Dijodohkan? Kedengarannya kayak cerita jaman kerajaan dulu. Di tahun yang sudah berbeda ini, masih ada aja orang tua yang mikir jodoh-jodohan itu ide bagus? Bener-bener di luar nalar, apalagi buat dua orang yang bahkan gak saling kenal kayak El dan Alvyna.
Elvario Kael Reynard — cowok paling terkenal di SMA Bintara. Badboy, stylish, dan punya pesona yang bikin cewek-cewek sampai bikin fanbase gak resmi. Tapi hidupnya yang bebas dan santai itu langsung kejungkal waktu orang tuanya nge-drop bomb: dia harus menikah sama cewek pilihan mereka.
Dan cewek itu adalah Alvyna Rae Damaris — siswi cuek yang lebih suka diem di pojokan kelas sambil dengerin musik dari pada ngurusin drama sekolah. Meskipun dingin dan kelihatan jutek, bukan berarti Alvyna gak punya penggemar. Banyak juga cowok yang berani nembak dia, tapi jawabannya? Dingin banget.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Minta Jatah
Rumah dua lantai yang beberapa jam lalu menjadi saksi bisu pernikahan El dan Alvyna kini hanya menyisakan lima orang di dalamnya. Mereka adalah Alvyna bersama Mamanya, serta El dan kedua orang tuanya. Saat ini, kelima orang itu tengah duduk bersama membahas tempat tinggal yang akan dihuni oleh pasangan pengantin baru tersebut, sebelum mereka naik ke kamar untuk beristirahat.
"El, Alvyna, sebagai hadiah pernikahan, papa sudah membelikan rumah untuk kalian berdua. Kalau kalian bersedia, rumah itu bisa langsung kalian tempati. Ini kuncinya," ujar Radit, menyodorkan kunci kepada El yang duduk bersebelahan dengan Alvyna.
El menerima kunci itu, menatapnya beberapa detik sebelum mengalihkan pandangannya ke sang ayah.
"Terima kasih Pa," ucapnya pelan. Alvyna pun ikut tersenyum tipis sambil ikut berterima kasih.
“Terima kasih Pa,” katanya, menerima anggukan hangat dari Radit.
Meski tampak tenang, dalam hati Alvyna masih bergelut dengan perasaan tak percaya. Bagaimana bisa dalam waktu sesingkat ini, dirinya yang selama ini tidak percaya dengan cinta dan pernikahan kini resmi menjadi seorang istri? Rasanya masih seperti mimpi.
Ia menoleh pada Sarena, sang Mama, yang duduk di sampingnya sambil menggenggam tangannya erat. Sarena membalas dengan senyum hangat, seolah berkata "Tenang saja, semua akan baik-baik saja."
“Ma walaupun udah nikah, Alvyna masih bisa tinggal sama mama di sini kan?” bisik Alvyna pelan, tubuhnya condong ke arah Mamanya.
Sarena tersenyum lembut, lalu menjawab, “Gak bisa sayang, mulai hari ini kamu ikut suamimu. Papa El sudah menyiapkan rumah untuk kalian, dan kemungkinan besar kalian akan tinggal di sana berdua. Alvyna sekarang sudah jadi istri, artinya kamu harus berbakti dan patuh pada suamimu. Apapun yang kamu lakukan harus seizin dia. Selama itu demi kebaikanmu, kamu harus nurut. Paham sayang?”
Sarena mengelus kepala putrinya perlahan sebelum menambahkan, “Tapi tenang aja, rumah ini tetap rumah kamu. Kapan pun kamu mau pulang pintu selalu terbuka buat kamu.”
Alvyna tak berkata apa-apa. Matanya mulai berkaca-kaca. Meski mereka tidak berpisah selamanya, tetap saja perasaan berat itu ada. Alvyna hanya memiliki Sarena dan begitu juga sebaliknya.
Suara Radit kembali terdengar, menyadarkan semua dari lamunan masing-masing. “Jadi, bagaimana? Kalau belum siap tinggal sendiri, kalian bisa tinggal di sini dulu bersama kami.”
El melirik Alvyna. Gadis itu pun sedang menatapnya. Seakan bisa membaca pikiran satu sama lain, mereka saling bertukar pandang beberapa detik sebelum akhirnya serempak berkata, “Kami tinggal sendiri saja Pa.”
Mendengar itu, ketiga orang tua mereka tampak terkejut, tapi tak lama kemudian senyum kebanggaan terlihat di wajah mereka.
