Ardian Rahaditya hanyalah seorang pemuda biasa, yang bercita-citakan kehidupan normal seperti anak bungsu pada umumnya.
Namun, kehadiran gadis berisik bernama Karina Larasati yang entah datang dari mana membuat hari-harinya dipenuhi dengan perdebatan.
"Bang Ar, ayodong buruan suka sama Karin."
"Gue udah punya pacar, lebih cantik lebih bohay."
"Semangat ya berantemnya, Karin doain biar cepet putus."
"Terserah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ade Annisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CURHAT
"Si Edo ngapain si nyuruh ngumpul di kantin?" Tanya Ipang pada Ardi yang tampak sibuk dengan hpnya.
"Palingan mau bahas buat acara libur semester." Agung yang menjawab, ketiganya tengah berjalan di koridor kampus menuju kantin.
"Lo ikut Ar?" Tanya Ipang.
"Hn?" Ardi menoleh, "emangnya jadi?" Tanyanya, kemudian menghentikan langkahnya untuk mengangkat telepon, membiarkan kedua temannya melangkah lebih dulu.
Ipang jadi berdecak kesal, sejak tadi temannya itu sibuk sekali dengan hpnya. Pemuda itu menghampiri dua mahasiswi yang tengah mengobrol sambil berdiri di tempat itu.
"Hay! Bela ya?" Tanya lpang.
Dua gadis yang saling tatap itu kemudian menggeleng, gue bukan Bela, dia juga bukan," ucapnya sembari menunjuk teman di sebelahnya.
"Eh, bukan ya, salah orang dong gue. Emang namanya siapa?" Tanyanya mengulurkan tangan. Modus kenalan paling jitu.
"Mia." Gadis yang mengaku bernama Mia itu menyambut tangan Ipang, kemudian menyebutkan juga nama temannya yang sedari tadi diam saja.
"Mia, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu, nggak tau kalo hujan, mungkin neduh," celoteh Ipang ala Dilan kw, dan kedua gadis itu tampak cekikikan.
Ardi yang selesai dengan telepon nya menghampiri Ipang dan menendang kakinya dari belakang, kemudian mendorong pemuda itu, untuk menyusul Agung yang sudah jauh di depan mereka.
Ardi menoleh pada dua gadis korban modus sahabatnya. "Mon maap ya, temen gue obatnya abis," ucapnya yang membuat mereka semakin cekikikan, menutup sebagian wajahnya dengan buku.
Ardi mendorong Ipang menjauh,
"Ardi!"
Dan sebuah panggilan membuatnya menoleh.
"Dapet salam, dari gue," ucap salah satu gadis itu.
Ardi mengangkat satu tangannya setinggi telinga, "Waalaikum salam!" Balasnya, kemudian berbalik setelah mengumbar senyum yang membuat keduanya menjerit girang.
Ipang menyikut kasar pemuda yang berjalan di sebelahnya, "gue yang nyepik lo yang dapet, sialaan. Herannya tau aja lagi nama lo."
Ardi tertawa, "ntar kalo nyangkut buat lo aja."
"Hillih, gah amat," tolak Ipang, kemudian menendang kaki temannya yang reflek menghindar.
"Lo berdua apaan si, so cantik tau nggak," omel Agung, menoleh sekilas pada kedua temannya yang amat pecicilan di belakang. Kemudian kembali melangkah.
Ardi menyusul Agung, "emang gue cantik, ngapa? Sirik lo sama kecantikan gue," oloknya dengan mengibaskan rambut yang seolah panjang dan membuat temannya itu berdecih geli.
"Idih najis lo." Ipang jadi mengumpat, "kemaren cewek yang nembak lo di kelas lo terima nggak?" Tanyanya.
Ardi menggeleng, "nggak," jawabnya.
"Tumben, biasanya lo tampung mulu, cantik si yang kemaren, yakin lo tolak." Agung menanggapi.
Ardi berjalan lebih dulu, berbalik dan melangkah mundur di hadapan kedua temannya, "gue sekarang tobat, gue mau setia, serius sama satu wanita," jawabnya.
"Bukan setia itu setiap tikungan ada ya?" Ralat Agung.
"Dia tuh serius sama satu wanita, satunya lagi perempuan." Ipang menebak asal.
