Sukmawati, si gadis cantik dan pinter. Seorang anak petani biasa yang mempunyai mimpi menjadi seorang perawat. Namun ketika baru beberapa semester, sang ayah meninggal sehingga kuliahnya terbengkalai.
Dan bukan cuma kuliahnya saja yang tertunda. Tetapi kehidupannya juga semakin susah, ia dan kedua adiknya harus menelan pil pahit, sang ibu juga menyusul sang ayah.
Sukma berusaha keras untuk melanjutkan hidup bersama adik-adiknya. Sehingga suatu saat bertemu dengan pria yang usianya sekitar 38 tahun, Alfandi, seorang pria kaya raya namun memiliki anak dan istri! ikuti kisah kelanjutannya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juleha2606, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mau kabur
"Apakah perlu ku antar," tanya Yudi pada Vaula yang sudah siap pulang, dan dia sudah nampak segar sehabis membasuh mukanya barusan.
"Ooh, tidak. Ku bawa mobil sendiri, aku bisa pulang sendiri kok. Hati-hati ya bawa motornya sayang?" pesan Vaula sambil memeluk singkat pria muda itu.
Dan mencium pipi kanan dan kirinya, lantas berakhir di bibir pria yang bernama Yudi tersebut, Yudi pun malah membalas kecupan tersebut.
"Kamu juga hati-hati bawa mobilnya, jangan ngebut-ngebut sayang ... sayangi dirimu! biarpun kau bosan sama suamimu itu. Masih ada aku, kan?" Yudi memainkan mata genitnya pada Vaula.
"Iya dong sayang ... kamu itu salah satu penyemangat hidupku. Kamu ini gairah dan keseharian ku sayang," sahutnya Vaula dengan nada manja.
Kemudian keduanya berjalan sambil saling rangkul pinggang, bak persisi pasangan kekasih. Menyusuri lorong menuju parkiran dan di sana barulah mereka terpisah.
Sebelum menaiki sepeda motornya, Yudi menyempatkan diri untuk membuka pintu buat Vaula. Sang pujaan hati.
"Silakan masuk baby? hati-hati di jalan, jaga kesehatan dan terus mengingat aku ya baby ..." pesan Yudi pada Vaula sambil menyembulkan kepalanya ke dalam jendela mobil.
"Tentu sayang, aku ingat pesan kamu! ya sudah, aku pergi dulu ya? dah ..." sekilas Vaula membelai pipi Yudi. Dan Yudi pun mengecup bibir Vaula singkat.
"Dah ... baby," Yudi melambaikan tangannya ke arah Vaula yang mulai memutar kemudi.
Yudi menatap mobil Vaula dengan bibir yang terus tersenyum, dia tampak sangat bahagia, merasa telah mendapatkan sebuah kepuasan dari wanita yang bersuami tersebut.
Begitupun dengan Vaula, wajahnya yang sumringah, bibinya yang terus mengulas kan senyuman, sebuah senyuman yang begitu merekah. Penuh kebahagiaan karena salah satunya sudah melepaskan sesuatu yang terasa menyesakan dada, dan kini sudah meluapkan nya dengan pria idaman lain, kalau dengan suami? dirinya entah kenapa sudah tidak bergairah lagi.
"Sayang-sayang. Kau pandai menggoda ku!" Vaula menggigit bibir bawahnya, menahan senyuman yang selalu menghiasi bibir dan hati yang terus berbunga-bunga. Membayangkan setiap yang dia lakukan dengan Yudi.
Menurut Vaula, Yudi adalah pria yang pandai menggodanya membuat dia semakin bergairah. Beda dengan suaminya yang dianggap terlalu monoton, kaku dan kurang menggairahkan.
"Hem ... kau bikin aku selalu rindu sayang. Kau bikin aku selalu menginginkan dirimu, ahk ... seandainya kau tidak punya kekasih atau kekasihmu bukan asistenku, kita akan lebih leluasa menikmati hari-hari bersama." Gumamnya kembali Vaula.
Selang beberapa puluh menit di perjalanan, mobil Vaula pun sudah memasuki gerbang pekarangan rumah mewahnya bersama Alfandi.
