Jatuh cinta pada seorang perempuan yang sudah mempunyai kekasih membuat EGI merasakan patah hati.
Awalnya dia berniat untuk mengambil hati perempuan tersebut. Lantaran hubungannya dengan kekasihnya bermasalah.
Tapi, setelah dia tahu jika perempuan tersebut sangat mencintai kekasihnya, membuat EGI lebih memilih melepaskan dirinya.
Hingga dia memilih untuk pergi ke luar negeri. Melupakan perempuan tersebut.
Tapi siapa sangka jika kepergiannya kepergiannya ke luar negeri malah membuatnya bertemu dengan perempuan yang membuat dunianya jungkir balik.
Perempuan yang sangat sulit untuk di kendalikan. Meskipun dia berasal dari keluarga kalangan atas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ara cahya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PH 28
Egi tidak menghubungi sang mama. Dia hanya mengirimkan pesan tertulis pada sang mama. Yang berisikan jika Lily tidak bisa datang ke apartemen hari ini. Dan Egi tidak menjelaskan kenapa Lily tidak bisa datang.
"Lebih baik seperti ini saja." ucap Egi mengirimkan pesan tersebut pada sang mama.
Sebenarnya Egi malas jika harus menghubungi sang mama. Pasti Nyonya Tiwi akan bertanya macam-macam.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Sayang, bukankah kamu masuk kelas siang dan sore?" tanya Nyonya Tya, yang melihat Lily turun dari tangga dengan membawa tas. Menandakan sang anak akan pergi.
"Lily mau ke rumah Mauren dulu ma." ucap Lily, mendaratkan pantatnya di kursi makan.
"Sudah memberitahu Nyonya Tiwi, jika hari ini kamu tidak bisa berkunjung ke apartemen Egi. Jangan sampai membuat beliau menunggu." tanya Nyonya Tya.
"Sudah. Lily sudah memberitahu Egi." Lily mengambil makanan untuk di taruh di atas piring miliknya.
"Kok Egi?" tanya Nyonya Tya, mengernyitkan dahinya. "Bukankah seharusnya mamanya Egi?" imbuh Nyonya Tya.
"Lily tidak punya nomornya Nyonya Tiwi. Jadi Lily beritahu Egi saja." jawab Lily sambil memasukkan sesendok makanan ke dalam mulutnya.
"Alah,,, dasar. Bisa-bisanya kamu saja. Kan bisa minta nomornya Nyonya Tiwi pada Egi." ledek sang mama
Lily hanya nyengir kuda mendengar ucapan Nyonya Tya. "Mama tahu saja." ucap Lily, membenarkan perkataan sang mama. Karena Lily memang sengaja tidak meminta nomor Nyonya Tiwi pada Egi.
"Sudah kamu makan yang banyak." ucap Nyonya Tya.
"Ma, nanti setelah dari rumah Mauren, Lily langsung ke kampus." jelas Lily, yang di sahut anggukan dari Nyonya Tya.
"Hati-hati." ucap Nyonya Tya.
Seperti rencana awal. Selesai sarapan yang kesiangan, karena sekarang memang sudah jam sembilan pagi lebih beberapa menit. Dan terlalu siang untuk kata sarapan. Tapi juga belum masuk waktunya makan siang.
"Loh,,," ucap Lily, saat tiba-tiba mobil yang di naiki berhenti.
"Aaiiiissshhhh. Kenapa ini." Lily mencoba menyalakan mesin berkali-kali dengan memutar kunci mobil. Mematikan dan menyalakan. Tapi tidak membuahkan hasil. Bahkan, tidak terdengar sama sekali suara mesin dari mobil yang di kendarai oleh Lily.
"Astaga. Kenapa dengan mobilnya, bikin kesel saja." Lily turun dari mobil dengan wajah kesal. Membuka kap mobil. Memandang ke arah kumpulan kabel dan semua kelengkapan mesin di dalam kap tersebut. Hanya memandang.
"Sok bisa." gumam Lily pada dirinya sendiri, Lily kembali menutup kap mobil. Karena memang, Lily sama sekali tidak tahu menahu tentang mobil.
