Aira harus memilih di antara dua pilihan yang sangat berat. Di mana dia harus menikah dengan pria yang menjadi musuhnya, tapi sudah memiliki dirinya seutuhnya saat malam tidak dia sangka itu.
Atau dia harus menunggu sang calon suami yang terbaring koma saat akan menuju tempat pernikahan mereka. Kekasih yang sangat dia cintai, tapi ternyata memiliki masa lalu yang tidak dia sangka. Sang calon suami yang sudah memiliki anak dari hubungan terlarang dengan mantannya dulu.
"Kamu adalah milikku, Aira, kamu mau ataupun tidak mau. Walaupun kamu sangat membenciku, aku akan tetap menjadikan kamu milikku," ucap Addriano Pramana Smith dengan tegas.
Bagaimana kehidupan Aira jika Addriano bisa menjadikan Aira miliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Bocah Kecil Itu
Beberapa menit mereka sampai di apartemen Shelomitha, ternyata Shelomitha tinggal di apartemen mewah. Pekerjaannya sebagai seorang perancang busana di London dapat membawa Shelomitha dan putranya hidup mapan. Shelomitha baru beberapa minggu membeli apartemen mewah itu.
Pintu dibuka oleh wanita paruh baya yang memiliki tinggi 165cm dengan rambut panjang digelung sederhana. Wanita itu tersenyum manis pada mereka berdua.
"Mitha, putra kamu tadi mencari kamu."
"Apa badannya masih demam?" Mitha meletakkan tasnya dan segera masuk ke dalam kamar putranya.
"Nona silakan duduk, saya akan buatkan minuman."
"Panggil saja saya Aira, Bi. Terima kasih sebelumnya." Bi Ima masuk ke dalam untuk membuatkan minuman untuk Aira.
Aira mengedarkan pandangannya melihat sekeliling ruang tamu yang mewah itu. Di sana ada satu foto yang membuat Aira tertarik. Aira beranjak dan mendekat ke arah foto itu.
"Ini foto mas Dewa dengan Shelomitha saat masih sekolah. Ternyata mereka memang sepasang kekasih yang sangat bahagia." Di dalam foto itu tampan dua orang yang saling memeluk pundak dan menghadap pada kamera.
"Aira, ini minumnya." Bi Ima membuatkan segelas orange jus dan meletakkannya di atas meja.
"Terima kasih, Bi."
"Itu ayahnya Langit. Setiap dia datang ke sini selalu membawa mainan untuk Langit dan mereka bermain bersama. Dewa sangat menyayangi putranya, dan Langit tampak sangat senang bisa bertemu dengan ayahnya setelah sekian lama mereka terpisah."
Hati Aira seolah-olah terhantam batu besar mendengar apa yang baru saja Bi Ima katakan. Dia merasa menjadi dinding besar ditengah-tengah mas Dewa dan Langit jika dirinya jadi menikah.
"Maaf, kamu pasti menunggu lama," suara Shelomitha membuat Aira tersadar dari lamunannya.
"Tidak apa-apa, Mitha. Bagaimana keadaan anak kamu? Dia sakit apa?"
"Dia beberapa hari ini demam, dan selalu mencari ayahnya. Aku sangat bingung harus mengatakan apa pada Langit. Dia sudah aku beritahu jika ayahnya masih sakit dan tidak bisa datang ke sini."
"Apa dia tidur?"
"Iya, dia masih tidur, tapi badannya kembali hangat."
"Aku tidak tau harus membantu apa Mitha? Apa sudah dibawa ke dokter?"
"Aku sudah membawanya ke dokter, tapi tetap saja yang dia cari adalah ayahnya." Gadis bermata indah itu tampak menangis.
Aira tampak bingung. Dia mengusap-usap punggung Shelomitha, dan Aira pun wajahnya tampak sedih. "Mitha, bagaimana jika kamu bawa saja Langit ke rumah sakit untuk bertemu dengan Mas Dewa?"
"Apa tidak apa-apa? Bagaimana kalau sampai kedua orang tua Dewa bertanya tentang Langit?"
"Kita bilang saja jika kamu ingin menjenguk mas Dewa dan anak kamu mau ikut. Siapa tau jika mas Dewa bertemu dengan Langit dia bisa sadar." Shelomitha tampak berpikir.
"Mami!" panggil bocah kecil yang tiba-tiba berlari menghampiri mereka.
"Hello, Sayang." Shelomitha menggendong anaknya dan mengecup pipi gembul bocah tampan itu.
"Mami dari mana saja?" tanyanya dengan suara khas anak kecilnya.
