Seorang bocah ikut masuk dalam mobil online yang di pesan Luna tanpa ia sadari karena mengantuk. Setelah tahu bahwa ada bocah di sampingnya, Luna ingin segera memulangkan bocah itu, tapi karena kalimat bocah itu begitu memilukan, Luna memilih merawat bocah itu beberapa hari.
Namun ternyata pilihannya merawat bocah ini sementara, membawa dampak yang hebat. Termasuk membuatnya berurusan dengan polisi bahkan CEO tempatnya bekerja.
Bagaimana kisah Luna membersihkan namanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lady vermouth, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 28
Luna tidak menyangka Elio akan menolak ajakannya untuk bareng. Ini pertama kalinya. Dia makin penasaran siapa Yudha sebenarnya hingga bisa membuat Elio lengket dengannya.
"Kamu baru saja datang, Yudha?" tegur Ian yang baru saja turun dari panggung. Naura ikut melihat ke arah Yudha. Luna menoleh dan mengangguk hormat.
"Ya. Maaf. Aku kesiangan." Yudha tersenyum. Luna melirik. Dari tata cara bicara mereka, bisa di pastikan keduanya sudah sangat mengenal. Mereka teman?
"Elio, kenapa kamu di gendong Om Yudha? Mungkin saja Om capek makanya bangun kesiangan," kata Naura menyindir.
"Tidak. Aku mau sama Om Yudha." Elio bersikukuh untuk bersama Yudha.
"Bukannya tadi kamu memaksa bareng sama Tante Luna? Kenapa sekarang kamu sama Om Yudha?" tanya Ian sambil menoleh pada Luna yang berdiri.
"Emmm ... Soalnya Om Yudha itu mirip mama." Sebuah jawaban yang mengejutkan. Luna melihat ke arah Yudha yang mengerjapkan mata. Pria itu kemudian tersenyum.
Mirip dengan mamanya Elio? Apa wajahnya mama Elio seperti Yudha?
"Elio pasti bercanda. Mungkin dia bicara seperti itu karena aku adalah teman mamanya." Yudha mencubit pipi Elio dengan gemas. Bocah itu tertawa senang.
"Oh, ya Yudha. Kenalkan dia karyawan ku." Ian mengenalkan Luna pada Yudha.
"Oh, dia karyawan kamu Ian," kata Yudha mulai mengerti. Luna mengulurkan tangan. Ini membuat Yudha terkejut. Karena bagaimanapun mereka sudah saling kenal. Kenapa Luna sengaja mengulurkan tangan untuk berkenalan?
"Saya Luna," ujar Luna sopan. Yudha mengerjap.
"Kamu tidak mengulurkan tangan menyambut tangan Luna, Yudha?" tanya Ian heran.
"Oh, ya. Aku Yudha." Akhirnya Yudha mengulurkan tangan juga. Mereka pun bersalaman.
"Dia ini pengacara keluarga ku, Luna." Ian memberi penjelasan. Dari sini Luna paham kalau mereka semua saling berhubungan. Makanya Elio tampak dekat.
Kenapa harus ada kaitannya, batin Luna lesu.
...***...
Pelepasan jalan santai di lakukan oleh pejabat daerah yang di undang. Semuanya pun berjalan menjauh dari pelataran parkir perusahaan. Alhasil, grup terpecah jadi dua. Ian dan Naura, sementara Luna bersama Elio yang terus saja menempel pada Yudha.
Luna sudah meminta pada Elio untuk gabung dengan teman-teman satu ruangan, tapi bocah itu menolak. Dia ingin bersama Luna dan Yudha. Menurut Luna, ini kombinasi yang aneh.
"Meskipun sudah lama tidak bertemu, kamu terlalu jahat jika berpura-pura tidak mengenalku," kata Yudha memulai obrolan. Karena sepertinya Luna enggan bicara kalau dia tidak bicara.
Orang jahat itu adalah menghilang tanpa jejak. Luna ingin mengatakan itu, tapi dia tahan. Karena itu berarti dia menunjukkan pada pria ini kalau dulu sempat mencari-carinya. Luna gengsi.
"Itu tidak jahat. Itu biasa saja," bantah Luna. Baginya sungguh menjengkelkan bahwa Yudha bersikap biasa saja setelah peristiwa itu. "Aku pikir kamu akan menyebut namaku dengan nama orang lain."
"Tidak. Aku masih ingat nama kamu."
Elio hanya melihat kedua orang ini dengan tatapan heran.
...***...
Setelah berhasil lepas dari Elio, Luna menyeret tangan Karin yang melintas di depannya.
"Hei, mau di bawa aku ini?" tanya Karin panik. Setelah dapat tempat sepi, Luna menghentikan kakinya berjalan.