"Satunya lagi cewek," sambung Agung.
Ardi berdecak, menghentikan langkah, membuat ketiganya berjalan sejajar setelah pemuda itu membalikkan badan. "Lo berdua nggak dukung gue banget dah," omelnya.
Ipang merangkul Ardi yang berada di tengah, "gimana kalo lo kenalin satu sama Agung, Ar. Kasian gue lama-lama, masih ngarepin Sivia aja."
"Ya berharap mah, nggak apa-apa lah, nggak dosa juga." Agung membela diri.
"Jangan kebanyakan berharap, Pak. Ntar lama-lama jadi juara harapan." Ardi mengolok dengan menepuk pundak temannya itu.
Ipang berpindah ke samping Agung, ikut menepuk pundak sahabatnya yang kini berada di tengah, "orang-orang kaya lo itu yang menimbulkan pertanyaan, kenapa kalo kita upload foto di ig, yang like banyak tapi yang komen cuma dikit."
"Kenapa emang?" Tanya Agung, Ardi ikut menyimak.
"Karena yang suka emang nggak sedikit, tapi yang berani ngomong tuh nggak banyak, contohnya kaya lo gini nih."
"Lo pikir pendekatan segampang iklan corneto, yang cuman dikasih eskrim gocengan langsung jadi."
"Ya seenggaknya lo coba dulu lah, Gung. Ntar gue kenalin deh sama temen gue." Ardi memberi usul.
"Dih, ogah gue sama bekasan lo."
"Jangan gitu, Gung, ntar lo kemakan omongan sendiri, sama kaya si Edo," ucap Ipang mengingatkan, Ardi hanya tertawa sebagai tanggapan.
Ketiganya menghentikan obrolan saat sudah sampai di depan kantin, dan saat masuk ternyata semua temannya sudah berkumpul, pasangan lengket Edo Nadia, dua sahabat Nadia Lisa dan Heny, juga... Selomita.
"Kalian tuh lama banget si," protes Lisa. Yang dijawab dengan permintaan maaf oleh ketiganya.
"Tinggal kalian bertiga, kita udah setuju, libur semester nanti kita ke puncak, nginep di villa keluarga gue," ucap Nadia.
Agung mengangguk, menoleh pada Ipang. "Gue mah ngikut aja," balasnya. Yang di iyakan juga oleh Ipang.
"Lo ikut kan Ar?" Tanya Nadia, yang membuat Edo sedikit melirikkan mata pada kekasihnya itu.
Ardi tampak berpikir, "boleh ngajak orang nggak?" Tanyanya.
"Boleh aja, makin rame malah makin seru."
"Yaudah gue ikut, sama Karin," ucap Ardi, sekilas pemuda itu menangkap pergerakan gadis bernama Mita menoleh ke arahnya, namun hanya sebentar dan dia pun membiarkan saja.
***
Saat bel istirahat pertama, Karin langsung berpamitan pada Maya untuk menemui abangnya di kantin biru. Maya yang memang tidak pernah mau ikut nimbrung dengan keduanya kemudian mengangguk.
"Udah lama, Bang?" Tanya Karin, kemudian duduk di seberang meja, berhadapan dengan abangnya.
"Mayan," ucap Ardi mencomot kerupuk di piring ketopraknya kemudian ia makan.
Karin mengaduk sepiring menu yang sama di hadapannya, dan menyuapkan satu sendok, "soal jawaban tebakan abang, kasih tau dong, Karin masih penasaran nih," ucapnya dengan mulut penuh.
Ardi tertawa pelan, "masih aja, emang lo belom nemu jawabannya?" Tanyanya.
Karin menggeleng, "males mikir, ribet."
"Dengerin baik-baik ya, gue males ngulang kalo lo nggak ngerti."
Karin mengambil tisu, mengelap mulutnya dan kemudian fokus dengan penjelasan abangnya.
"Anggap lah laki-laki itu lo ya, pertama, lo sebrangin kambing dulu, rumput ditinggal sama harimau, harimau kan nggak makan rumput." Ardi memberi jeda, membiarkan gadis di hadapannya itu mencerna kalimatnya.
"Terus?"
