Bagaimana rasanya mencintai seorang pembunuh?
Bermula dari cerita masa kecil (1-7 bab) kedatangan Ray dengan ibu nya menjadi keluarga tiri Yara di mana Yara sangat akrab dengan mereka
Kerna suatu masalah Ray kabur dari rumah meninggalkan Yara yang selalu menantinya
10 tahun kemudian Yara bertemu dengan seorang pembunuh yang ternyata senior di sekolah nya, Yara mengancam nya lalu berakhir di sekap di tengah hutan yang berbahaya di mana Yara tidak bisa lari dan hidup berdua dengan pembunuh yang ternyata adalah Ray sang kaka tiri yang selama ini Yara cari
#Kriminal
#Romantis
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rinnaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Mata Yara terasa berat kerna kantuk, dengan berjalan khas orang ngantuk,Yara pergi menuju kamar tempat Yara pertama kali sadar di rumah ini.
Yara membaringkan tubunya lalu menarik selimut hingga ke lehernya, Yara akui kamar ini sangat nyaman membuatnya cepat terlelap.
Tak lama kemudian Ray masuk dan ikut barbaring disebelah Yara, ia tatap wajah Yara yang sudah tertidur pulas membuatnya tersenyum kecil di sudut bibirnya.
“Padahal aku ingin membencimu, tapi kenapa tidak bisa,Yara? Tangan mungil yang hangat saat menyambut kedatanganku ke rumahmu waktu kita kecil, masih teringat jelas di otakku. Saat kau menjauhiku kau membuatku merasa terkhianati, sebenarnya apa alasanmu dulu menjauhiku?” ucap Ray pelan sambil mengelus puncak kepala Yara.
Subuh hari Ray terbangun lebih dulu, ia bergegas mandi bersiap siap untuk pergi.
Yara sedikit terusik dengan bulu-bulu yang terasa ada di lehernya “Apa ini?” gamam Yara dengan suara khas bangun tidur.
“Meong”
“Kucing? Kau tidur di sini juga?”
“Meong”
“Yara kau sudah bangun? ” Ray sudah rapi dengan seragam sekolahnya.
“Kak Ray mau kemana?”
“Sekolah.”
“Terus Yara bagaimana?”
“Kau di sini saja bersama Moco, ingat jangan ke luar rumah selain di teras. Kau tau kan bahaya nya apa.” Ray memasukkan buku-buku yang ada di meja belajarnya ke dalam tas.
“Maksud Yara bagaimana dengan sekolah Yara?”
“Salah sendiri membuat masalah denganku, dah ya, kaka pergi Yara tenang saja di sini aman.” Ray pergi ke luar, sedangkan Yara terbengong mencerna perkataan Ray.
“KAK RAY!!” Teriak Yara berlari keluar, tapi Ray sudah jauh berlari di tengah hutan yang masih terlihat gelap kerna matahari belum timbul.
“Dia berjalan kaki? kemana ia letak kan mobilnya?” tanya Yara pada Moco yang mengikutinya.
“Meong” Sahut Moco, hanya itu yang bisa kucing jawab, jangan berharap lebih.
“Nama mu moco kan? Bagaimana ini Moco, aku takut. Dia meninggalkan gadis lemah sepertiku di hutan berbahaya seperti ini sendiri,” rengek Yara, dengan cepat ia masuk dan mengunci pintu.
Yara kembali ke kamarnya dengan membawa Moco, ia kembali menidurkan tubunya sambil memeluk kucing putih berbulu lebat itu.
“Dasar Ray brengsek,” maki Yara merutuki Ray yang meninggalkannya.
...----------------...
Sementara itu di sisi lain Poppy sudah pulang berkat Agha dan rekannya yang berhasil melacak keberadaan Poppy, kini semua orang sedang memarahi Poppy kerna telah membuat khwatir mereka.
“Maaf mah pah, Poppy kira dengan pura-pura hilang, mantan Poppy akan mencari dan meminta maaf,” tangisnya dengan berlutut.
“Maka dari itu kau bersembunyi di rumah temanmu yang bernama Gilang itu? kau tau Yara sangat menghawatirkanmu bahkan rela mencarimu ke daerah pelosok hingga malam? Sekarang entah bagaimana nasib putriku di tangan pembunuh itu” tangis papa Calvin.
Reva dan nenek Tayla sudah bengkak mata, menyesali perbuatan mereka selama ini yang bahkan tidak seharusnya mereka lakukan hanya semata mata kerna Yara membantah perkataan mereka.
“Bagaimana Agha apa sudah ada kabar tentang Yara?” tanya Reva kerna melihat Agha yang sibuk berbicara dengan rekan kerjanya.
“Belum mah,” ucap Agha lirih.
“Yara kamu di mana nak?” Tangis mama Reva semakin manjadi.
Memang sudah sifat manusia kalau sudah hilang baru terasa, segala penyesalan akan datang tiba-tiba dan berharap bisa memutar waktu untuk memperbaiki nya. Itulah yang sekarang dirasakan oleh Reva, ia mengingat bagaimana ia mengucilkan Yara dan mengatainya pengkhianat.
Tapi anak itu tidak membenci Mamanya dan selalu menerima perlakuan Reva bahkan tidak mengadukan hal itu kepada papanya agar orang tua tidak bertengkar, itu akan lebih menyakitkan dari pada dipukuli.
Tbc.