(Novel sedang dalam tahap perbaikan. Akan ada perbaikan kata dan perubahan bab. Maaf untuk Season 2 yang saya hapus)
Demi membalaskan dendam kematian kedua orang tuanya, Hanan Kourosh, Seorang Ceo pemilik perusahaan terkenal ibukota.
Rela menikahi seorang gadis yang tak ia cintai dan tak sesuai standarnya, Zara Altair. Seorang gadis yatim piatu, putri dari pembunuh kedua orang tuanya. Dengan rupanya yang jauh dari kata cantik dan memiliki tompel besar di pipinya.
Pernikahan tanpa cinta pun dijalani, tak terlihat sedikitpun bahwa pernikahan hanya didasari pada balas dendam
Akankah Zara mendapat kebahagiaannya, atau....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kleo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28 (CUKUP SULIT)
Halo, maaf, ya. Jika ko banyak hiatus, karna ko banyak merevisi cerita ko. Dan disini cerita dari bab 28 yang kemarin di ubah, karna waktu ko nyambungin bab 28 dan 29 ke alur akhir, itu benar-benar gak nyambung. Jadi bab 28 yang baru, selamat menikmati cerita ko.
“Kau bukan putri pembunuh!”
“Lalu apa, hah. Jelaskan padaku?
Hanan hanya diam, lidahnya terasa kelu untuk mengatakan kebenaran dari mulutnya langsung.
“Dari diamnya anda. Itu sudah menjelaskan semuanya, tolong pergilah, saya bisa merawat diri saya sendiri tanpa bantuan anda, Tuan”
Untuk sejenak Hanan terdiam, tapi pada akhirnya ia menuruti apa yang di katakan Zara. Hanan pergi meninggalkan kamar, di susul dengan kedatangan para pelayan sebagai gantinya.
Hari-hari terus berlalu, semenjak kejadian malam itu Zara selalu mengurung dirinya di dalam kamar. Tidak ada interaksi dengan orang di sekitarnya, bahkan hubungannya dengan Hanan pun semakin renggang.
Hanan yang menghawatirkan kondisi sang istri, hanya bisa mengutus para pelayan untuk melihatnya. Ia juga tidak lagi satu kamar dengan Zara.
Hanan merasa sangat bersalah, tapi nyalinya ciut untuk mengatakan kebenaran. Rumah yang ia tinggali selama ini pun terasa sepi, semua orang hanya berfokus pada pekerjaan masing-masing.
Dengan suasana yang sengat berubah, membuat Hanan semakin asing berada di rumah sendiri. Semua orang diam, Arfan, Huta, bahkan Jahan mereka diam seperti mayat hidup.
Siang itu Helen datang berkunjung, ia langsung menemui Hanan di ruang kerjanya. Mengajak keponakannya yang sedang kalut itu untuk berbicara serius.
Helen menarik kursi dan duduk di depan meja keponakannya itu. Ia menatap lekat pada raut wajah dan ekspresi Hanan yang hampa.
“Hanan, apa yang terjadi denganmu? Kenapa wajahmu seperti itu?”
“Tidak, ada yang terjadi dengan ku, Teyze. Aku ... hanya merasa sedikit kalut sekarang. Semuanya tampak begitu rumit untuk selesaikan hanya dengan kata”
Mendengar perkataan Hanan, Helen menarik nafas panjang “Bibi percaya kau bisa menyelesaikannya. Bibi, tahu bahwa kau sulit untuk mengatakan kebenaran pada Zara bukan?
Hanan menatap heran pada sang bibi “Dari mana, Teyze tau hal itu?”
Helen tersenyum menatap keponakannya itu. “Jahan yang menceritakan semuanya pada bibi. Tentang bagaimana hubunganmu dengan Zara. Jujur, bibi sangat marah padamu ketika mendengar itu. Bagaimana mungkin kau membalas semuanya pada seorang wanita yang tidak tahu apa-apa tentang orang tuanya. Itu perbuatan yang jahat, Hanan. Bibi tidak pernah mengajarkanmu menjadi seperti itu bukan?”
“Maafkan aku, Teyze”
“Sudah berulang kali. Bibi, memperingatimu. Jangan membalas dendam, karna orang tuamu tidak akan senang melihat itu. Tapi kau malah—“
“.....”