“Bagus dengan begitu kalian bisa belajar saling memahami lebih dalam,” ujar Radit sambil tersenyum puas.
“Aduh mama jadi gak sabar nih pengen gendong cucu!” celetuk Manda penuh semangat.
El dan Alvyna langsung menegang. “Mereka masih sekolah loh, Jeng. Biarlah lulus dulu baru pikirin cucu,” sahut Sarena tertawa kecil.
“Haha iya ya. Aku sampai lupa,” kata Manda sambil menepuk keningnya sendiri.
Merasa canggung Alvyna buru-buru menoleh pada Sarena, mencari celah untuk menghindari topik yang mulai tak nyaman.
“Ma aku ke atas dulu ya. Gerah banget mau mandi.”
“Iya silakan sayang. Kalian pasti capek,” jawab Manda sebelum menoleh ke putranya.
“Mas kamu juga mandi sana, ganti baju.”
“Lah, aku gak bawa baju Ma,” jawab El bingung.
“Ada kok. Mama udah siapin beberapa baju kamu di lemari,” balas Manda santai.
Alvyna terkejut. Tapi karena rasa gerah yang tak tertahankan, dia buru-buru berdiri dan pamit.
“Kalau gitu aku naik dulu ya Ma, Pa,” ucapnya lalu segera naik tangga.
El menyusul, “Aku juga ke atas dulu ya, mau bersih-bersih.”
“Iya cari aja bajunya di lemari. Ikutin Alvyna aja. Kamarnya yang pintunya warna abu-abu,” sahut Sarena.
“Pelan-pelan aja El, masih siang ini,” goda Radit sambil mengangkat alis. Manda dan Sarena langsung tertawa geli.
El hanya memutar bola mata malas lalu cepat-cepat naik sebelum godaan sang ayah semakin menjadi. Sesampainya di atas, ia mengedarkan pandangan.
“Pintu abu-abu ini kayaknya,” gumamnya sambil menatap salah satu pintu.
“Kalau salah, tinggal keluar lagi,” pikirnya sebelum akhirnya membuka pintu dan masuk ke dalam.
Kamar itu tampak luas dan tenang, didominasi warna abu-putih. Tak terlihat Alvyna di dalamnya, tapi suara gemericik dari kamar mandi terdengar jelas. El mendekat dan menempelkan telinganya ke pintu.
“Lagi mandi kayaknya” bisiknya sambil melihat-lihat sekeliling kamar.
“Dekornya oke juga. Kukira bakal norak, ternyata lumayan untunglah.”
Tak lama kemudian...
Ceklek
Suara pintu kamar mandi yang terbuka membuat El menoleh cepat. Matanya langsung melotot begitu melihat Alvyna berdiri di sana, hanya mengenakan handuk.
"AAAA...hmpt!" jerit Alvyna tapi cepat-cepat dibekap El.
“Sut! Mau bikin geger satu rumah?” bisik El kesal.
Alvyna menepis tangan El dan langsung menutup dadanya dengan kedua tangan, wajahnya merah padam.
“Ngapain kamu di sini?!” bentaknya panik.
El menelan ludah. Penampilan Alvyna sukses bikin jantungnya jedag-jedug tak karuan.
“Lo gak sabar ya malam pertama? Ini aja belum malem,” godanya sambil mendekat.
Alvyna mundur was-was. “Jangan deket-deket! Lo mau ngapain?!”
“Minta jatah lah gue suami lo, ingetin lagi dong,” balas El jahil.
Alvyna melotot, “J-jatah apaan?! Gue teriak nih!”
“Teriak aja, mama papa pasti mikir kita lagi bikin cucu hehe.”
Alvyna panik. Belum sempat membalas, punggungnya sudah mentok ke dinding. El menahan gerakannya dengan kedua tangan di dinding. Wajahnya makin mendekat. Alvyna memejamkan mata. Jantungnya berdetak keras. Hidung mereka nyaris bersentuhan.
Tok
Tok
Tok
“El, Alvyna, nanti kalau udah selesai mandi turun ya makan siang,” suara Sarena terdengar dari balik pintu.
Alvyna langsung membuka mata mendorong El, dan lari ke dalam walk-in closet.
“Iya Ma! Alvyna ganti baju dulu!” teriaknya dari dalam.
El hanya bisa berdecak kesal. “Ck belum juga nyentuh, udah gagal duluan”