Yang dia tahu tentang mobil hanya dua. Yakni, ban mobil yang kempes, dan bahan bakar mobil yang kana habis.. "Terus ini bagaimana?" tanya Lily pada dirinya sendiri.
Lily kembali masuk ke dalam mobilnya. Mengambil ponsel di dalam tasnya. Dan menghubungi bengkel langganannya.
"Selesai. Tinggal menunggu mereka datang." ucap Lily, setelah menghubungi bengkel langganannya. Menyuruhnya untuk mengambil mobil miliknya, setelah berbagi lokasi dengan orang bengkel tersebut.
Lily menyandarkan badannya di jok mobil. Dan membuka kaca jendela mobil. Untuk mengurangi rasa jenuh, Lily memandang ke arah jalan. Dimana banyak orang dan kendaraan yang berlalu lalang.
"Itu...." Lily segera menutup kembali kaca mobilnya. Menajamkan penglihatannya ke arah jalan dari dalam mobil.
"Bu-bu-bukankah lelaki itu." ucap Lily terbata. Melihat sosok lelaki yang berjalan di pinggir jalan. Dengan santai berjalan dengan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket yang dia pakai.
Tanpa menunggu waktu lama, Lily menghubungi Egi.
"Egi,,,, tolong. Lelaki,,, lelaki,,, aku melihat lelaki itu." ucap Lily segera mengeluarkan suaranya saat Egi mengangkat telepon darinya, dengan suara ketakutan.
……………
"Baiklah." ucap Lily, dengan badan gemetar, kedua tangannya memeluk badannya sendiri, dan mata memandang ke arah jalan. Dimana lelaki tersebut berada.
"Cepat datanglah Egi." gumam Lily merasa ketakutan. Lily tidak berani keluar dari dalam mobil.
"Aaaa....." teriak Lily, saat kaca mobilnya di ketuk.
"Pergi... jangan kemari. Pergi....!!!!" seru Lily, memejamkan matanya, dengan kedua tangan menutupi kedua telinganya. Tanpa memandang ke arah kaca mobil.
"Pergiii,,,,!!!" seru Lily mulai menangis ketakutan.
Apalagi suara ketukan di kaca jendela mobilnya bertambah keras. Membuat Lily semakin takut.
"Egiii.....!!!" teriak Lily.
Tar..... terdengar suara pecahan kaca.
"Aaaaaa.....!!!!" jerit Lily. Karena dia yakin, jika kaca jendela mobilnyalah yang pecah. Lily mengira jika lelaki tersebut yang memecahkannya.
"Lilyyyy...!!!" seru Egi menyadarkan Lily yang masih terpejam dan menangis di dalam mobil sambil menjerit.
"Lily, ini aku. Egi!!" seru Egi dengan menyentuh dan pundak Lily, setelah dirinya masuk dan duduk di kursi sebelah Lily.
"Egi...." ucapnya lirih, segera Lily membuka mata dan menoleh.
"Egi." ucap Lily langsung memeluk Egi.
"Sudah jangan menangis." ucap Egi, menepuk pelan bahu Lily.
Egi membawa Lily turun. "Kalian bawa mobilnya." ucap Egi pada beberapa dua orang di samping mobil Lily. "Sekalian, perbaiki kerusakannya." imbuh Egi.
"Baik Tuan."
Ternyata, yang mengetuk kaca mobil Lily adalah pegawai bengkel yang di telepon oleh Lily. Karena merasa ketakutan, Lily mengira yang mengetuk adalah lelaki yang dilihatnya di jalan tadi. Mungkin karena Lily masih merasa trauma.
Egi yang baru saja datang, langsung melihat dari jendela. Betapa ketakutannya Lily. Dan kedua lelaki dari bengkel mengaku pada Egi, jika Lily sudah seperti itu saat mereka datang.
Makanya mereka mengetuk kaca mobil. Yang malah membuat Lily semakin ketakutan.
"Sudah, tenang. Tidak akan ada yang terjadi." Egi mencoba menenangkan Lily.
"Maaf, merepotkan." ucap Lily lirih.
"Tidak masalah. Lagi pula, aku sedang tidak ada pekerjaan yang penting." ucap Egi.
What,,, tidak ada pekerjaan penting. Padahal Egi meninggalkan rapat begitu saja. Alhasil, Selly, sekertaris Egi uring-uringan karena ulah Egi.
