Cassie, seorang remaja yang beranjak dewasa masuk kedalam pergaulan bebas para anak konglomerat, disaat kedua orang tuanya bercerai. Ketika etika dan sopan santun mulai menghilang. Kehidupannya terus mengalami konflik besar.
Ditengah masalah perceraian orang tuanya, Cassie jatuh cinta dengan seorang Duda Perjaka. Tetapi cintanya tak direstui. Cassie pun dijodohkan dengan seseorang yang pernah membuatnya kesakitan karena sakau.
Dapatkah ia menjaga mahkota kewanitaannya, atau terus terjerumus dengan pergaulan bebas? Dan dapatkah Cassie bersama dengan cintanya Om Duda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Virus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bingung Judulnya
Sesampainya di ruang perawatan Cassie, Barra merebahkan gadis itu ke ranjang pasien dengan sangat berhati-hati. Kemudian ia mengambil botol infus yang mau habis lalu mengaitkannya ke alat penyangga.
Cassie terus memperhatikan Barra hingga pria itu makin salah tingkah di buatnya. Barra lalu menekan tombol di dinding atas ranjang, memanggil suster agar mengganti botol infusnya.
"Om,"
"Hmm?"
"Cassie boleh tanya sesuatu?" tanya Cassie yang langsung membuat Barra makin berdebar.
Deg Deg Deg
"Boleh, mau tanya apa?" Barra berdiri dengan kedua tangan menumpu disisi ranjang sambil menatap lekat manik mata Cassie, berusaha untuk tidak gugup
"Kenapa waktu itu Om mau menuruti permintaan ketiga aku?"
Haduh jawab apa nih? batin Barra
Akhirnya Barra pun ingin mengungkapkan apa yang dia rasakan saat itu, tetapi suster dan Dokter masuk ke dalam ruangan itu. Seakan memberi jawaban kalau yang ingin dilakukannya bukanlah saat yang tepat.
"Hallo good morning...," sapa Pak Dokter dengan senyumnya.
"Morning...," balas keduanya.
Suster yang dipanggil tadi tidak langsung mencabut alat infus karena dia menunggu perintah Dokter, apakah perlu menambahnya lagi atau sudah cukup dan dapat di lepas.
Sementara itu Dokter langsung memeriksa Cassie seraya berkata, "Kondisinya jauh lebih baik, setelah ini pasien bisa melanjutkan proses rehabilitasinya. Kebetulan rumah sakit ini memiliki tempat rehab sendiri, khusus pasien disini. Tempatnya tepat di belakang gedung ini. Jika mau bisa saya buatkan surat pengantar agar langsung masuk tanpa proses registrasi lagi,"
Sang dokter menjelaskan dengan bahasa Inggris, Cassie yang pandai bahasa Inggris pun sudah langsung mengerti apa yang di sampaikan sang Dokter berwajah tampan itu. Tidak seperti mbak Markonah yang men-translate lewat google translate.
"Terimakasih atas tawarannya tetapi kemarin dia bilang ingin melakukan rehab di Indonesia saja," ujar Barra dan langsung di sela oleh Cassie.
"Om, Cassie gak jadi rehab di Indo, di sini aja. Soalnya capek kalau harus bolak balik," ucap Cassie dengan alasan yang dibuat-buat.
"Tapi katanya kamu takut di sini," Barra berbisik dengan bahasa Indonesia mereka.
"Hehe udah di sini aja Om, kan ada Om yang nemenin," Cassie berubah pikiran agar Barra juga tidak jadi membatalkan kerjasama bisnisnya di Inggris.
"Kamu yakin?" tanya Barra dan Cassie menjawabnya dengan anggukan kepala yang sangat mantap.
"Yakin,"
"Hemm Dokter, baiklah kami akan melakukan rehabilitasi di sini. Kira-kira berapa lama waktu rehabilitasi itu Dok?" ucap Barra yang diakhiri dengan pertanyaan.
"Oke, saya akan memberikan surat pengantar. Karena tempat itu tidak menerima pecandu dari luar. Sebenarnya itu bukan untuk umum, melainkan hanya membantu untuk pemulihan pasien yang pernah di rawat di tempat ini," ujar Dokter
"Untuk waktu rehabilitasi itu sendiri tergantung dari si pecandunya, berapa lama ia pakai dan berapa dosis yang biasanya ia pakai, itu sangat mempengaruhi karena sudah menyerang psikologis dan mental mereka. Jadi di obati seperti apapun jika tidak dari kesadaran diri sendiri akan susah. Tetapi melihat kondisi pasien ini, mungkin 15 hari atau lebih cepat dari itu," timpal Dokter lagi.
Setelah perbincangan yang sedikit serius, suster membantu melepaskan alat infus.