"Terus lo taro kambingnya, lo balik lagi ambil rumput, tapi pas lo balik mau ngambil harimau, lo bawa lagi kambingnya, lo taro rumputnya aja."
Karin mulai mengerutkan dahi, "oh, abis itu taro kambingnya sebrangin dulu harimaunya, setelah itu harimau ditinggal sama rumput lagi, terus Karin balik lagi ngambil kambing," tebaknya.
Ardi tersenyum. Dan mengangguk setelah menyuapkan makanan ke mulutnya sendiri. "Pinter."
Karin menghela napas, "kan gitu doang padahal, tapi niyah kalo Karin yang jadi laki-laki itu, Karin tenggelemin tiga-tiganya, kesel."
Ardi tertawa pelan, "emang lo nya aja yang nggak sabaran."
Karin berdecak, "kenapa nggak dikasi tau dari kemaren si?"
"Karena gue sendiri lupa sama jawabannya," ucap Ardi enteng.
Karin melongo, "terus abang tau dari mana jawabannya."
"Dari netizen yang komen tulisan lo, emang lo belum baca komen."
"Diih, ngeselinnya," omel Karin. Kemudian menjawab belum untuk pertanyaan sang abang, dia memang belum sempat memeriksa komentar di tulisannya. "Untung pembaca Karin pinter-pinter, dan untungnya tulisan Karin bagus jadi banyak yang komen, kalo nggak ada yang komen mau tau dari mana coba, suzana aja bangkit dari kubur gara-gara mati penasaran tau, Bang."
Ardi tertawa. "Tulisan lo itu bukannya bagus, cuman pembaca lo aja yang belum pada bosen, nanti juga kalo ada penulis baru yang karyanya lebih menarik, mereka pada pindah." Ardi menunjuk sepiring makanan yang adiknya itu santap dengan garpu di tangannya. "Nggak boleh sombong, di atas ketoprak masih ada kerupuk."
Karin jadi menoleh ke piring makanannya, iya memang ada kerupuk tapi tinggal satu, ia ambil kemudian dimasukkan ke mulutnya, kembali menoleh pada sang abang.
"Udah nggak ada lagi kerupuk di antara kita, Bang," ucapnya.
"Nggak nyambung woy!" Balas Ardi yang membuat Karin tertawa, pemuda itu mengambil kerupuk di piringnya dan ia taruh di makanan gadis itu, "gue taroin lagi," balasnya.
"Terus gimana caranya biar pembaca Karin nggak pada kabur, Bang. Akhir-akhir ini, yang komen juga mulai berkurang," curhat Karin, berperan sebagai kanjeng ribet terkadang membuatnya benar-benar merasa ribet, komen berkurang aja jadi kepikiran. "Apa bener kata abang ya, mereka udah mulai bosen, terus tulisan Karin juga udah mulai nggak jelas?"
Ardi mengunyak makanannya pelan, menatap gadis di hadapannya dengan sedikit senyum, "lo si updatenya lama, mereka mungkin bukan bosen sama tulisan lo, tapi bosen nunggunya."
Karin menghela napas, setelah itu kembali menyuapkan makanan ke mulutnya, "abis gimana dong, nulis kan butuh imajinasi, Karin kan nggak mau ngasih episode yang garing buat mereka, setiap babnya harus ada yang berkesan, minimal bikin ketawa lah, nggak bisa cuma asal cuap-cuap menuhin jatah kata di kolom cerita."
"Lo ceritain aja kisah sehari-hari, jangan jauh-jauh ngehalunya, entar baper sendiri sama pemeran utamanya, gue cemburu."
Karin jadi tertawa, "masa Karin baper sama tokoh imajinasi sendiri," balasnya.
Ardi meminum es teh manis di gelasnya, merasa kurang manis ia mengaduknya lagi dengan sedotan, "ya gimana, lo tiap hari mikirinnya dia, siapa namanya."
"Arka, Bang. Jangan pura-pura lupa, abang juga kan ngikutin ceritanya. Jadi Netizenmahasomplak."
Ardi tertawa, "perasaan gue belum ganti nama akun," ucapnya. "Tapi kalo tu pemeran utama beneran nyata, gue samperin," tegasnya.
"Mau ngapain?"
