Thalia Puspita Hakim, perempuan berusia 26 tahun itu tahu bahwa hidupnya tidak akan tenang saat memutuskan untuk menerima lamaran Bhumi Satya Dirgantara. Thalia bersedia menikah dengan Bhumi untuk melunaskan utang keluarganya. Ia pun tahu, Bhumi menginginkannya hanya karena ingin menuntaskan dendam atas kesalahannya lima tahun yang lalu.
Thalia pun tahu, statusnya sebagai istri Bhumi tak lantas membuat Bhumi menjadikannya satu-satu perempuan di hidup pria itu.
Hubungan mereka nyatanya tak sesederhana tentang dendam. Sebab ada satu rahasia besar yang Thalia sembunyikan rapat-rapat di belakang Bhumi.
Akankah keduanya bisa hidup bahagia bersama? Atau, justru akhirnya memilih bahagia dengan jalan hidup masing-masing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEDATANGAN SESEORANG YANG TAK DISANGKA
"Mbak Thalia!" seru Indah berlari panik.
Thalia yang sedang istirahat setelah photoshoot itu langsung terduduk. Dilihatnya Indah menghampiri para kru dan talent lain.
"Ndah! Mbak disini!" Thalia melambaikan tangan pada Indah.
Indah menoleh, alih-alih senyum lega ia justru menampakkan wajah yang semakin cemas. Kakinya melangkah cepat menuju Thalia.
"Gawath... Gawat, Mbak!" keluh Indah sembari terus mengontrol napasnya.
Thalia menunggu Indah sampai tenang. Kemudian mencontohkan kepada Indah dengan gerakan agar lebih cepat tenang. "Tarik napas pelan-pelan. Hembuskan... Gitu aja sampai kamu tenang."
Indah melakukan hal yang dicontohkan Thalia. Kemudian langsung duduk di kursi depan Thalia. "Ada yang nyariin Mbak."
Thalia menatap Indah dengan bingung. Kemudian melirik jam tangannya. Masih jam dua siang. Siapa yang memanggilnya siang-siang begini?
"Kamu salah orang itu!" sahut Thalia enteng. Kemudian kembali menyandarkan badannya di sofa.
Indah buru-buru menahan tangan Thalia. "Nggak, Mbak! Aku nggak salah! Orang dia sendiri yang bilang nyariin Thalia."
Thalia lekas berdiri. "Di mana orangnya?"
Indah menunjuk pintu depan. "Tadi sih di depan, Mbak. Ayo aku temani. Tapi kayaknya nggak mungkin penculik, Mbak. Ganteng gitu."
"Kamu kalau melihat orang ganteng langsung peka gitu ya, Ndah. Ganteng mana sama pacar kamu?" goda Thalia. Menatap singkat gadis di samping itu.
"Udah putus, Mbak!" jawab Indah ketus. "Jadi lebih ganteng Mas-Mas yang tadi."
Thalia tidak bisa menahan tawanya saat mendengar celotehan Indah. Gadis dengan rambut ikal ini sangat lucu dan ceplas-ceplos. Persis dirinya saat berumur 20-an awal.
"Nah itu orangnya, Mbak!" tunjuk Indah saat mereka sudah berada di ujung tangga lantai satu.
Thalia menyipitkan matanya, mencoba menelisik sosok pria yang sedang duduk di sofa kulit berwarna hitam itu. Posisinya membelakangi mereka. Sulit untuk Thalia mengetahui siapa pria itu.
"Kenal, Mbak?" bisik Indah, penasaran dengan menatap Thalia tak berkedip.
Thalia menggeleng. Saat sudah dekat, Thalia semakin mengenal siapa sosok di balik setelan abu-abu gelap itu.
"Bhumi?" tebak Thalia, menelengkan kepalanya memastikan pria yang terlihat serius dengan ponselnya itu.
"Bukan yang ini, Mbak." Indah menahan gerak Thalia. "Nah itu, Mbak! Yang di luar itu!" Indah bersorak heboh menunjuk Aji yang sedang berdiri di samping mobil mewah berwarna hitam.