"Malam Nyonya? baru pulang?" sapa bibi sembari membukakan pintu.
"Iya, Bi. Anak-anak sudah pada tidur?" balasnya Vaula sambil melangkah dengan gontai.
"Sudah, Nyonya." Sambung bibi sambil mengunci pintu kembali.
Vaula tidak bersuara lagi, dia terus menaiki anak tangga menuju kamar dia dan Affandi, sesampainya di dalam kamar. Alfandi tampak berbaring di atas tempat tidur, sepertinya dia sudah tertidur lelap.
Namun Alfandi sontak terbangun! mungkin karena mendengar derap langkahnya kaki dari dari Vaula.
"Kok, baru pulang, Mah?" suara parau Alfandi sambil menatap ke arah sang istri.
Vaula menoleh sembari menyimpan tas nya. "Iya, aku mau mandi dulu! gerah. Capek," ucapnya sambil langsung berjalan menuju kamar mandi.
Alfandi mendudukkan dirinya, bersandar di bahu tempat tidur. Menatap punggung sang istri yang segera hilang di balik pintu.
Sekitar 15 menit kemudian, Vaula kembali dengan pakaian tidurnya yang menerawang. Karena memang sudah menjadi kebiasaan Vaula setiap malam bila mau tidur.
Membuat jiwa lelaki nya Alfandi meronta-ronta, meminta belai kasih sayang dari seorang istri.
Vaula merangkak naik ke atas tempat tidur, setelah menyemprotkan minyak wangi ke seluruh tubuhnya.
"Sayang?" panggil Alfandi dengan suara beratnya lantas mendekati posisi sang istri agar lebih dekat dengan darinya.
Dengan cepat, Vaula menarik selimutnya dan menutupi seluruh tubuh dengan selimut tersebut. "Aku capek, besok aja ya? kalau ada yang mau dibicarakan, capek banget. Ngantuk! huam ...."
Membuat Alfandi mengurungkan niatnya untuk mendekati sang istri. Ada rasa kecewa, kesal. Sakit, ngilu bercampur menjadi satu dan sulit untuk digambarkan dengan kata-kata.
Dia mendekati untuk meminta haknya sebagai suami yang lama sudah, tidak terpenuhi oleh Vaula dengan bermacam alasan. Terutama alasan capek.
Alfandi membaringkan kembali tubuhnya seiring dengan helaan nafas yang terasa sesak. Memunggungi sang istri yang lebih duluan memunggungi dirinya.
...---...
Suatu hari, Sukma pulang kerja masih siang dan ketika di angkot melihat anak laki-laki sekitar usia 8 tahun sedang menangis di pinggir jalan, Sukma meminta supir untuk menurunkan dirinya di situ.
"Adek, kenapa nangis di situ?" Sukma langsung menghampiri anak tersebut.
"Tante, aku gak mau pulang, aku gak mau ketemu mama. Mama jahat!" jawab anak tersebut.
"Lho, kok. Gak mau pulang sih? orang tua mu mana? mama atau papa?" tanya Sukma sambil celingukan.
Anak tersebut hanya menggeleng. Lalu mengusap manik matanya.
"Nama mu siapa dek?" tanya Sukma kembali sambil mengusap pucuk kepala anak tersebut.
"Nama ku, Fikri. Tante!" jawab anak itu. Menatap lekat pada Sukma.
"Ooh, Fikri ... Papa dan Mama nya mana? atau alamatnya di mana? Tante antar pulang ya?" sambung Sukma.
"Tidak mau, aku gak mau pulang." Fikri menggelengkan kepalanya.
"Kok, gitu? pulang ya? Kakak diantarkan, mau ya!" Sukma mencoba membujuk.
"Tidak mau! aku tidak mau pulang." Anak itu berjalan sambil memegangi tas ranselnya.
"Terus, kalau gak mau pulang. Mau kemana?" tanya Sukma sambil mengikuti langkah kakinya Fikri.
"Mau kabur, ngapain Tante ikutin aku? mau culik aku ya?" Fikri semakin melebarkan langkah nya.