"Mami dari melihat keadaan papi kamu, Sayang." Shelomitha melihat ke arah Aira. "Ini mami sama aunty Aira tadi dari sana."
"Kenapa Langit tidak diajak sama Mami tadi?" tanya lagi pria kecil itu.
"Nanti ya, Langit. Kalau papi kamu sudah lebih baik keadaanya kita akan membawa kamu ke sana dan kamu bisa mengajak papi kamu bermain bersama sesuai keinginan kamu."
"Okay! Langit akan menunggu sampai papi sembuh."
Bocah kecil itu tersenyum senang pada maminya dan lagi-lagi hati Aira rasanya ada yang berdenyut tidak karuan, dia seolah-olah akan menjadi orang yang membuat senyuman di bibir bocah kecil itu hilang, jika bocah kecil itu tau siapa dia, dia yang akan hidup bersama dengan ayahnya jika nanti ayahnya sadar dan bahkan bocah kecil itu harus memanggilnya mama.
"Aira!" Sentuhan tangan Aira berhasil menyadarkan Aira dari lamunannya
"Iya, ada apa?" tanya Aira kaget.
"Tolong jaga Langit sebentar ya, Aira, soalnya aku mau berganti baju sebentar." Shrlomitha memberikan Langut yang Mitha gendongan pada Aira, dan dengan senang hati Aira menggendong bocah kecil itu.
"Ikut aunty dulu, Ya Sayang." Shelomitha berjalan masuk ke dalam kamarnya.
Aira membawa bocah kecil itu yang kelihatan senang dengan Aira ke ruang tamu, di sana ada beberapa mainan Langit yang berserahkan. "Kamu main apa tadi, Langit?" tanya Aira
"Aku main mobil-mobilan, ini mobilnya saling adu balap, Aunty."
"Balapan mobil? Siapa yang menang?" tanya Aira lagi.
"I' am the winner, Aunty!" ucapnya semangat. "Kan aku mainnya sama Bi Ima, jelas saja Bi Ima kalah, Bi Ima tidak kuat berlari mengejar mobilku, nanti kalau papi Langit sudah sembuh aku akan mengajak papiku bermain."
Aira melihat dalam mata indah bocah laki-laki itu sebuah harapan yang sangat besar ingin bertemu dengan papinya dan terlihat dia sangat sayang pada Papinya. Hati Aira lagi-lagi diliputi rasa bersalah, sampai terbesit jika sebaiknya dia merelakan Dewa yang nantinya sadar, kembali bersama dengan Mitha dan anaknya.
Namun, kemudian hal itu ditepisnya karena dia pasti bisa menjadi ibu yang baik buat Langit dan Langit pasti akan mau menerimanya.
Hari itu Aira banyak menghabiskan waktunya dengan Mitha dan Langit mereka bertiga terlihat sangat bahagia. Langit dengan cepat juga sangat akrab dengan Aira. Saat Mitha masuk ke dalam ingin membantu bi Ima menyiapkan makan malam, pria kecil itu memberikan sebuah mainannya pada Aira.
"Aunty, ini mainan kesayangan aku buat aunty Aira." Tangan kecil bocah laki-laki itu memberikan sebuah mainan bola dengan ada boneka kecil dengan lampu menyala jika bola itu di gerak-gerak.
"Kenapa kamu memberikan mainan ini kepada aunty, Sayang? Bukannya ini mainan kesukaan kamu?" tanya Aira heran.
"Iya, ini mainan kesukaan Langit, waktu Langit tidak punya Papi, Langit selalu bicara sama bola ini dan menceritakan semuanya pada Xiru."
"Xiru?" Aira heran.
"Iya, Xiru. Xiru adalah nama boneka yang selalu aku ajak bicara, tapi sekarang Langit sudah punya papi, jadi nanti Langit bicara langsung saja sama papi."
Aira memeluk Langit dengan erat. "Kamu sangat menyayangi ayah kamu, ya?"
Bocah kecil itu mengangguk cepat. "Langit sayang sama papi dan mami. Langit sangat senang nanti bisa berkumpul dengan mami dan papi. Saat sekolah Langit akan tunjukkan kepada teman-teman Langit jika Langit punya papi dan mami yang lengkap seperti mereka semua."
"Memangnya teman-teman kamu suka menghina kamu?"
"Iya, katanya Langit tidak punya papi. Papi Langit sudah pergi meninggalkan Langit karena Langit anak nakal. Langit bukan anak nakal, Aunty. Papi Langit pergi karena Papi harus bekerja."
"Langit bukan anak nakal dan nanti Langit bisa tunjukkan ke teman-teman Langit jika Langit punya papi."