Bersamaan dengan suara Indah yang melengking itu, pria yang diduga Bhumi itu pun menoleh ke belakang. Jika Indah masih berbinar menatap ke arah Aji yang saat memang terlihat gagah dengan kacamata hitamnya, Thalia justru tertegun menatap Bhumi.
Pria dengan wajah datar dan aura dominan itu terpaku melihat Thalia.
Istrinya... Iya, mulai sekarang Bhumi akan mulai terang-terangan menyebutkan Thalia sebagai istrinya.
Penampilan Thalia yang sekarang terlihat sangat cantik dan fresh. Wanita penyuka warna biru itu terlihat pas dengan dress putih gading bertali kecil tersebut. Motif bunga berwarna kuning itu menambah kesan manis pada Thalia.
Namun, panjang dress beberapa senti di atas lutut itu membuat wajah Bhumi mengeras.
Bhumi mengumpat pelan sembari membuka jasnya. Masih dalam keterkejutan Thalia, Bhumi lekas menutupi bahu dan lengan Thalia yang dibiarkan terbuka itu dengan jas miliknya.
"Om siapa? Nggak boleh asal pegang gitu, ya!" Indah yang tidak mengenal Bhumi langsung menepis tangan Bhumi dari bahu Thalia.
"Om?" gumam Bhumi tajam.
Bhumi tidak mengenal gadis kecil berambut ikal di samping Thalia. Tetapi melihat bagaimana ia mencoba melindungi Thalia, Bhumi bisa menebak mereka punya kedekatan satu sama lain.
Thalia melangkah ke depan, menghalau Indah yang hendak menantang Bhumi.
"Kamu kenapa di sini?" tanya Thalia menatap Bhumi bingung. Jas Bhumi tetap ia sampirkan.
"Mbak kenal Om ini?" tanya Indah. Masih bingung dengan pria berwajah galak di depannya.
Bhumi tidak ingin langsung menjawab. Namun, ia juga sangat terganggu dengan gadis bersuara cempreng ini.
Bhumi berdehem. Kemudian, melirik Thalia singkat sebelum akhirnya kembali menatap gadis yang tidak ia kenal itu.
"Saya Bhumi, suaminya Thalia."
Thalia tertegun mendengar jawaban Bhumi. Bukankah seharusnya pria ini menyembunyikan hubungan mereka. Lagipula di sini tidak ada yang tahu bahwa dirinya sudah menikah.
Thalia yakin, setelah ini ia akan ramai dibicarakan oleh rekan kerjanya.
"Suami?" Indah melotot tak percaya. Mata bulatnya menatap Thalia tak berkedip. "Loh! Mbak udah nikah? Suaminya Om-om ini?!"
"Jangan teriak, Ndah. Orang-orang di atas bisa kaget kalau kamu teriak," tegur Thalia, lembut.
Indah menunduk malu. Tapi hanya sebentar, sebab setelah itu kembali menuntut penjelasan pada Thalia.
Thalia menatap Bhumi sekilas. Kemudian mengangguk pelan. Bukan masalah besar untuk Thalia mengakui itu. Sejak awal Bhumi lah yang enggan mempublikasikan pernikahan mereka.
Jika Bhumi sudah bisa mengatakan yang sebenarnya, maka Thalia pun akan demikian.
"O-EM-JI! Jadi beneran udah nikah? Terus Mas Jujul ku gimana, Mbak? Dia belum tahu Mbak udah nikah?" Indah memasang wajah iba, mengingat bosnya yang akan patah hati itu.
Thalia tersenyum lembut. "Nggak, Ndah. Dia udah tahu kok."
Tiba-tiba derit pintu terdengar. Tiga pasang mata itu kompak menoleh pada sosok Aji yang baru masuk dan lekas mendekati Bhumi.
"Permisi, Pak. Makan siangnya sudah sampai."
Bhumi mengangguk. Kemudian, beralih pada Indah dan Thalia.