"Justru, Tante gak mau sampai adek di culik, takut lho. Mendingan Tante antar pulang ya?" Sukma malah menghadang anak itu dari depan.
Langkah anak itu terhenti dan menatap lekat ke arah Sukma yang menghadang di depan tempatnya berdiri.
"Perduli apa, Tante sama aku?" tanya Fikri dengan nada datar.
"Aduh adek, Tante akan merasa berdosa kalau sampai terjadi sesuatu pada mu? kalau ada yang menculik gimana hayo?" Sukma memegangi bahu Fikri.
Anak itu bengong, seakan memikirkan sesuatu.
"Yu? sama Tante, Tante bukan orang jahat kok!" ajak Sukma. Ketika melihat anak itu melamun mendengar ucapannya itu.
Anak itu menatap intens pada Sukma yang tampak tulus. "Tante!nggak mau menculik aku kan?selidik Fikri.
"Emangnya. Kalau Tante mau culik kamu kenapa? habis kamu gak mau pulang? nanti kamu Tante jual mau nggak? jadi orang yang minta-minta di jalanan pakai baju rombeng." Sukma malah penakut-nakutin anak itu sambil mesem.
"Tapi sepertinya Tante orang baik, nggak mungkin Tante melakukan kejahatan seperti itu." Fikri menggelengkan kepalanya, dia percaya kalau Sukma orangnya baik.
"Em ... emang rumah Tante di mana?" Fikri bertanya tempat tinggal Sukma.
"Tante nggak punya rumah, Tante cuma tinggal di kontrakan sama kedua adik Tante! gimana kalau adek ini Tante ajak dulu ke kontrakan Tante ya? setelah nanti, kalau adek mau pulang. Bilang sama Tante! biar Tante antarkan, oke?" Sukma memegangi ke tangan Fikri.
"Aku nggak mau pulang Tante!mama papaku bertengkar terus, mamaku nggak peduli sama aku. Sama kakakku, makanya Papa marah," ungkapan hati anak itu dengan raut wajah yang sedih.
Hati Sukma mencelos. Lalu menatapi anak itu dengan lekat. "Mana ada? mama yang gak sayang sama anaknya! mungkin adek salah paham saja," ucap Sukma dengan lirih.
"Nggak, memang Mama nggak ada waktu buat aku, jarang berada di rumah, sibuk terus. Nggak sayang sama aku!" anak itu kekeh.
Sukma menghela nafas panjang lalu berkata. "Ya sudah ... ikut saja dulu ya? tapi nanti adik hubungi mama atau Papa biar mereka nggak khawatir dan menjemput adek ya?" bujuk Sukma kembali.
Fikri tidak menjawab, kemudian Sukma menuntun tangan Fikri di ajaknya ke kontrakan, dari pada terjadi sesuatu yang tidak di inginkan, dari penampilannya saja anak laki-laki tersebut sudah terlihat, kalau anak ini bukan anak orang biasa, sepertinya anak orang kaya.
Takutnya Sukma. Bisa saja ada orang jahat mengincar anak itu, dan minta tebusan atau apalah? dan Sukma akan merasa bersalah kalau itu sampai terjadi menimpa anak laki-laki yang bernama Fikri tersebut.
"Tante ini mau naik angkot?" tanya Fikri pada Sukma yang sedang menunggu angkutan umum.
"Iya, naik angkot, kan Tante nggak punya kendaraan." Jawabnya Sukma.
"Ooh, gitu! jauh nggak dari sini?" tanya Fikri kembali.
"Em ... enggak sih, bentar juga nyampe. Oh iya, nama mamanya siapa?" tanya Sukma yang mau menaiki sebuah angkutan umum.
"Nama mamaku ... Vaula, tante." Balasnya Fikri.
"Ooh ... Mama Vaula namanya ... terus nama papanya siapa?" selidik kembali Sukma.
"Nama papa ku Fandi," jawaban anak itu sambil melihat keluar jendela angkutan umum.