Dan dapat di tebak, untuk hasilnya. Beni, sang asisten yang menggantikan Egi. Sempurna.
"Kamu yakin, jika kamu melihatnya?" tanya Egi dengan ragu. Karena Egi takut, jika Lily masih trauma.
Lily tidak segera menjawab pertanyaan Egi. Dia malah memandang ke arah Egi. "Tidak perlu takut." Egi memegang tangan Lily, dengan sebelah tangannya memegang stir mobil.
Merasa aman, akhirnya Lily membuka suara. "Iya. Aku yakin." cicit Lily.
Egi mengangguk, dan melepaskan genggaman tangannya. "Sekarang mau aku antar ke mana? Pulang?" tanya Egi.
Dengan segera Lily menggeleng. "Jangan pulang, pasti mama akan khawatir." ucap Lily.
Membawa Lily ke apartemen. Bukan pilihan yang tepat. Apalagi di apartemen Egi, masih ada Nyonya Tiwi.
"Antarkan aku ke rumah Mauren." ucap Lily.
Egi memandang ke arah Lily. "Dia sahabatku. Aku akan aman bersamanya." ucap Lily.
"Baiklah." segera Egi melajukan ke alamat yang telah di sebutkan oleh Lily padanya.
"Ini rumahnya?" tanya Egi memastikan.
"Iya."
"Jangan keluar sendirian. Jika perlu, nanti jangan masuk kuliah dulu." ucap Egi.
"Baik." ucap Lily.
"Masuklah, aku akan pergi setelah kamu masuk." ucap Egi.
"Terimakasih."
"Hemmm."
Lily berlari kecil, segera masuk ke dalam rumah Mauren. "Bibik, Mauren mana?" tanya Lily, saat dia berpapasan dengan pembantu di rumah Mauren.
"Ada di belakang Nona. Bersama Tuan Vincen." ucap Bibik memberitahu.
"Terimakasih." ucap Lily, dengan malas melangkahkan kaki ke tempat Mauren dan Vincen berada.
Entah kenapa, Lily tidak begitu suka mendengar nama Vincen. Sampai si belakang, Lily mengedarkan pandangan. Mencari keberadaan sahabatnya.
"Lily,,," teriak Mauren melambaikan tangan. Tenyata Mauren berada di pojok taman. Duduk berdua dengan Vincen. Dengan minuman dan banyak camilan di depan meraka.
"Lihat, siapa yang datang." ucap Mauren. "Panjang umur, baru saja kita sebut namanya. Orangnya sudah datang." imbuh Mauren.
Lily hanya tersenyum mendengar perkataan Mauren. Begitu pula Vincen, dia tersenyum ke arah Lily. "Cie,,, cie..." goda Mauren.
"Kenapa?" tanya Lily melihat Mauren menatapnya dengan aneh, setelah mencium pipi Lily.
"Apasih?" tanya Lily, saat Mauren malah mengangkat jari telunjuknya ke atas dan menggoyangkan ke kanan dan ke kiri, sambil menyipitkan kedua matanya.
"Ini bukan wangi parfum kamu." ucap Mauren langsung.
"Ooo,,," sahut Lily hanya ber-o ria. Sambil duduk di samping Mauren.
"Iya, dasar. Anjing pelacak." Lily mencubit gemas hidung sahabatnya.
"Milik Egi." ucap Lily jujur, karena percuma membohongi Mauren.
"What....!!!" seru Mauren sambil melotot tidak percaya. "Kok bisa?!" tanya Mauren antusias.
"Emmm,,, bisa saja." jawab Lily dengan tenang. Dirinya tidak menceritakan kejadian yang baru saja menimpanya. Apalagi di sini ada Vincen.
Vincen merubah ekspresinya. Senyum yang ditunjukkan sedari tadi hilang seketika, saat Lily menyebut nama Egi.
Mereka bertiga berbincang ringan. Dan Mauren merasakan jika Lily tidak seperti biasa. Dia lebih menjadi pendiam. Dan hanya sesekali menyahuti perkataan Mauren dan Vincen. Itupun jika di tanya.
"Kenapa dengan Lily?" batin Mauren melihat sosok Lily yang biasanya pecicilan saat bersamanya, kini menjadi pendiam.
