Dijodohkan? Kedengarannya kayak cerita jaman kerajaan dulu. Di tahun yang sudah berbeda ini, masih ada aja orang tua yang mikir jodoh-jodohan itu ide bagus? Bener-bener di luar nalar, apalagi buat dua orang yang bahkan gak saling kenal kayak El dan Alvyna.
Elvario Kael Reynard — cowok paling terkenal di SMA Bintara. Badboy, stylish, dan punya pesona yang bikin cewek-cewek sampai bikin fanbase gak resmi. Tapi hidupnya yang bebas dan santai itu langsung kejungkal waktu orang tuanya nge-drop bomb: dia harus menikah sama cewek pilihan mereka.
Dan cewek itu adalah Alvyna Rae Damaris — siswi cuek yang lebih suka diem di pojokan kelas sambil dengerin musik dari pada ngurusin drama sekolah. Meskipun dingin dan kelihatan jutek, bukan berarti Alvyna gak punya penggemar. Banyak juga cowok yang berani nembak dia, tapi jawabannya? Dingin banget.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Siapa Om-Om Ini?
"Kamu apa kabar nak? Mama sehat kan?" pria paruh baya itu kembali membuka suara, dengan pandangannya yang tak teralihkan barang sedikit pun dari wajah cantik Alvyna.
"Pergi!" kata Alvyna begitu dingin, komplit dengan wajah datar tanpa ekspresi.
Ingat ya sayang, biar bagaimana pun dia adalah papa kamu, papa kandung kamu. Mungkin ada istilah mantan suami, mantan istri, tapi sampai kapan pun tidak akan pernah ada yang namanya mantan anak. Kamu tetap anaknya, walaupun mama sudah tidak lagi menjadi istri papa kamu. Ingat pesan mama ya, Alvyna gak boleh jadi anak durhaka, hargai dia sayang, hormati papamu seperti Alvyna yang sayang dan menghormati mama. Alvyna paham kan?
Shit! Kalimat mamanya yang hampir setiap hari selalu di sampaikan kepadanya bahkan kembali terngiang di telinga. Sesaat setelah melihat sosok pria paruh baya yang tidak lain adalah papa kandungnya itu menghampirinya entah berasal dari planet mana.
Papa? Ya, Rehan Damaris yang tidak lain adalah papa kandung Alvyna. Entah kapan dan mau apa dia menghampiri Alvyna kesana. Terhitung sudah dua tahun lebih Alvyna tidak pernah lagi melihat sosok papa kandungnya itu lagi. Dan saat ini, mereka kembali bertemu. Dengan keadaan, perasaan, serta status yang sudah berbeda.
Rasanya benar-benar ah Alvyna tidak bisa menjabarkannya. Sesak, sedih, kecewa, marah, benci, namun ada secuil rindu juga di dalam hatinya saat melihat cinta pertamanya itu menampakkan wujudnya lagi setelah beberapa tahun lalu menorehkan luka di hatinya juga mamanya. Rasa kecewa itu bahkan masih terasa kuat sampai saat ini!
Kedua tangan Rehan tampak gemetar, sebelah tangan kanannya sudah hendak terulur menyentuh wajah putri kandungnya, tapi Alvyna sudah lebih dulu menepisnya dengan cepat.
"Jangan sentuh saya!" kata Alvyna langsung menoleh ke samping, tak mau menatap wajah papanya.
Wajah yang dulunya selalu dia rindukan setiap saat, kini hanya ada tatapan kebencian yang selalu dia layangkan. Katakan saja dia sedikit lancang dan durhaka kepada papanya. Tapi memang benar begitu adanya. Sampai kapanpun sekalipun itu papanya sendiri, Alvyna tidak akan pernah memaafkan siapapun yang berani melukai hati mamanya.
"Sebenci itu kamu sama papa Ra?" tanya Rehan pelan. Matanya mulai memanas, ada rindu yang teramat dalam yang sudah sangat lama dia pendam, tapi agaknya Alvyna belum bisa memaafkan kesalahannya di masa lalu.