"Saya belikan makan siang untuk kamu dan yang lainnya. Langsung dibawa ke mana?"
Thalia menarik tangan Bhumi menjauh dari Indah dan Aji. Tepatnya menarik Bhumi hingga ke luar studio.
"Makan siang? Buat apa?" tanya Thalia.
"Buat dimakan. Ya... Anggap saja perkenalan saya sebagai semua rekan kerja kamu. Sekaligus ucapan terima kasih saya kepada si Sialan itu karena sudah memperkerjakan kamu," jawab Bhumi dengan enteng.
Thalia masih bingung dengan sikap Bhumi. Semenjak penolakan dirinya terhadap rencana pengumuman pernikahan mereka, Bhumi menjadi lebih hangat. Sikapnya pun aneh. Ia juga sudah jarang pulang terlambat apalagi mampir bertemu Adelia.
Terbukti sudah beberapa hari ini tidak ada pesan misterius yang masuk ke ponsel Thalia.
"Kamu merencanakan apa lagi?" tuding Thalia.
Baginya perubahan Bhumi terlalu mendadak. Dan, ia tahu Bhumi tidak akan melakukan itu tanpa tujuan yang jelas.
Bhumi tidak bereaksi. Mata elangnya menyorot Thalia lama.
"Kamu nggak mungkin melakukan semua ini tanpa maksud apa-apa. Apa lagi yang kamu mau dari aku?" lirih Thalia, frustasi.
Bhumi menyentuh bahu Thalia. Ditatapnya Thalia dengan lekat, "Dengarkan ini baik-baik, Thalia. Jangan kamu ragukan kata-kata yang saya ucapkan. "
Bhumi memberi jeda sejenak. Ia tahu, bukan hal mudah untuk meyakinkan Thalia. Namun, ia harus mencoba itu. Seperti saran Aji, setiap wanita akan luluh jika diperlakukan dengan lembut. Jika Thalia pun begitu, maka akan ia lakukan.
Demi Jemia. Dan, keluarga utuh putrinya.
"Saya ingin memulai semuanya dari awal. Dengan kamu dan Jemia. Saya akan berusaha jadi suami yang baik untuk kamu. Menciptakan keluarga kecil di mana hanya ada saya, kamu dan anak-anak kita."
Thalia terdiam. Sorot lembut netra Bhumi membuatnya kembali bingung. Ia kira Bhumi hanya main-main.
Percayalah! Selain, Adelia dan Widya, Bhumi adalah sosok paling licik yang pernah Thalia kenal.
"Beri saya kesempatan untuk membuktikan itu."
Hening. Jantung Thalia berdegup kencang. Tangannya meremas kedua sisi dress dengan kuat. Mulutnya terkatup rapat.
Tiba-tiba pintu terbuka. Indah muncul dengan wajah memelas.
"Om, makan siangnya boleh saya bawa ke atas? Udah lapar banget!"
*
*
*
Disclaimer : Jalannya tidak akan semulus itu ya. Waspadalah jika mereka berbaikan terlalu cepat. Badai apa yang akan membuat mereka terpisah nanti. Wkwkwk.
Mohon dukungannya ya, Gaes. Siapa tahu aku tambah semangat update 🤣. Jangan lupa klik bintang 5 yaaah ditambah ulasan yang positif.
Terima kasih 😊
Tetap kuat selalu yaa Thor 😘🤗
Alur ceritanya bagus dan konfliknya tidak begitu terlalu rumit...
pemilihan kosakata sangat baik dan mudah untuk dipahami...
terimakasih buat kk othor,
semoga sukses ❤️
Innalilahi wa innailaihi roojiun....
Semoga Almarhum Ayahnya kak Author, di ampuni segala kesalahannya dan di tempatkan di JannahNya Aamiin 🤲 🤲
Sehat" kak Author & keluarga
🙏🙏
yg sabar dan tabah ya thorr...
semoga diampuni segala dosa"nya..dan diterima semua amal ibadahnya..
aamiin