“Dengarkan bibi. Bibi, tahu kau bisa menyelesaikan masalahmu. Berusahalah untuk meminta maaf pada Zara, Hanan. Terima dan cintai dia, karna sekarang dia adalah istrimu dan dia pantas untuk mendapatkan itu”
Hanan diam untuk sejenak “Cukup mudah untuk mengatakan, Teyze. Tapi cukup sulit untuk melakukannya. Ini situasi di mana hanya ada rasa bersalah dan tidak untuk selebihnya”
“Ya, bibi tahu. Tapi bibi percaya bahwa kau bisa melakukannya”
Hanan tak menggubris perkataan selanjutnya dari sang bibi, ia hanya diam sambil menatap keluar jendela.
Helen mendengus pelan, ia berdiri dari kursinya dan pergi tanpa sepatah kata pun.
Helen yang keluar dari ruang kerja Hanan, pergi bersama Arfan menuju kamar utama di mana Zara berada. Arfan mengetuk pintu, dan balasan terdengar dari dalam.
Helen masuk ke kamar Zara, ia menyuruh Arfan untuk meninggalkannya. Arfan mengiyakan, ia pergi meninggalkan Helen dengan menunduk memberi hormat.
Ketika kakinya melangkah masuk, Helen melihat ke sekitar, ruangan tampak gelap, tirai di tutup dan lampu di matikan. Ini masih siang tapi tak sedikit pun cahaya masuk ke ruangan itu.
Sebenarnya apa yang terjadi pada Zara, apa yang membuatnya jadi gadis aneh seperti itu.
Helen duduk di sampingnya, ia menatap iba pada sesosok wanita di hadapannya, tubuhnya tampak kurus, rambutnya berantakan, bibirnya kering dan matanya tampak sayu.
“Zara!” Panggil Helen pelan
Zara diam tak menjawab.
“Sayang, apa kau tidak senang bibi mengunjungimu?”
Zara menggeleng pelan.
“Lalu, kenapa kau diam saja. Zara, kau tahu? Bibi datang kemari untuk menjengukmu, bibi mendapat kabar kalau kau sakit. Katakan pada bibi, apa kau ingin sesuatu?”
Zara lagi-lagi hanya menggeleng.
“Baiklah, jika kau tidak ingin sesuatu. Bibi tidak bisa memaksamu, tapi setidaknya kau makanlah sedikit, kata Arfan kau belum makan apa-apa sejak kemarin”
“....”
“Zara”
“.....”
Zara yang sedikit pun tak menjawab, membuat Helen terdiam. Ia lalu mengusap rambut Zara dan memeluknya.
Untuk beberapa saat Helen duduk diam, tapi pada akhirnya memilih untuk pergi
“Karna bibi masih memiliki banyak urusan. Bibi tidak bisa lama-lama, bibi harus pergi sekarang. Kau jaga dirimu baik-baik, ya” Ucap Helen.
Seperti yang di perkirakan, Zara hanya diam. Tak menjawab sedikit pun. Helen melangkah keluar, ia berjalan pelan sambil melihat sekitarnya
🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋
Beberapa hari setelah kedatangan Helen. Zara secara berangsur pulih dari sakitnya, ia mulai kembali sehat dan memutuskan untuk kembali bekerja.
Seperti kebiasaannya, setelah mandi ia memoles abu hitam ke seluruh tubuhnya. Zara yang telah selesai bersiap langsung mengambil tas selempangnya dan berlalu pergi.
Belum sempat ia melangkahkan kakinya menuruni tangga, Hanan yang kebetulan memilih kamar di samping Zara terlihat membuka pintu dan memanggilnya.
“Zara, kau ingin pergi ke mana sepagi ini?” tanya Hanan dengan suara khasnya yang dingin seperti biasa
Mendengar namanya yang di panggil, Zara menoleh. Ia menatap dingin pada Hanan
“Anda tidak harus tau, ke mana pun saya pergi, Tuan. Bukankah saat itu saya sudah mengatakan dengan jelas, ‘Tidak usah memperhatikan saya hanya rasa kasihan, Tuan’. Atur saja semua urusan tuan, tapi jangan melibatkan saya di dalamnya” Jawab Zara.
Zara langsung berlalu, melanjutkan kembali langkahnya. Meninggalkan Hanan yang diam terpaku di tempatnya.
