Diharapkan bijak dalam memilih bacaaan
Rosaline Malorie adalah seorang wanita sederhana, tidak suka pakaian terbuka, cantik, rendah hati, tapi selalu diabaikan oleh kedua orang tuanya. Dalam hidupnya tidak sekalipun mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya dan kakak satu- satunya, bahkan dijadikan jaminan untuk mempertahankan perusahaan ayah yang tidak mengangapnya.
Tapi semua penderitaan Rosaline berubah, ketika dia secara tak sengaja bertemu dengan seorang CEO dari perusahaan terkenal di Spanyol dan termasuk jajaran orang terkaya di Eropa. Pria itu mengklaim bahwa Rosaline adalah wanitanya.
Rhadika Browns adalah seorang CEO berkedok Mafia. Jarang orang yang mengetahui wajah dari ketua Black Sky ini.
Bagaimana kisah pertemuan mereka?
Apakah Rosaline besedia menjadi milik Rhadika, dan menjalani takdir yang mempermainkannya ketika masa lalu pria itu muncul kembali?
Apa alasan Adijaya selalu mengabaikan Rosaline?
So,Yuk kita baca selanjutnya di cerita Mafia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon The Winner Purba, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bunuh Diri?
#Jangan lupa like, vote dan masukkan ke favorit yah gays😊
┉ Happy Reading ┉
Ros kembali melihat foto itu, fokusnya pada pergelangan tangan pria.
Jam tangan itu adalah jam tangan silver yang digunakan suaminya saat pergi kekantor tadi pagi. Ros mengubah ekspresinya datar.
"Clasy, bisakah kamu keluar, aku ingin tidur." Clasy tau pasti foto tadilah yang membuat nyonyanya sedih. Clasy bergegas keluar dari kamar mewah itu.
Setelah melihat Clasy pergi, Ros berdiri dan berjalan kearah balkon. "Jadi kamu tidak pulang sampai sekarang karena bersama nenek lampir itu," ucap Ros dengan sendu. "Baiklah, jangan salahkan aku jika berani memberontak kepadamu."
Ros memilih membaringkan tubuhnya agar melupakan masalah hari ini. Benar, dia merasa lelah. Tapi, apa gunanya menyesali keadaan yang tidak akan pernah berubah jika hanya air mata yang menjadi pelampiasan.
"Tidak, aku tidak seperti itu lagi. Aku harus kuat, aku akan membasmi setiap hama yang mencoba dekat dengan suamiku." Tidak terasa seiring berjalannya keheningan malam Ros sudah tertidur.
Sedangkan Rhadika, dia membaringkan tubuhnya di kamar pribadi ruangannya. Yah, fasilitas diruangan itu sangat lengkap. Dia mulai membaringkan tubuhnya yang sudah lelah dan mulai terlelap menyelami alam mimpi.
Dika tidak sempat melihat kejadian di mansion hari ini karena harus menyelesaikan berkas-berkas dan mengikuti rapat penting perusahaan.
Pagi hari Ros bangun dan tidak mood melakukan apapun. Dia keluar menuju balkon sambil memegang ponsel yang sedang berdering. Dia ingin curhat ke sahabatnya.
"Halo Fel, bisa kita Vidio Call? Aku pengen curhat nih," seru Ros setelah telepon tersambung.
"Aku lagi di bar Ros, ada apa?" Sebenarnya Feli bisa saja menunda pekerjaannya dibar untuk mendengar curhatan Ros, tapi dia mempercepat kontrak kerjanya agar bisa lebih awal pulang ke Spanyol. Jika bermalas-malasan staff lain akan protes ke Melvin nantinya dan itu tidak baik untuk perkembangan bar.
"Mmmm, suamiku semalam tidak pulang. Aku rasa dia bersama wanita lain," ucap Ros dengan sendu.
"Brengs*ek, s*ialan itu. Apa yang mereka lakukan? Apa kau tidak memata-matai nya? Bagaiman bisa kau membiarkan suamimu pergi keluar tanpamu?" Felice bertanya secara beruntun dan itu membuat wanita diseberang sana menjadi kesal.
Pria yang sedang dalam perjalanan pulang dan mendengar pembicaraan itu mengumpati adiknya. Tidak tau kah dia sedang berusaha menenangkan istrinya. Dia bekerja mati-matian satu hari satu malam agar bisa menemani istrinya hari ini.
Ini saja dia harus mengikuti rapat penting sebentar. Dika melepaskan earphone dan fokus ke meeting online yang sedang dilaksanankan.
"Aish Felice, kau ini kebiasaan. Kalau bertanya harus satu-satu. Aku kan jadi bingung jawabnya," keluh Ros.
"Ok fine. Apa yang suamimu lakukan semalam?" tanya Felice.
"Aku tidak tau, tapi sepertinya dia bertemu dengan mantan kekasihnya. Mungkin mereka ber*cinta. Aku melihat suamiku tertarik pada wanita itu."
"S*ialan, tidak cukup kah dia dengan satu wanita saja? Memangnya kamu lemah di ranjang? Come on Ros, jangan-jangan kalian belum melakukannya?" Felice semakin gencar menanyakan Ros.
Ros menggelengkan kepalanya meskipun tidak dilihat oleh Felice. "Kemarin dia memintanya, tapi aku belum siap," wajah Ros tambah sendu. Ros melangkah lebih dekat ke balkon kamar.
"Aish, Ros pantas saja. Seharusnya kalian sudah melakukannya. Pria mana yang tahan jika sudah menikah tapi tidak melakukannya." Hening, Ros tidak merespon pernyataan Felice.
"Tapi dia juga sepertinya tidak berniat. Dia hanya memintanya satu kali, saat aku bilang belum siap dia tidak memaksa atau meminta lebih jauh."