Sebagai orang tua, hatinya tentu merasa sangat bersalah karena kesalahannya dia harus di benci oleh darah dagingnya sendiri. Hasil buah cintanya dengan cinta pertamanya, sosok perempuan sekaligus istri pertama yang mampu membuatnya jatuh cinta bahkan sampai saat ini. Sampai detik ini ketika dirinya sudah memiliki keluarga yang baru.
Brumm... Ckitt ...
Alvyna yang mendengar suara deruman motor sport itu menoleh, tak meninggalkan sepatah kata lagi, Alvyna langsung melangkahkan kakinya mendekat ke arah El yang sudah sampai di depan halte. Untung saja suaminya itu cepat sampai.
Dari balik helm full face yang El pakai, pria itu mengerutkan keningnya menatap Rehan yang masih berdiri mematung menatap Alvyna.
"Siapa om-om ini? " batin El dalam hati.
"Buruan jalan El!" titah Alvyna menepuk pelan bahu El.
Lebih cepat lebih baik, ketimbang berlama-lama di sini hanya akan menambah sakit di dalam hatinya semakin menjadi. Meskipun masih sedikit bingung, El akhirnya menuruti ucapan Alvyna. Pria itu kembali melajukan motornya dengan kecepatan sedang membelah jalanan ibukota. Meninggalkan Rehan yang masih berdiri mematung menatap kepergian mereka berdua.
"Om-om tadi siapa Ra?" tanya El setengah berteriak, sambil menolehkan kepalanya ke samping.
"Gak tau gue juga gak kenal!" sahut Alvyna balas berteriak dari belakang.
Biarlah semuanya berjalan mengalir seperti semestinya dulu, untuk saat ini, belum saatnya El mengetahui semuanya.
"Masa sih, tapi keknya dia kenal sama lo deh, dari cara natapnya aja udah beda loh kalo gue perhatiin tadi." kata El lagi menyampaikan pendapatnya saat tak sengaja melihat tatapan Rehan kepada Alvyna tadi.
"Perasaan lo aja kali, gue gak kenal kok." sahut Alvyna lagi yang pastinya berbohong. Karena bukan hanya kenal, tapi sangat kenal.
Pada akhirnya El mengangguk- anggukkan kepalanya mendengar itu. "Mau mampir kemana dulu gitu gak mumpung cuacanya cerah?" katanya bertanya, sambil mendongak ke atas menatap langit yang memang tumben tumbenan sekali tidak mendung hari ini.
"Langsung pulang aja gue laper pengen masak," sahut Alvyna menggeleng kecil, sambil ikut mendongak menatap langit yang sangat terlihat cerah sore hari ini.
"Mau masak apa emang?" tanya El lagi.
"Apa aja liat nanti."
"Pegangan kalo gitu, gue mau ngebut!" celetuk El langsung menambahkan kecepatannya, hingga membuat Alvyna dengan reflek melingkarkan kedua tangan ke perutnya.
"Ck, kalo gue jatuh lo mau ganti rugi nyawa gue!" decak Alvyna kesal, sambil menabok pelan paha El.
Tak menyahut, El hanya terkekeh tanpa merasa bersalah sedikitpun. Bahkan dengan begitu jahilnya, ia kembali menambah kecepatannya hingga berada di atas rata-rata. Benar-benar mau setor nyawa ke malaikat maut! Untung saja Alvyna bukan gadis menye-menye yang diajak ngebut dikit langsung ngereok heboh.
Hanya butuh waktu lima belas menit karena tingkah El yang sudah seperti seorang pembalap internasional, kini, motor sport hitam miliknya sudah hampir ia belokkan ke halaman rumahnya.
Mungkin tinggal beberapa meter lagi, tapi El dengan spontan langsung memelankan laju motornya nyaris berhenti.
"Pegangan yang bener Ra, yang mesra. Bentar lagi keknya bakal latihan akting jadi pasutri muda yang harmonis dan bahagia deh kita." celetuk El menatap lurus ke halaman rumahnya. Menatap mobil berwarna putih milik kedua orang tuanya yang sudah terparkir rapi di sana.
Ya, mobil milik Raditya papanya, sudah pasti ada mamanya juga di sana. Tau sendiri lah mereka berdua harus bersikap bagaimana setelah ini.