"Cassie, Saya ke ruangan dokter dulu ya untuk mengurus perawatan rehab nanti,"
"Om makasih ya, nanti biayanya Cassie ganti,"
"Tidak usah, saya ikhlas membantu," ujar Barra.
Barra menjadi peduli terhadap orang yang kesusahan, siapapun itu. Karena saat kecil, Dia sering melihat Mamanya memberi bantuan ke banyak orang yang membutuhkan. Ia pun sempat berpikir jika Mamanya itu membuang uang.
Tetapi semakin dewasa dia semakin sadar jika apa yang di lakukan Mamanya itu untuk adalah hal bagus. Apa yang kita berikan akan kembali ke diri kita lagi. Entah itu berupa rejeki, kesehatan atau tabungan amal untuk akhirat.
Barra keluar dari ruangan Cassie menuju ruang Dokter. Sambil menelpon Marcel jika dirinya tidak jadi membatalkan dan tetap melanjutkan kerjasamanya.
Namun resikonya dia harus sampai ke tempat pertemuan dalam waktu satu jam. Padahal Barra sedang memakai pakaian santai, ia pun harus kembali ke hotel untuk berganti pakaian kerja.
.
.
.
"Bagaimana dengan Bram? Kamu sudah menyuruh orang untuk membebaskan dia?" Tanya Wibi ke asistennya.
"Sudah Pak, tetapi orang yang memenjarakannya juga bukan orang sembarangan Pak. Dia memiliki pengacara terbaik. Jika ingin mengeluarkannya, harus lewat jalan lain," ucap Bimo, asisten Wibi
"Jalan lain? Maksud kamu?" tanya Wibi
"Maaf pak jika saya lancang tetapi ini jalan yang terbaik. Kita bisa mengeluarkan Bram lewat Hakim atau Jaksa," jelas Bimo
"Ah Saya itu paling tidak suka ketidakjujuran. Dari kecil jika Bram berbohong saja, sudah saya hajar habis-habisan. Lalu sekarang kamu ingin mengajari saya menjadi orang yang tidak jujur!" seru Wibi sementara Bimo menunduk.
Bimo ingat betul, bagaimana Wibi menghajar Bram. Saat itu Bram menyembunyikan nilainya yang jelek dan dia mengatakan jika nilai rapornya bagus ia juga mendapatkan ranking satu. Wibi yang sedang melakukan perjalanan bisnis diluar kota memintanya untuk memotret hasilnya.
Bram kemudian memotret dan mengeditnya dengan bantuan komputer yang sudah sangat canggih. Wibi menjadi bangga dan bercerita dengan teman-temannya. Namun saat sang Ayah mengetahui kebohongannya.
Bram dipukul hingga belur, lalu di penjara di dalam kamarnya sendiri. Bimo sampai tidak tega melihatnya. Terkadang Wibi sangat sayang terhadap Bram tetapi jika sudah ada kebohongan didalam rumahnya. Pria itu tak segan-segan untuk main tangan, tidak hanya terhadapnya tetapi terhadap ibunya juga.
Wibi mengira apa yang dilakukannya adalah benar. Tetapi tanpa sepengetahuannya Bram sudah menjadi orang yang salah jalan. Bocah laki-laki yang sedang dalam masa pendewasaan itu frustasi karena memiliki Ayah yang kejam hingga mencari kesenangan sendiri.
"Biarkan saja Bram di penjara, biar dia merasakan akibat dari ulahnya itu. Kamu sudah urus dinner saya nanti?" ucap Wibi
"Dinnernya mau di luar atau di mansion Bapak?"
"Di Mansion saja, saya malas keluar,"
"Siap pak, segera saya siapkan,"
.
.
.
Dilain tempat, di London di dalam penjara sementara.
Braak
Bram menggebrak meja setelah bodyguardnya datang dan mengatakan jika Ayahnya tidak bisa mengeluarkan dirinya.
"Sialan Si Pak Tua itu," Bram mengumpat sambil berdiri dengan kedua telapak tangan masih di atas meja.
Polisi yang mengawal pengunjung itu memberi peringatan untuk tetap diam agar tidak menggangu pengunjung lain.
Napas Bram menderu sembari melihat suasana di ruang kunjungan. Karena posisinya masih tahanan sementara sehingga antara pengunjung dan tahanan, dapat berinteraksi tanpa terhalang tembok atau jeruji. Tetapi harus ada salah satu polisi yang mengawal dan memperhatikannya di ruangan itu.
Si Polisi melihat jam lalu mendekati Bram serta Bodyguardnya untuk mengatakan jam kunjung telah habis. Bram melihat celah pintu ruangan yang terbuka dan muncullah ide untuk kabur.