.
"Bersembunyilah. Biar aku yang urus. Beri tahu warga desa juga supaya mereka bersembunyi," bisik Dimitri.
"Maaf, Tuan Dimitri. Kami tidak bisa. Karena ini desa kelahiran kami. Rumah kami. Harga diri kami. Kami tidak akan mundur walaupun nyawa kami melayang," sahut Jio. Sebagai laki-laki dia bertekad untuk berjuang sampai akhir.
"Apa?" Dimitri terkejut mendengarkan kata-kata Jio. Ia tidak menyangka kalau remaja laki-laki yang sebelumnya pendiam itu kini berani menyampaikan keinginannya.
"Nona Quinn sudah membuka mata saya. Jadi, Anda jangan khawatir, Tuan Dimitri. Kami pasti akan baik-baik saja. Karena ada Anda dan juga Nona Quinn yang membantu kami." Jio kini tak lagi menatap Dimitri.
Pada akhirnya Dimitri membiarkan Jio berada di medan perang. Keduanya bersembunyi dibalik semak-semak yang rimbun. Dimitri juga menambah peluru. Kemudian Dimitri menyipitkan matanya. Laki-laki itu berusaha untuk menembak musuh dari tempat tersembunyi.
"Di mana Quinn?" tanya Dimitri.
"Saya tidak bisa melihatnya, Tuan," jawab Jio.
Di sisi lain, Quinn juga sedang bersembunyi. Walaupun racun yang tadinya menyerang tubuh Quinn sudah hilang, tetap saja Quinn terluka. Wanita itu sekuat tenaga menopang tubuhnya. Ia kembali mengisi peluru. Senjata laras tajam yang ada di tangannya sangat membantu.
"Musuh tidak ada habisnya. Di mana Dimitri? Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas." Quinn menggumam dalam hati.
Boom!
Boom!
Semua orang menatap ke arah lautan lepas. Di atas langit samar-samar terlihat asap membumbung. Diiringi dengan api yang berkobar. Quinn mencari teropong yang tadi dipakai Jio untuk mengamati pergerakan musuh.
"Ledakan itu berasal dari kapal perompak? Siapa yang melakukannya?" tanya Quinn.
Sedangkan para perompak mulai panik. Mereka menunjukkan rasa marah karena kapal mereka sudah meledak. Quinn yang menyadari ada kesempatan, ia segera memuntahkan timah panas itu ke tempat musuh berada.
Tentu saja musuh akan panik. Sedangkan orang yang menjadi sekutu Quinn pasti akan tetap tenang. Di tempat yang berisik itu, Quinn menembak. Benar saja. Jeritan-jeritan itu dari suara yang tidak dikenali oleh Quinn.
"Tuan Dimitri, kapal musuh sepertinya sudah berhasil diledakkan oleh Joa," kata Robin.
"Beruntung aku membawa gas terkompresi dalam jumlah banyak. Ternyata sangat berguna untuk situasi yang genting. Musuh mungkin akan segera menarik diri. Perhatikan gerak-gerik mereka dan cepat habisi saja. Supaya tidak mengulur waktu dan membuang tenaga," perintah Dimitri.
"Baik, Tuan." Robin beranjak pergi. Ia akan mencari anak buahnya untuk cepat-cepat menyelesaikan peperangan ini.
Musuh mulai panik. Mereka hanya tersisa beberapa orang saja. Tentu Dimitri tidak akan membiarkan satu perompak pun tersisa. Dengan jumlah yang kalah telak itu, Quinn dan warga desa memenangkan peperangan.
"Nona Quinn, kita berhasil!" teriak Heizen.
"Iya. Kita semua sudah berhasil. Kita hebat." Quinn tersenyum tipis. Tak lama.kemudian wanita itu memejamkan kedua matanya. Tubuhnya pun ambruk di tanah begitu saja.
"Oh tidak! Nona Quinn!"
***
"Ini sudah hari kedua Quinn tidak bangun, Tante Su." Dimitri terlihat sangat kelelahan. Juga khawatir.
"Padahal dia sudah meminum penawar racun yang dibuatnya," kata Tante Su dengan wajah yang murung.
Mendengar hal itu, Dimitri menoleh. "Dia bisa membuat penawar racun?"
"Nona Quinn juga bisa membuat racun. Jadi senjata kami sudah diberi racun oleh Nona Quinn," timpal Heizen.
"Ternyata dia sudah sampai sejauh itu," batin Dimitri dalam hati.
"Padahal dia sangat pandai membuat penawar racun," celetuk Tante Su.
"Maaf, Tante. Ini beda konsep. Jenis racun yang dibawa oleh musuh tentu saja berbeda dengan racun yang dibuat oleh Quinn. Dan di sini, tidak ada orang dengan keahlian racun ataupun paham dengan penawarnya." Kata-kata Dimitri membuat semua orang terhenyak kaget.
Benar apa yang dikatakan oleh Dimitri. Tentu saja racun milik musuh dan milik Quinn berbeda. Kini semua orang mulai khawatir dengan keadaan Quinn. Sebab sudah dua hari ini Quinn demam dan tidak sadarkan diri.
"Bagaimana kalau aku membawanya ke kota?"