"Hei, kamu tahu kan kalau Yuda bakalan muncul di sini?"
"Yuda? Jadi beneran pria itu?" tanya Karin merasa surprise. Luna mengerutkan keningnya.
"Jadi kamu enggak tahu kalau Yuda itu bagian dari perusahaan ini?" selidik Luna.
"Benarkah? Enggak tahu. Enggak tahu sama sekali. Benarkah?" Karin tampak ikut terkejut. Dia yang biasanya tahu soal siapa saja, kini mendadak kehilangan informasi.
"Ya. Pak Ian bahkan sempat mengenalkan aku dengan dia. Kamu kan sempat ngasih tau aku kalau melihat seseorang yang aku kenal." Luna ingat secuil info dari temannya ini.
"Iya, tapi aku bukan benar-benar melihat itu Yudha. Aku hanya merasa itu mirip dengan dia. Apa Yudha juga bekerja di perusahaan ini?" tanya Karin.
"Dia menjadi pengacara keluarga Pak Ian," jelas Luna.
"Emmm ... berarti dia yang tahu soal surat wasiat itu ya ..." Karin menerka.
Luna menghela napas.
"Mungkin. Dia masih ingat namaku, tapi ... dia tidak pernah ingat bahwa dia pernah menipuku," ujar Luna geram.
"Berarti dia lupa kalau pernah menyatakan cinta padamu?" selidik Karin.
"Tentu saja. Pria bodoh itu tentu melupakannya."
"Pengacara bukan pria bodoh," ralat Karin.
"Tapi dia tetap bodoh saat berusaha menipuku."
"Ku rasa kamu yang bodoh karena berhasil di tipu," pungkas Karin telak.
"Benar. Sialan Si Yuda!"
...***...
Yuda menepuk telinganya pelan. Ia merasa ada sesuatu di telinganya. Itu membuat rasa gatal yang tiba-tiba. Mungkin karena sekarang Luna sedang membicarakan dirinya.
"Aku pikir kamu tidak datang," kata Naura. "Ian sudah menunggu mu sejak tadi."
"Kenapa berpikir kalau aku tidak datang? Itu tidak mungkin. Bukankah Elio sedang menunggu om?" tanya Yuda pada Elio yang masih duduk di pangkuannya. Bocah itu mengangguk.
"Ah Luna. Dia karyawan di sini atau di rumah kamu?" tanya Yuda ingin tahu. Naura melirik. Ini tidak biasanya. Yuda jarang sekali bertanya soal wanita. Karena Naura tahu benar siapa wanita yang sangat di cintai pria itu.
"Dia karyawan perusahaan. Mungkin kamu bertanya karena dia dekat dengan Elio," tebak Ian benar.
"Ya. Elio kan sangat jarang dekat dengan orang luar." Yuda tampak paham soal bocah itu.
"Elio pernah kabur dari rumah dan tinggal di rumah perempuan itu," kata Naura memberi keterangan. Elio melirik tajam ke arah Naura yang mengungkap soal dirinya.
"Luna?" tanya Yuda terkejut.
"Ya," sahut Naura. Kepala Yuda manggut-manggut.
"Aku pikir dia tidak suka dengan anak kecil." Yuda tergelak ringan. Ini aneh.
"Tante Luna itu baik sekali ke Elio. Dia top. Mirip dengan mama." Semua terkejut dengan kalimat Elio. Bocah ini makin sering mengaitkan Luna dengan mamanya. Membuat Ian terpikir lagi soal istrinya.
"Oh, ya? Tante Luna baik seperti mama?" tanya Yuda pada Elio.
"Iya. Aku suka sama Tante Luna," kata Elio tegas. Ini sangat menohok Naura yang ada di sebelah Ian. bibirnya menipis mendengar itu. Bola matanya melirik Yuda. Pria itu tampak tertawa dengan bocah itu.
Ian terdiam sambil menatap keduanya. Seringkali Ian merasa kedekatannya dengan Elio begitu jauh. Ia yang begitu terpukul dengan kematian istrinya, sedikit menjauh dari bocah kecil tanpa dosa ini. Karena melihat wajah bocah kecil yang mirip istrinya, membuat kesedihannya kembali muncul.
"Ian, kamu tidak apa-apa?" tanya Naura seraya menggenggam tangan Ian.
"Ah, ya. Aku tidak apa-apa." Ian mengangguk dan tersenyum tipis. "Oughh!" tiba-tiba Ian berteriak.
"Ian ... Kamu kenapa?" tanya Naura panik. Yuda ikut terkejut. Elio hanya mengerjapkan mata melihat papanya.
Naura melihat ke arah Yuda. Ada rasa cemas dalam tatap mata perempuan ini. Yuda menurunkan Elio. Lalu mendekat ke arah mereka.
...____...