“Aku memang merasa bersalah padamu, tapi aku tidak bisa mentolerir sikap menjengkelkanmu itu, Zara” Gerutu Hanan
Ketika Zara berada di lantai bawah, ia bertemu dengan Arfan. Seperti biasa Arfan menyapanya, tapi kali ini ia terlihat berbeda. Ada wajah serius di balik senyumnya itu.
“Nona, nona ingin pergi bekerja?”
“Ya, paman. Hari ini aku sudah merasa baikkan, jadi aku ingin pergi bekerja”
“Ya, kalau begitu selamat bekerja, Nona. Oh, ya. Nona. Motor skuter Nona sudah tersimpan di bagasi, kemarin nyonya Helen yang menyuruh seseorang untuk mengantarkannya”
“Benarkah! Ya, terima kasih paman”
Di Restoran....
Zara yang telah sampai di depan restoran, mematikan mesin motornya, ia diam sejenak sambil memperhatikan raut wajahnya.
“Baiklah sekarang kau harus tersenyum, jangan membawa raut kesedihan pada pekerjaan” Ucapnya menyemangati diri sendiri.
Ketika seulas senyum telah muncul dan terpampang di wajahnya, Zara mulai berjalan memasuki restorannya. Ia mulai menyapa para pegawai, terutama pada Halima.
“Selamat pagi!” sapa Zara
“Pagi Zara!” Balas para koki dan pelayan.
Halima yang mendengar suara Zara dari lantai atas langsung berlari menuruni tangga dan memeluk Zara.
“Oh, Kazar. Akhirnya kau kembali, sudah lama aku tidak melihatmu!”
“Ha, ha. Halima. Kau sangat merindukanku, ya. Maaf jika beberapa minggu ini tidak bisa ke restoran”
“Iya, aku tahu. Saat itu kan Kazar sedang sakit. Buat apa memaksakan diri untuk pergi ke restoran”
Zara tertawa kecil, ia lalu naik ke lantai atas bersama Halima. Sedang koki dan pelayan mereka telah sibuk untuk mengurusi para pelanggan.
Sementara itu, di Rumah.....
Hanan yang selama beberapa hari memutuskan untuk melakukan pekerjaannya di rumah, terlihat sedang berbicara serius dengan seorang pria asing. Pria itu terlihat menggunakan mantel berwarna hitam dan topi fedoranya yang khas.
Dari kopernya Pria asing itu mengeluarkan sebuah amplop map yang ia letakan di atas meja kerja Hanan.
“Ini semua informasi yang anda minta, Tuan. Maaf jika saya memberikannya terlambat dari tempo yang di berikan”
Hanan tak menjawab, ia hanya melirik pada amplop map yang di letakan pria asing ini di meja. Ia lalu menarik kursi dan duduk di depan meja kerja Hanan.
“Seperti yang anda minta, Tuan. Saya sudah mencari informasi tentang Zara secara detail. Saya menemui fakta bahwa sebelum ia dan keluarganya pindah ke ibukota. Mereka mendapat teror penembakan dari seseorang yang tidak di kenal. Yang saat itu hampir memakan korban jiwa, peluru hampir mengenai paman dari Zara, Murade Altair
“Saya juga mendapatkan fakta bahwa sebelum Zara dan keluarganya pindah ke ibukota, Zara tidak memiliki tompel di wajahnya dan kulitnya tidak kusam seperti sekarang. Hal itu saya tanyakan pada orang-orang yang kemungkinan tahu tentang Zara. Tetapi, ketika saya menunjukkan foto Zara yang sekarang mereka tidak mengenalnya, dan mereka memberikan saya foto Zara semasa kecil”
“Hanya itu yang bisa saya sampaikan pada tuan, tentang informasi lainnya, Tuan bisa melihatnya di amplop map yang saya berikan. Di amplop itu saya juga meletekkan foto semasa kecil Zara”
Hanan mengangguk, ia mengambil buku cek dari lacinya. Menulis beberapa angka dan memberikannya pada pria asing itu
“Terima kasih, Tuan” Ucap pria asing sembari melemparkan senyum pada Hanan sebagai perpisahan.
Pria asing mengambil koper, memperbaiki topi fedoranya dan pergi meninggalkan ruang kerja Hanan.
keren ceritanya
semangat