Langit tak pernah ingkar janji
Dihina karena miskin, diremehkan karena tak berdaya. Elea hidup di antara tatapan sinis dan kata-kata kejam. Tapi di balik kesederhanaannya, ia menyimpan mimpi besar dan hati yang tak mudah patah.
Suatu hari, ia mendapatkan sebuah tawaran untuk melanjutkan sekolah di kota.
Apakah elea akan menerima tawaran tersebut? Apakah mimpi elea akan terwujud di kemudian hari?
Penuh teka teki di dalamnya, jangan lewatkan cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kegabutanku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35
Seperti disambar petir disiang bolong, Elea mencoba Ikut dalam permainan Vita.
"Gue ada ide El, udah kamu diam aja dulu." Bisik Vita.
"Ide apa Vit?"
"Kita keluar dulu, jangan disini." Vita berpamitan kepada bu Siti untuk mengajak Elea pergi dari ruangan itu.
"Udah, gini aja El. Kan aku juga teman mu sahabatmu juga kita menjalin sahabatan juga udah lama biarkan saja ibumu menganggapku anaknya. Dan, aku juga pasti akan merawat ibumu dengan baik." Ucap Vita.
"Tapi Vit, aku hanya punya ibu saja di sini. Aku... Aku..." Elea tak kuasa membendung kesedihannya.
"Kamu tenang aja, Ibumu pasti aman bersama ku. Aku akan membantumu menyembuhkan ibumu. Aku akan membawanya terapi dan mencoba apapun itu." Vita mencoba meyakinkan Elea.
"Kenapa ini semua tidak adil bagiku? Mengapa engkau merebut semua kebahagiaanku?" Ucap Elea dengan sangat emosional.
"El, kamu tidak boleh berkata seperti itu. Harusnya kamu bersyukur karena ibumu masih selamat kamu sampai detik ini masih bisa melihatnya. Kamu jangan menyalahkan takdir El, kamu harus bisa terima ini semua." Ucap Vita memeluk erat Elea bahkan ia juga ikut menitihkan air matanya.
"Iya Vit, aku titip ibuku aku percaya sama kamu kalau kamu bisa menjaganya. Terima kasih ya atas semua bantuan kamu selama ini. Aku juga akan memenuhi kebutuhan ibuku juga." Ucap Elea.
"Sudah, kamu tenang saja. Jangan terlalu banyak memikirkan hal itu." Ucap Vita menenangkan Elea.
Hari demi hari Elea lalui dengan hati terasa hampa tanpa kehadiran ibunya. Sedangkan, bu Siti di boyong oleh Vita ke rumahnya.
"Bagaimana keadaan ibu? Apakah amnesia nya sudah sembuh?" Gumamnya dalam hati.
"Rindu bu, aku kesepian disini sendiri." Elea menatap ke arah luar jendelanya. Ia menangkap dua sosok perempuan sedang berjalan.
Ia mengingat kembali saat- saat bersam ibunya dahulu.
Mereka sangat bahagia, menjalani hidup berdua dan melewati masa- masa sulit bersama.
Hingga akhirnya terlintas dalam benak Elea untuk datang ke rumah Vita.
"Assalamualaikum..." Ucap Elea sambil mengetuk pintu rumah Vita.
"Waallaikumsallam, nak el. Ayo masuk Vita ada di dalam." Ucap bu Siti yang saat itu membukakan pintu rumah.
"Baik bu, terima kasih." Ucap Elea sendu.
Ia tak menyangka jika sang ibu tak mengenalinya sama sekali.
"El, kamu datang?" Ucap Vita turun dari tangga rumahnya.
"Iya nih Vit, bosen di apartemen sendiri." Ucap Elea terlihat lemas.
Fyi, jadi Elea sudah bisa membeli apartemen dan mobil hasil kerja kerasnya selama ini. Ia juga pandai menabung dan memanfaatkan peluang yang ada.
Okee... Kita kembali ke cerita ya gais...
"Kenapa loe? Lemes banget?" Tak ada jawaban disana, Elea menatap ke arah bu Siti dengan tatapan sedih.
"Nak, Elea kenapa menatap ibu seperti itu?" Tanya bu Siti dengan ramah saat dirinya sadar ada yang mengawasinya.
"Eee... Ahh, enggak bu. Ibu soalnya ibu mirip dengan ibu saya di kampung." Ucap Elea.
"Kampung?" Jawab bu siti, dan tiba- tiba kepala bu Siti sakit banget bahkan ia juga jatuh pingsan.
"El...kenapa ibumu?" Ucap Vita panik.
Dan mereka berdua langsung bergegas menuju ke Rumah Sakit.
"Kenapa pasien bisa pingsan ? Bagaimana kronologinya?" Tanya dokter ridho karena ia yang selama ini menangani bu Siti.
"Ta- tadi... saya cuma bilang mirip ibu saya di kampung. Terus tiba - tiba ibu sakit kepala hingga membuatnya pingsan dok." Jawab Elea.
Dokter Ridho mengangguk paham, ia memberika beberapa obat kepada bu Siti.