Apalagi jika Vincen bertanya, Lily hanya menjawabnya dengan singkat.
Tinggg..... Lily segera mengambil ponselnya. Dan melihatnya. Ternyata ada pesan tertulis yang dikirim oleh Egi.
NYALAKAN GPS DI PONSELMU.
Lily tersenyum saat membaca pesan tertulis dari Egi. Segera dia membalas pesan tersebut. Dan melakukan perintah dari Egi.
"Mungkin dia khawatir." batin Lily, sambil menyalakan GPS di ponselnya.
"Siapa?" tanya Mauren, dengan gaya hendak mengintip ke layar ponsel Lily.
"Pengen tahu saja." cibir Lily menjauhkan ponselnya, sambil menjulurkan lidahnya.
"Oke." ucap Mauren. "Nanti aku ikut mobil kamu ya." pinta Mauren.
"Nggak bisa. Tadi aku ke sini di antar. Mobil aku lagi di bengkel." jelas Lily.
"Mobil kami kemana?" tanya Lily.
"Ada, malas nyetir." ucap Mauren dengan memamerkan deretan giginya yang putih dan tertata rapi.
"Pakai sopir saja." saran Lily.
Belum sempat Mauren menjawab, Vincen sudah membuka suara. "Biar aku yang antar kalian." tawa Vincen.
"Mantap. Boleh. Ide kamu." ucap Mauren sambil mengangkat kedua jempol tangannya ke atas, mengarah ke Vincen.
"Tapi, Egi bilang, jangan pergi kuliah dulu." batin Lily.
"Kenapa?" tanya Mauren, melihat Lily kembali seperti menulis sesuatu di ponselnya.
"Sebentar." ucap Lily. Segera Lily mengetik pesan pada Egi. Mengatakan jika dirinya pergi ke kuliah bersama Mauren. Serta saudara Mauren.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Tuan, ini laporan yang anda minta." ucap Beni, menyerahkan beberapa lembar kertas dalam map pada Egi.
"Bagaimana rapat tadi?" tanya Egi.
"Semuanya berjalan dengan lancar." jelas Beni.
"Cari tahu lelaki yang bermasalah dengan Lily di parkiran apartemen milikku." perintah Egi.
"Sepertinya aku tadi melihatnya di jalan." imbuh Egi berbohong pada Beni.
"Bukankah Tuan Ardes sudah menanganinya?" tanya Beni juga merasa heran.
"Entahlah. Kamu cari tahu. Atau hanya penglihatan ku saja yang salah." ujar Egi.
"Baik Tuan." ucap Beni, segera melakukan perintah Egi kembali.
Egi membaca setiap lembar kertas yang Beni berikan pada dirinya. Dan ternyata itu adalah penyelidikan tentang Revan.
"Ternyata. Hanya orang miskin yang ingin menjadi kaya dengan jalan pintas." cibir Egi.
Karena ternyata Revan adalah lelaki yang berasal dari pinggiran kota. Dengan pekerjaan kedua orang tuanya adalah berkebun.
Tapi beruntung Revan mempunyai kecerdasan di atas rata-rata. Hingga dia mendapatkan pendidikan hingga bangku kuliah melalui jalur beasiswa.
Namun sayang, kepintaran yang dia miliki telah salah dia gunakan. Dan yang lebih parah, Egi menyimpulkan. Jika Revan ingin menguasai seluruh aset kekayaan dari keluarga Amanda.
Egi segera membuka laptopnya. Mencari tahu semua kekayaan yang dimiliki oleh keluarga Amanda. "Pantas saja." ucap Egi.
Bahkan ada beberapa properti keluarga Amanda yang sudah berpindah tangan atas nama Revan. "Benar-benar pandai mengambil peran." gumam Egi.
DN VINCEN SBNARNYA JUGA MSK DAFTAR MNUSIA YG WAJIB DIMUSNAHKN, STELAH KJADIAN INI BKNNYA TAMBAH SADAR, MLH MAKIN BIKIN JENGKEL.. KERAS KEPALA, BODOH, GOBLOK DN BEGO..
SKRG APA YG JDI MILIK EGI, JGN COBA2 INGIN DIUSIK..