Alvyna mengerutkan keningnya, tampak bingung mendengar ucapan El barusan.
"Akting apaan sih?" tanyanya yang memang masih sibuk menoleh ke samping sedari tadi.
"Liat ke halaman noh, siapa yang dateng." sahut El mengedikkan dagunya dari balik helm full face yang ia pakai.
Mendengar itu Alvyna dengan spontan menolehkan kepalanya, menatap lurus ke halaman rumahnya yang tinggal beberapa detik lagi akan sampai. Detik itu juga matanya tampak melotot, apalagi saat melihat Manda dan Raditya yang masih berdiri di teras rumahnya sana.
"Anjir! Kok mama sama papa dateng gak bilang-bilang dulu sih? Kapan mereka sampe di sana? Kok lo gak ngasih tau gue dari tadi sih!" tanya Alvyna langsung gugup.
"Mana gue tau orang mereka juga gak ada ngabarin gue. Makanya duduk ya bener, meluknya juga yang bener, senyum, awas lo sampe ngajakin gue ribut di depan man sama papa nanti! Siap-siap gue unboxing lo!" sahut El yang lagi-lagi mengeluarkan jurus andalannya. Apalagi kalau bukan mengancam Alvyna.
Alvyna mendelik mendengar itu, sambil berdecak sebal di belakang sana. Tidak lagi menyahut, karena El sudah lebih dulu membelokkan motor sportnya ke halaman rumah. Tinggal beberapa detik lagi dan semoga saja tidak lama, mereka berdua akan segera memulai akting semaksimal mungkin di depan Raditya dan Manda yang sepertinya sudah menanti kedatangan mereka.
Brumm ... Citt ..
Alvyna mengangkat kepalanya yang semula bertumpu di salah satu bahu El, buru-buru gadis itu turun dari atas motor dan menghampiri Raditya serta Manda untuk menyalimi kedua mertuanya.
Dapat Alvyna lihat dengan jelas, antara Manda maupun Raditya tampak sangat bahagia melihat kedatangannya dengan El. Terutama Manda, perempuan paruh baya itu tampak mengulas senyum manisnya sedari tadi.
"Mama sama papa kapan sampai? Kok gak bilang-bilang dulu sih kalo mau kesini?" sapa Alvyna sesaat setelah mencium punggung tangan keduanya secara bergantian.
"Baru aja kok, gak sengaja kesini juga sih, kebetulan papa kamu habis meeting dari luar tadi jadi sekalian mampir." kata Manda menyahut lebih dulu.
"Ma, pa," sapa El berjalan mendekat, seperti halnya Alvyna, El pun mencium punggung tangan kedua orang tuanya sebelum mempersilahkan mereka berdua masuk.
"Kenapa gak ngabarin dulu kalo mau kesini? Jadi pada nungguin kan karena kita baru sampe rumah," kata El menatap mama serta papanya bergantian.
"Gak papa, lagian juga kita berdua cuman mampir kok. Papa kamu habis meeting di cafe deket sini tadi," sahut Manda lagi memberitahu.
"Ya udah masuk dulu ma, pa, lanjut ngobrol di dalem aja. Ayo sayang, bukain pintunya." celetuk El sesaat sebelum menarik tubuh Alvyna dan memeluk pinggangnya tanpa merasa canggung sedikitpun. Menuntunnya untuk berjalan menuju pintu utama rumah mereka.
Sett ... Grep ..
Alvyna sampai melotot lebar mendengar kata 'sayang' yang tadi diucapkan oleh El, memang hanya akting, tapi kenapa harus semendalami itu sih! Tubuhnya bahkan langsung panas dingin, saat tubuh El menempel sempurna dengan tubuhnya.
Belum apa-apa sudah di bikin deg-degan lagi kan!
Berbeda dengan Alvyna yang tampak gugup, Manda yang saat ini berjalan di belakangnya justru malah semakin melebarkan senyum di bibirnya. Orang tua mana yang tidak akan ikut bahagia jika melihat anaknya bahagia.
Ceklek ..
"Duduk dulu ma, pa, biar di bikinin minum dulu sama Rae. Sayang, bikinin minum buat mama sama papa bentar ya." ujar El menunduk menatap Alvyna begitu sampai di dalam rumah.