"Besok saya akan mengadakan tes, jadi biarkan pasien berada di sini." Ucap dokter Ridho.
Saat Vita berada di ruang tunggu, ia dikagetkan dengan kehadiran Andi yang tak lain kekasihnya.
"Sayang... Kok kamu disini? Siapa yang sakit?" Tanya andi sambil menoleh kesana kemari.
"Loh... Kok kamu tau aku ada disini? Ini tadi ibunya El pingsan. Jadi, aku bawa ke sini dan sekarang lagi ditangani oleh dokter." Ucap Vita.
"Tadi, aku lihat ada seseorang yang mondar- mandir disini jadi aku samperin aja ternyata kamu. El nya sekarang dimana?"
"Lagi di dalam, nemenin ibunya."
"Kasian banget anak itu, tapi dia juga sangat gigih dan kuat. Semoga cobaan ini segera berakhir." Ucap Andi.
"Oh ya, kamu kerja sampai jam berapa?"
"Ini udah selesai. Kamu kesini naik apa? Aku antar pulang?"
"Sama El tadi, cuma aku mau temenin dia bentar dulu. Kasian dia, sedih terus setiap harinya"
"Yaudah, aku temenin juga kalau gitu. Toh, aku juga nggak kemana- mana setelah ini." Ucap Andi santai.
Elea pun keluar dengan lemas dan menundukkan wajahnya.
"El, kamu kenapa?"
"Ini semua pasti gara - gara aku tadi nyebutin di kampung. Jadi, ibu kesakitan gini..." Elea merutuki dirinya dengan rasa bersalahnya.
"Justru itu bagus, mungkin ibumu mengingat kejadian itu. Itu tandanya ada perkembangan baik untuknya." Jawab Andi.
"Benarkah dok?" Ucap Elea dengan banyak harapan disana.
"Tentu saja, kamu harus terus berdoa El." Ucap Andi. Elea pun mengangguk dan tersenyum.
Dibelahan bumi lain, Candra yang berada di kamar Apartement nya ia merasa sangat kesepian.
Ia juga tidak menghubungi Elea sudah beberapa hari terakhir.
"Sepi juga ya, tapi sepertinya Elea juga tak menyukaiku. Yasudah, aku harus move on darinya aku akan membiarkan dia bahagia." Ucap Candra berdialog bersama dirinya sendiri.
Tak berselang lama, ia mendapatkan sebuah pesan singkat.
"Ndra, kamu dimana?" Isi pesan dari Pras.
1 jam berlalu tak ada balasan dari Candra, Pras pun mulai frustasi.
"Mbok, apa Candra menghubungimu?" Tanya Pras dengan wajah lelahnya.
"Tidak tuan."
"Duh, kemana sih anak itu. Ini semua gara - gara Sinta." Ucapnya sambil memukul meja yang ada di depannya.
"Tu-tuan, jadi sebenarnya..." Ucap mbok Ijah dengan wajah takut ia meremas ujung bajunya.
"Iya, apa mbok? Apa mbok menyembunyikan sesuatu?" Tanya Pras.
"Jadi, sebenarnya den Candra memiliki Apartemen di daerah dekat sini tuan." Mendengar penuturan mbok Ijah membuat Pras tercengang.
"Sejak kapan mbok? Bagaimana bisa aku tidak tau?"
"Sudah lama tuan, memang den Candra sengaja tidak memberi tahu tuan." Mendengarnya, akhirnya Pras bergegas menuju ke Apartemen Candra.
Ia tidak mau menunda lagi untuk mengatakan yang sebenarnya terjadi.
Karena, semakin lama ia memendam rasa bersalahnya.
Ia melajukan mobilnya membelah luasnya jalanan tersebut.
Hingga beberapa menit kemudian ia sampai di Apartemen Candra.
"Duh... Lupa lagi nomor berapa? Kenapa sih nggak tanya dulu tadi." Ucap Pras sambil menepuk jidatnya.
"Aku hubungin mbok Ijah dulu." Ucap Pras. Ia mengotak atik ponselnya mencoba menghubunginya.
Tiba- tiba, matanya menatap siluet seorang perempuan bersama laki- laki muda.
"Sialll...." Decak Pras kala itu.
Ya siapa lagi kalau bukan Sinta yang ia lihat bersama dengan berondongnya.
Hatinya semakin perih, ia mengikuti Sinta diam- diam hingga mereka tiba di Apartemen milik Sinta.
Saat ia, sedang berjalan tergesa- gesa ia menabrak seseorang.
"Papa... Ngapain papa disini?" Tanya Candra dengan kaget.
"Itu papa tadi, ngikutin mama kamu?"
"Mama? Aku nggak punya mama." Ucap Pras ketus sambil menolehkan pandangannya.
Deg...
.
.
Tetap stay ya gais, dan terima kasih yang selalu menunggu update an aku. Loppp sekebooonnn ❤️❤️❤️🫶🫶🫶🫶
makasih Thor, do'a terbaik juga buat dirimu Thor 🙏😍😍