NovelToon NovelToon
Voice From The Future

Voice From The Future

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Romansa Fantasi / Teen School/College / Time Travel / Romansa / Enemy to Lovers
Popularitas:50
Nilai: 5
Nama Author: Amamimi

Renjiro Sato, cowok SMA biasa, menemukan MP3 player tuanya bisa menangkap siaran dari masa depan. Suara wanita di seberang sana mengaku sebagai istrinya dan memberinya "kunci jawaban" untuk mendekati Marika Tsukishima, ketua kelas paling galak dan dingin di sekolah. Tapi, apakah suara itu benar-benar membawanya pada happy ending, atau justru menjebaknya ke dalam takdir yang lebih kelam?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amamimi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Semangat Logika

Renjiro Sato tidak tidur semalam.

Bagaimana mungkin dia bisa tidur?

Sepanjang malam, kamarnya yang sunyi terasa menyesakkan. Dia duduk di meja belajarnya, memandangi MP3 player perak itu seolah sedang berhadapan dengan granat aktif. Pukul dua pagi, dia memberanikan diri. Dia memasang earphone, menekan play, dan berbisik ke udara kosong, "Marika-san? Kamu... kamu di sana?"

Tidak ada jawaban. Hanya statis.

Pukul tiga pagi, dia mencoba lagi. "Halo? Tadi itu... apa aku salah dengar?"

Hening.

Pukul lima pagi, dia menyerah. Dia merebahkan diri di kasur, tapi matanya tetap terbuka menatap langit-langit.

Isak tangis itu.

Itu bukan halusinasi. Suara isak tangis yang pecah dan putus asa itu terasa lebih nyata daripada buku pelajaran Fisika di mejanya. Selama ini, dia pikir dia sedang mendengarkan rekaman kenangan yang hangat. Sebuah panduan nostalgia.

Dia salah besar. Dia sedang mendengarkan siaran langsung dari sebuah tragedi.

Marika dewasa—istrinya—di masa depan, entah bagaimana, terjebak dalam situasi yang begitu menyedihkan sampai dia menangis histeris hanya karena mendengar suara Ren dari masa lalu.

Jantung Ren terasa diremas. "Kesalahan yang sama denganku," kata Marika dewasa di pesan sebelumnya.

Peringatan itu kini memiliki bobot seribu kali lebih berat. Ini bukan lagi soal membuat Marika (17) terkesan. Ini soal... menyelamatkan Marika (28).

Ponselnya berdering, alarm pukul 6 pagi. Waktunya sekolah.

Ren bangkit dari tempat tidur dengan perasaan pusing dan mual. Hari ini, dia harus berhadapan dengan Klub Kendo. Dia harus berhadapan dengan Tsukishima Marika (17). Dan dia harus melakukannya sambil membawa rahasia mengerikan bahwa masa depan mereka, yang seharusnya indah, ternyata hancur berantakan.

"Kamu terlihat mengerikan."

Itu adalah kalimat pertama yang Marika katakan padanya pagi itu. Bukan 'selamat pagi', bukan 'apa kabar'. Hanya observasi klinis yang dingin.

Ren, yang sedang menelungkupkan kepalanya di meja sebelum bel berbunyi, mendongak. Marika berdiri di samping mejanya, memegang buku catatan OSIS.

"Aku... kurang tidur," gumam Ren.

"Hmph." Marika mendengus, tapi Ren melihat matanya menyapu wajah Ren sejenak—memperhatikan kantung mata hitamnya—sebelum kembali ke ekspresi robotnya. "Jangan jadikan itu alasan. Istirahat pertama. Ruang klub Kendo. Jangan terlambat."

"Ya, aku tahu," balas Ren, suaranya serak.

"Dan..." Marika ragu-ragu. "Jangan bilang hal-hal bodoh seperti 'tameng' lagi. Itu tidak efisien dan membuatmu terlihat seperti idiot."

Wajah Ren memanas, teringat kejadian semalam. "Iya. Maaf."

Marika menatapnya sedetik lebih lama, seolah ingin mengatakan hal lain, tapi bel berbunyi. Dia berbalik dan berjalan ke bangkunya tanpa menoleh lagi.