Rasa gugup di dalam diri Alvyna semakin bertambah, gadis itu menyahut pelan dengan sangat susah payah.
"I-iya, m-mama sama papa duduk dulu bentar ya Alvyna tinggal ke dapur sebentar bikin minuman. Mau minum apa ma, pa?" katanya sebisa mungkin bersikap biasa saja.
Bayangkan saja, bagaimana dia tidak gugup kalau El tak juga melepaskan dirinya sampai saat ini!
"Eh, gak perlu repot-repot sayang, mama cuman sebentar kok, udah sore juga jadi gak bisa lama-lama di sini." sahut Manda cepat. Tak enak juga karena anak dan menantunya baru saja sampai di rumah. Otomatis mereka berdua pasti masih capek.
"Gak papa, mama sama papa duduk duluan aja biar di bikinin minum dulu. El juga mau ke atas dulu bentar mandi sama ganti baju abis itu balik kesini lagi. Bentar doang jangan pada balik dulu." ujar El lagi.
“Ra, bikinin minum dulu gih, gue ke atas dulu bentar mau mandi gerah banget nanti balik lagi." sambungnya berbisik ke telinga Alvyna.
"Buruan, awas lo gak balik-balik!" sahut Alvyna balas berbisik.
"Iya bawel!" kata El pelan.
"Kalo gitu El tinggal ke atas dulu bentar ya ma, pa." sambungnya langsung melepaskan pelukannya di pinggang Alvyna, dan melangkahkan kakinya dari sana untuk menaiki tangga menuju kamarnya.
Sedangkan Alvyna pun memilih berjalan ke dapur sana untuk melaksanakan perintah El tadi.
Setelah sepasang suami istri itu sudah tak terlihat lagi, barulah Manda mengajak suaminya untuk duduk di sofa. Perempuan paruh baya itu tak henti-hentinya tersenyum, seolah hari ini adalah hari yang paling bahagia di dalam hidupnya.
"Papa ngerasain yang sama juga gak sih pa? Adem banget tau hatinya mama ngeliat mereka berdua," celetuk Manda pelan, sambil menyenderkan kepalanya ke pundak Raditya.
Raditya mengulas senyum tipis sebelum menyahut, "Papa juga baru mau bilang gitu sama mama, gak nyangka banget ya bakalan cepet gitu mereka akrabnya. Papa pikir seenggaknya mereka berdua bakal butuh waktu buat pendekatan, tapi dugaan papa ternyata salah."
"Bener banget tuh pa, mana so sweet banget lagi anak kamu. Manggilnya apa tadi? Rae? Ah kok mama rasanya jadi pengen senyum mulu ya kalo keinget itu. Sampai punya panggilan spesial dong duhh jadi ngingetin mama pas waktu masih muda dulu hihi." celoteh Manda terkikik geli.
"Anaknya siapa dulu, papa gitu loh. Papa aja selalu romantis ke mama kan dulu, jadi dia ya harus menuruni sifat papa dong." kata Raditya tersenyum bangga.
"Ah kalau kaya gini kan mama jadi pengen cepet-cepet punya cucu pa..." ucap Manda tampak sangat antusias.
Raditya berdecak gemas mendengarnya, "Ck, mereka berdua masih pada sekolah mama..."
"Gak papa loh pa, nanti biar mama yang ngurus anak mereka. Mama juga udah kepengen banget tau gendong cucu kaya teman-teman arisannya mama. Mana tiap arisan pada ngomongin cucu mereka lagi, ada nih ya malah yang sampe pernah bawa cucunya ke tempat arisan. Ah mana ganteng gemoy banget lagi, mama kan jadi makin gak sabar pengen cepat-cepat punya cucu juga!" celoteh Manda lagi semakin terlihat antusias, sedangkan Raditya hanya menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum geli mendengarnya.
Tidak tahu saja mereka kalau El dan Alvyna bahkan belum pernah melakukan apapun. Apalagi sampai memiliki pemikiran sejauh itu.
Cucu? Itu artinya anak Alvyna dan El dong? Ck, bahkan mendengar kata hamil saja Alvyna sudah di bikin bergidik!