"Bukan aku tidak mau baby, aku hanya tidak ingin memaksamu. Aku tau kau belum siap waktu itu. Tapi otak kecilmu selalu melangkah terlalu jauh," monolog Dika mendengar aduan Ros kepada adiknya. Dia menyelesaikan meeting secepat mungkin.
"Baiklah, mulai sekarang kau harus lebih agresif, setidaknya harus lebih mengerti suamimu. Bila perlu kau dulu yang mengajaknya." Ros diam, dia melihat pemandangan dari balkon kamarnya.
"Cih, anak bau kencur ini, dari mana dia tau hal-hal dewasa seperti ini. Jika Melvin kecolongan habislah dia," ucap pria yang sedang didalam mobil.
"Ayolah Ros, seorang istri yang menggoda suaminya bukanlah seorang *******." Felice mengerti apa yang dipikirkan Ros.
"Dan mantan kekasihnya, apa kau lemah seperti biasanya menghadapi wanita seperti itu?"
"Tidak aku telah memberinya pelajaran," ucap Ros sambil menaiki pagar balkon. Sekarang kakinya menggantung dipagar terali besi balkon. Pagar terali besi balkon dibuat agak lebar agar orang yang bersantai disana tidak mudah jatuh.
"Memberi pelajaran? Apa aku melewatkan sesuatu?" monolog Dika.
"Bagus. Kau tidak boleh lemah, kau harus mempertahankan apa yang seharusnya menjadi milikmu!" ucap Felice memberi semangat untuk Ros.
"Sebenarnya Fel, aku ingin mengakhiri semua ini tap.... Ucapan Ros terpotong oleh suara Felice
"Ros jangan bilang.... Dimana kau sekarang? Felice bicara tidak sabaran dan mulai panik.
"Aku sedang dibalkon, duduk diterali besi," Ros juga jadi panik. Dia pikir ada sesuatu yang terjadi dengan Felice disana.
"Kenapa?" Ros jadi tidak sabaran.
"Turun sekarang, jangan gila Ros. itu bukan solusi yang tepat. Cepat! turun sekarang! Feli mengira bahwa Ros akan bunuh diri dengan melompat dari ketinggian.
Dika yang sedang dalam perjalanan pulang tiba-tiba panik. Ponsel yang dipegangnya jatuh entah kemana. Pikirannya sama dengan Feli. "Max, percepat laju mobilnya. Istriku Max, istriku ingin bunuh diri. Cepat s*ialan!" Dika menendang tempat duduk Max.
"Baik Tuan." Max mempercepat laju kendaraan mobil.
Dengan tergesa-gesa Dika mengambil ponsel dari dalam sakunya. Dia menggunakan dua ponsel, satu untuk pegangan dan satu lagi khusus untuk rekaman CCTV.
Tangannya sangat sulit mengambil ponsel, tubuh beserta tangannya gemetaran. Yah dia sangat takut kehilangan orang yang disayanginya untuk kedua kali.
Setelah berhasil mengambil ponselnya, Dika menekan nomor Levi. "Dimana kau s*ialan. Istriku ingin melompat dari balkon. Cepat kekamarku. Jika terjadi sesuatu padanya akan kubunuh kau!"
Segala gelagat tuannya tidak lepas dari perhatian Max. "Nyonya, kau sungguh hebat. Bahkan ketika memburu pemimpin klan Ghost Lion, tuan tidak lepas kendali seperti ini," monolog Max dalam hatinya.
Levi yang mendengar perkataan kakaknya bergegas kekamar kakak iparnya. "Sial, kakak juga menggunakan akses pin digital." Levi langsung menelepon Dika untuk mendapatkan pin kamar, tapi tidak mendapatkan respon.
Bagaimana tidak, Dika juga sama paniknya dengan Levi. Pikirannya mulai ngawur kesana kemari.
"S*ial, apa yang harus kulakukan," Levi mengusap wajahnya frustasi. Dia merasa tidak berguna di situasi sekarang.
"Paman Vill," teriak Levi sambil berlari keluar.
Paman Vill beserta pelayan yang mendengar itu bergegas mengikuti tuan keduanya.
Tapi tidak dengan satu wanita disudut tembok dimana CCTV tidak bisa merekam kegiatannya. "Kirimkan bayaranku, setelah itu kita tidak punya urusan apapun!" Wanita itu langsung mematikan telepon dan pergi kearah keramaian diluar sana.
"Siapkan peralatan untuk menyelamatkan kakak ipar. Kakak ipar ingin melompat dari lantai dua. Cepat!"
Dibalkon kamar, Ros yang mendengar ucapan Felice tidak mengerti. Sekarang Ros dalam keadaan berdiri sambil mendengar ocehan Feli.
Sedangkan pria yang panik dalam perjalanan pulang, setelah sampai didepan mansion langsung berlari kearah bawah balkon kamarnya. Disana sudah banyak pelayan dan alat bantu balon besar sebagai tempat jatuh nyonya mereka nanti.
Semua orang panik ketika melihat nyonya mereka berdiri. Pandangan Ros hanya fokus kedepan, tidak melihat kearah bawah dimana sudah banyak orang berdiri disana dan merasa was-was.
Ros tidak mendengar suara teriakan orang dibawah karena dia sedang menggunakan earphone dan asyik berbicara dengan Felice.
Ketika Ros ingin melangkahkan kakinya kebawah, kaki Ros terpeleset. Orang- orang dibawah sana panik, karena alat bantu balon besar tidak sesuai letaknya dengan arah jatuh nyonya mereka.
"Baby awas!" Rhadika langsung berlari mengikuti arah jatuh istrinya.