Ren menelungkupkan kepalanya kembali ke meja. Ini akan menjadi hari yang sangat panjang.

Ruang klub Kendo berbau keringat, kayu lapuk, dan... semangat.

Saat Ren dan Marika tiba (tepat waktu), mereka disambut oleh pemandangan yang... intens. Sekelompok siswa bertelanjang dada dan mengenakan hakama (celana kendo) sedang melakukan tebasan latihan sambil berteriak.

"SEIIII! YAAAA! TOOO!"

Di tengah ruangan, berdiri seorang pria yang tampak lebih mirip beruang daripada siswa SMA. Dia tinggi, berotot, dan kepalanya plontos—mungkin sengaja dibotaki untuk 'menempa jiwa'. Inilah Tanaka-senpai, kapten Klub Kendo.

"OSHI!" teriak Tanaka-senpai saat melihat mereka, suaranya menggelegar di seluruh dojo. "KETUA OSIS TSUKISHIMA! DAN... SATO-KUN! KERJA BAGUS SUDAH DATANG!"

Ren tersentak mundur sedikit. Marika, di sebelahnya, hanya mengangguk kaku, jelas tidak nyaman dengan volume suara senpainya.

"Tanaka-senpai," kata Marika, mencoba menggunakan nada OSIS-nya yang berwibawa. "Kami di sini untuk membahas proposal anggaran festival Anda. Ada beberapa..."

"BAGUS!" potong Tanaka-senpai. "PROPOSAL SAYA! SEMANGAT SAYA SUDAH SAYA TULIS DI SANA! KAMI BUTUH 20 SHINAI (pedang bambu) BARU! 10 SET BOGU (baju zirah) LENGKAP! DAN PANGGUNG KHUSUS UNTUK DEMONSTRASI KAMI!"

Marika memucat sedikit. "Senpai, dengan hormat... anggaran OSIS tidak—"

"ANGGARAN HANYALAH ANGKA!" bentak Senpai, matanya berkobar-kobar. "TAPI SEMANGAT... SEMANGAT TIDAK TERNILAI HARGANYA! BAGAIMANA KAMI BISA MENUNJUKKAN JALAN KESATRIA DENGAN SHINAI RETAK DAN BOGU BAU?!"

Marika terlihat jelas terintimidasi. Logika dan efisiensinya tidak mempan melawan tembok "semangat" murni ini. Dia membuka mulutnya, lalu menutupnya lagi. Dia kalah argumen bahkan sebelum memulai.

Ren memperhatikan dari samping. Dia lelah, pusing, dan hatinya hancur karena telepon semalam. Dia benar-benar tidak punya tenaga untuk ini.

Tapi kemudian... dia melihat Marika.

Dia melihat gadis yang selalu sempurna itu terlihat kecil dan tidak berdaya di depan kapten yang berteriak-teriak ini. Dia melihat tangannya yang memegang buku catatan sedikit gemetar.

Dan dia teringat isak tangis Marika dewasa. "Tolong... perlakukan dia dengan baik."

Ren menghela napas panjang. Dia benci ini. Tapi dia harus.

"Tanaka-senpai," kata Ren, suaranya terdengar sangat pelan di tengah dojo yang berisik itu.

Tanaka-senpai dan Marika menoleh padanya.

"SIAPA?! KAMU BICARA, SATO-KUN?!"

Ren melangkah maju sedikit, berdiri di samping Marika. Bukan di depannya. Di sampingnya.

"Ya, Senpai. Saya," kata Ren, mencoba menjaga suaranya tetap stabil. "Saya... baru saja memeriksa rak shinai di sana."

Dia menunjuk ke rak senjata di sudut. "Ada tiga puluh shinai di sana. Saya perhatikan, yang rusak sebenarnya hanya lima belas. Dan dari lima belas itu, sepuluh di antaranya... hanya perlu diganti tsuru-nya (tali pengikat bambu). Bukan bambunya."

Tanaka-senpai berhenti berteriak. Dia menyipitkan matanya. "...Hah?"