"Alamatnya di mana? Tante mau antar ya?" Sukma menatap anak itu sambil mengusap rambutnya ke samping, wajah anak itu tampak tampan sekali.
"Kalau alamatku di jalan xxx, tapi aku nggak mau pulang, Tante ... gak mau pulang! kalau Tante mau ajak aku pulang? mendingan aku kabur lagi," anak itu mencoba berdiri dari duduknya di samping Sukma.
Yang langsung Sukma cegah dengan cara memegangi tangan anak itu.
"Emangnya ini anak siapa neng?" tanya seorang ibu yang sering bertemu dengan Sukma di angkutan umum.
"Kurang tahu, Bu. Tadi aku lihat dia jalan sendirian sambil menangis gitu, dan aku mau ajak pulang dulu lah! sampai dia mau ku antar pulang menemui orang tuanya," jawabnya Sukma pada ibu tersebut.
"Ooh ... emang adik kenapa kabur dek? adek ini masih kecil, nanti kalau ada orang jahat gimana? menculik kamu dek!" kata si Ibu mengalihkan pandangannya pada Fikri
Anak itu tidak menjawab, hanya pandang matanya saja yang bicara dan tampak shock dan sedih.
Ibu itu melihat ke arah Sukma kembali. "Ya sudah, kamu bawa saja sampai dia mau diantarkan pulang ya? kasihan. Nanti juga orang tuanya pasti nyari kok."
"Iya, Bu. Makanya dari itu." Sukma mengangguk.
Tidak lama perjalanan, akhirnya angkutan umum pun berhenti tidak jauh dari kontrakan Sukma. "Ayo dek? ikut Tante ya? nanti Tante kenalkan sama adik, Tante. Namanya kak Jihan sama kak Marwan, yu?" tangan Sukma meraih tangan anak itu dia tuntun kembali.
"Ini kontrakan, Tante?" tanya Fikri sambil mengamati rumah kecil yang berjejer di hadapannya itu.
"Iya, Tante ngontrak di sini, ayo masuk?" Sukma terus berjalan sambil menuntun Fikri ke depan pintu kontrakan.
"Assalamualaikum ... Jihan? Marwan? apakah kalian sudah pulang?" suara Sukma sembari memutar kenop pintu yang langsung terbuka.
"Wa'alaikumus salam ... Kak, kami sudah pulang kok," sahutnya dari dalam yang langsung menghampiri ke arah Sukma yang masih berdiri di pintu.
Jihan dan Marwan langsung meraih dan mencium tangan Sukma bergantian.
Anak itu terdiam dan melihat jihan dan Marwan yang menyambut dan mencium tangan Sukma yang baru datang itu.
"Lho, kak ini siapa bawa-bawa anak?" selidik Marwan menunjuk pada Fikri.
"Ooh ... ini namanya Fikri tadi Kaka ketemu dia di jalan, katanya dia mau kabur dari rumahnya. Nah ... Kakak bawa saja ke sini takutnya di luar sana ada orang jahat yang mau culik dia atau apalah? kan kasihan," ujar Sukma menjelaskan.
"Kenapa nggak diantar pulang saja ke rumahnya kak?" timpal Jihan.
"Fikri, ayo masuk? Sukma menyuruhnya masuk pada Fikri dan anak itu pun menurut, dia nyelonong masuk, duduk di lantai. Tentunya di atas tikar.
"Anaknya nggak mau pulang," suara Sukma pelan yang ditujukan kepada Jihan
"Ooh," Jihan membulatkan mulutnya, lalu melihat ke arah anak itu, begitu pun dengan Marwan.
"Kakak mau mandi dulu? setelah itu Kakak mau masak buat makan malam! nanti kita makan bersama.
Sukma langsung masuk kamarnya, namun sebelum masuk kamar. Dia menoleh kepada Fikri.
"Jangan kemana-mana ya? tanpa seizin Tante, di luaran takut banyak orang jahat,"
"Iya, Tante." Jawabnya Fikri sambil menurunkan tas ranselnya dari punggung, membuka resleting tas tersebut. Lalu mengambil mobil-mobilan yang bisa dijadikannya robot.