"Mau bilang jangan masuk ke pikiran anak setan gue terus, kasian dia masih muda, takut gila," ucapnya yang mendapat tendangan kaki di kolong meja.
"Kalo nggak masuk ke pikiran, gimana Karin bisa nerusin cerita, kayaknya nih, Bang. Karin tuh butuh piknik, biar imajinasinya lancar."
Mendengar itu Ardi jadi ingat sesuatu, "kalo gitu libur semester nanti lo ikut gue aja."
Karin yang semula kembali sibuk dengan sisa makanan di piringnya menoleh antusias, "kemana?" Tanyanya.
"Ke Puncak, sama anak-anak juga," ucap Ardi mendorong piring di hadapannya yang sudah kosong, kemudian kembali ke gelas minumannya yang nyaris tandas.
"Karin diajak, Bang?" Gadis itu mengacungkan tangannya riang, dan setelah abangnya itu mengangguk, senyumnya semakin berkembang. "Sama siapa aja?"
Ardi mengelap mulutnya dengan tisu, kemudian membuang bekasnya ke atas piring. "Agung, Ipang, Edo, Nadia, banyak lah."
"Mbak Lisa sama Mbak Heny gebetan Bang Ipang ikut juga?"
Ardi mengangguk, "dan satu lagi, Selomita," ucapnya yang membuat senyum Karin menghilang, raut wajahnya berubah tidak suka.
"Mita mantan abang?"
"Nadia juga mantan gue, apa bedanya."
Karin tertegun, entah kenapa dibandingkan dengan Nadia, gadis bernama Mita yang beberapa hari lalu menyiram abangnya itu lebih membuatnya khawatir.
"Ikut nggak ya," gumam Karin ragu.
"Kalo nggak ikut emangnya lo mau biarin gue ikut sendirian sama mereka, nggak ada pawangnya."
Karin berdecih, "denger ya, Bang. Ibu kota Indonesia boleh aja pinda ke Kalimantan, tapi jangan sampe deh, perasaan abang pindah ke hati mantan," ucapnya, dengan sedikit ancaman lemparan sendok.
Ardi tertawa, "makanya lo ikut, biar gue nggak berpaling."
"Yah, kalo emang dasarnya nggak pecicilan mah biar nggak ada pawangnya juga tetep setia," sindir gadis itu.
"Ya emang dasarnya gue pecicilan gimana dong," jawab Ardi asal, dan kembali mendapat tendangan kaki di bawah meja, sebuah penganiayaan yang tak kasat mata, padahal lukanya saja masih belum sembuh benar. "Bercanda yaelaah, kalo lo nggak ikut gue juga nggak ikut."
"Kenapa, emang? Nggak ada Karin ntar abang kangen ya?"
Ardi tertawa mendengus, "capek, mendingan gue tidur di rumah."
"Emang dasarnya males mah susah." Karin jadi mengomel.
"Udah Bel tuh, lo nggak balik ke kelas." Ardi mengingatkan.
Karin menoleh pada suasana sekitar, kantin biru yang tampak sepi. "jam pelajaran terakhir olah raga si, gurunya juga nggak dateng."
"Yaudah, balik aja yuk."
"Abang ngajak Karin bolos?"
"Jalan-jalan."
"Kencan?"
"Nggak kencan lah, kan lo masih pacarnya Dewa," ucap Ardi sembari merapikan barang bawaannya di atas meja.
Karin sesaat tertegun, iya juga ya, dia belum bilang kalo hubungannya dengan Dewa itu hanya pura-pura.
Karin: Jangan lupa ajak temen temennya buat baca noisy girl.
Ardi: Dukung Noisy girl ya, sempetin buka kolom komentar meskipun cuma nulis next.
***
Authot: Sebenernya gue tau si jawaban tebakan itu, tenang aja, dan makasih buat yg udah nebak 🤣🤣
Author minta tolong ya netizenku yang budiman, tolong donload noveltoon terus kasih vote buat Noisy girlnya.
Pake poin kok bukan koin. Dan poin itu bisa dikumpulin lewat pusat misi.
Tolong didukung ya Noisy girlnya, soalnya cerita ini gue ikutin lomba, insya Allah makin semangat dah nulisnya.
Makasiiih..