Ren, yang otaknya sekarang berjalan dalam mode resource management ala gamer, melanjutkan. "Membeli tsuru baru 70% lebih murah daripada membeli shinai baru. Kita bisa hemat banyak."

Marika menatap Ren dengan mata terbelalak.

"Dan soal bogu," lanjut Ren, kini menunjuk tumpukan zirah di sudut. "Saya lihat ada delapan set di sana. Tiga terlihat rusak parah di bagian men (helm). Tapi lima set lainnya... sepertinya hanya kotor dan talinya lepas. Mereka tidak 'bau', Senpai. Mereka hanya butuh dicuci dan diperbaiki."

Tanok-senpai mengelus dagunya yang plontos. "Hoo..."

"Proposal Senpai minta 10 set baru. Itu... berlebihan," kata Ren. "Bagaimana kalau... OSIS biayai perbaikan profesional untuk lima set yang ada, dan kita sewa lima set baru yang bagus khusus untuk hari H festival? Totalnya kita punya sepuluh set yang kinclong untuk demonstrasi. Dan biayanya... mungkin hanya 40% dari proposal awal Anda."

Dojo menjadi sunyi. Satu-satunya suara adalah napas terengah-engah dari anggota klub lain yang berhenti latihan untuk menonton.

Marika menatap Ren seolah dia baru saja menumbuhkan kepala kedua.

Tanaka-senpai menatap Ren lama. Sangat lama. Wajahnya yang garang tiba-tiba merekah... menjadi senyum lebar yang mengerikan.

PLAK!

Sebuah tangan seukuran talenan daging menampar punggung Ren begitu keras hingga Ren terbatuk dan terhuyung maju.

"SATO-KUN!" raung Tanaka-senpai, tawanya menggelegar. "LUAR BIASA! ITU... ITU... ANALISIS PALING 'BERSEMANGAT' YANG PERNAH SAYA DENGAR!"

"Uhuk... ukhuk..." Ren berusaha bernapas.

"KAMU BENAR!" seru Senpai. "MENGHEMAT BUKAN BERARTI LEMAH! MENGHEMAT ADALAH STRATEGI! SEPERTI DALAM PERTEMPURAN! KERJA BAGUS, SATO-KUN! PROPOSALMU DITERIMA! SEMANGAT!"

Lima menit kemudian, Ren dan Marika berjalan keluar dari dojo, menjauh dari teriakan "SEMANGAT!" yang kembali dimulai. Punggung Ren masih terasa panas dan perih.

Mereka berjalan dalam diam menyusuri koridor. Ren masih berusaha meluruskan tulang punggungnya.

Marika berhenti berjalan. Ren, yang tidak memperhatikan, hampir menabraknya.

"Apa?" tanya Ren.

Marika tidak menatapnya. Dia menatap lurus ke depan, ke taman sekolah yang sepi.

"...Hmph," katanya pelan.

"Hmph?"

Marika menoleh sedikit, hanya sedikit. Sinar matahari pagi dari jendela koridor menerpa wajahnya.

"Kerja bagus," bisiknya.

Ren mengerjap. "Apa? Maaf, aku tidak dengar."

"Kubilang... kerja bagus, Sato-kun!" kata Marika, sedikit lebih keras, wajahnya memerah karena kesal atau malu, Ren tidak tahu. "Analisismu tadi... efisien."

Dia tidak menunggu jawaban. Dia langsung berbalik dan berjalan cepat menuju ruang kelas, kuncir kudanya berayun di belakangnya.

Ren ditinggalkan sendirian di koridor. Dia menggosok punggungnya yang sakit, lalu perlahan-lahan... sebuah senyuman tipis tersungging di wajahnya yang lelah.

Dia menatap ke arah Marika pergi. Dia masih pusing. Dia masih ketakutan setengah mati memikirkan masa depan.

Tapi barusan... dia tidak hanya menyelamatkan anggaran OSIS. Dia merasa telah melindungi sesuatu yang jauh lebih penting.

1
Celeste Banegas
Bikin nagih bacanya 😍
Starling04
Gemes banget sama karakternya, ketawa-ketiwi sendiri.
Murniyati Mommy
Asyik banget bacanya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!