"Wah ... bagus sekali mainannya, pasti mahal." Marwan melototi mainan yang dipegang oleh Fikri.
"Di rumah aku ada banyak, Kak. Pesawat, robot. Mobil-mobilan, kereta-keretaan juga ada," akhirnya anak itu bersuara dan mengobrol dengan Marwan.
"Enak dong ... punya banyak mainan? aku aja dulu waktu seperti usiamu nggak punya mainan apalagi sebagus itu," kata Marwan.
"Masa? masa.sih? nggak punya sama sekali?" tanya Fikri sambil menatap ke arah Marwan.
"Nggak, enggak punya sebagus-bagus itu, paling punya mobil-mobilan biasa atau yang terbuat dari kayu! tau nggak mobil-mobilan dari kayu yang didorong itu?" tanya Marwan sambil memegang mainannya Fikri.
"Tahu, yang didorong itu kan? mobil truk-trukan, tapi aku nggak punya kayak gitu, aku dibelikannya sama mama dan papa dari Mall dari toko besar, bahkan dari luar Negeri," jawabnya Fikri.
"Dari luar Negeri? apaan tuh mobil-mobilan! robot-robotan? berarti kamu anak orang kaya dong?" tanya Jihan menatap ke arah Fikri.
"Ya ... gitu deh!" Fikri mengangguk pelan.
"Tapi Kak. Aneh ya? dia anak orang kaya, mainan bagus-bagus. Uang banyak kali, tapi kenapa kabur dari rumah? meninggalkan kemewahan ya Kak?" Marwan mengerutkan keningnya melihat ke arah Jihan.
"He'em, ngapain kabur? emang kenapa sih kamu mau kabur segala? bukannya sudah enak jadi anak orang kaya, banyak duit mainan bagus. Rumah bagus, makanan enak. Iya kan?" timpalnya Jihan seraya melihat ke arah Marwan dan Fikri bergantian.
"Mamaku nggak sayang aku, jarang ada waktu buat aku. makanya sering bertengkar sama papa! aku nggak betah." Jawabnya anak tersebut dengan nada agak sedih.
"Tapi kamu beruntung, masih punya Papa. Mama, kalau kita mah sudah nggak punya siapa-siapa ya, Wan? kecuali kak Sukma," sambungnya Jihan.
Marwan mengangguk. "Bener itu, kami sudah nggak punya mama dan papa, kecuali kak Sukma! kamu tuh beruntung, masih punya Mama dan papa!"
"Tetapi Mama, nggak sayang aku. Dia nggak ada waktu buat aku, kerjanya kerja, kerja-kerja dan liburan-liburan sama orang lain, gak pernah mengajak kami keluarnya," ungkap Fikri.
Mendengar cerita Fikri. Jihan dan Marwan terdiam memandangi Fikri yang bermain dengan mainannya sendiri.
Sementara Sukma yang sudah selesai mandi dan mengerjakan salat ashar, dia langsung ke dapur kebetulan tadi pagi Sukma sudah belanja. Jadi sekarang tinggal memasak saja.
"Kalian pasti sudah lapar bukan? Kakak masakin sayur bayam ya? sama tahu, tempe juga telur dadar." Suara Sukma dari belakang.
Jihan dan Marwan menoleh ke arah sumber suara.
"Iya, Kak kami sudah lapar nih, Kak." Sahutnya Marwan.
"Tunggu sebentar ya? tidak akan lama kok," suaranya Sukma kembali sambil eksekusi yang mau di masak buat makan kali ini.
Bibir Sukma tertarik ke samping melihat ke arah anak-anak itu yang tampak akrab ....
.
.
...Bersambung!...
sukses selalu membuat karya² yg laen nya😁😁😁🙏🙏🙏🙏....
Terima kasih Thor atas karyanya yang bagus,hangat dan menghibur,aku suka,sehat dan sukses selalu serta tetap semangat 💪🌹❤️
Semoga samawa yaa.. 💕💕💕💕💕
Selamat juga untuk kebahagiaan mereka semua.. 💕💕💕💕💕
Sukses thoor dan lanjut