Tak kusangka cinta berselimut dilema bisa datang padaku!
Rena Arista seorang dosen muda yang berusaha meraih mimpinya untuk bisa menikah dengan tunangannya yang sangat dicintainya.
Pada saat bersamaan datang seorang pria yang usianya lebih muda dan berstatus sebagai mahasiswanya, memberikan cintanya yang tulus. Dengan perhatian yang diberikan pria itu justru membuat Rena meragu atas cintanya pada tunangannya.
Sebuah kisah cinta segitiga yang penuh warna. Bagai rollercoaster yang memicu adrenalin menghadirkan kesenangan dan ketakutan sekaligus.
Akankah Rena mampu mempertahankan cintanya dan menikah dengan tunangannya?
Ataukah dia akan terjebak pada cinta baru yang mengguncang hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eren Naa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku sudah bertunangan
Disebuah kafe
Rena meminum minumannya sambil memainkannya dengan sedotan dan sesekali melihat jam tangannya. Sepertinya dia sedang menunggu seseorang. Tak lama kemudian, masuk seorang pria jangkung yang sangat dikenalnya. Beberapa pengunjung memperhatikan pria itu dengan tatapan kagum, dia berjalan menuju meja Rena dengan baju semi formal, kemeja putih berbalut blazer navi dengan paduan celana Chino dan sneaker putih membuatnya tampil seperti eksekutif muda. Rena menyambutnya dengan senyuman.
"Kenapa senyum-senyum?" tanya Yori menyelidik sambil duduk di hadapan Rena.
"Kamu seperti om-om kalau berpenampilan begitu?" jawab Rena mengejek.Yori mendelikan matanya. Rena tertawa renyah sambil menutup mulutnya. Tak lama seorang pramusaji datang untuk mencatat pesanan Yori dan kemudian meninggalkan meja mereka.
"Kamu beneran sudah selesai kerja?" tanya Rena sambil menatap pria tampan itu. Dia menikmati indahnya maha karya Sang Pencipta yang selama ini sering diabaikannya.
"Tentu saja. Kamu sudah lama nunggu?" Rena menggeleng dan tersenyum manis. Yori tertegun, terpesona pada senyuman gadis di hadapannya itu, dia mengalihkan pandangannya demi meredam perasaannya yang tidak karuan. Kemudian pesanannya pun datang.
"Bagaimana kerjaanmu? Kamu menyukainya?" tanya Rena memecah kecanggungan mereka
"Lumayanlah," jawab Yori singkat.
"Apa yang ingin kamu bicarakan?" Mereka berkata berbarengan.
"Kamu duluan!" kata Yori tegas namun dengan suara yang lembut. Rena ragu-ragu. Dia mengedarkan pandangannya. Mencari celah yang nyaman untuk berbicara. Yori yang menyadari kegelisahan gadis itu, segera menghabiskan minumnya kemudian berdiri.
"Kita cari tempat lain saja!" Dia berjalan menuju meja kasir dan menyelesaikan pembayaran.Rena mengikuti langkah Yori yang berjalan menuju parkiran dan masuk ke dalam mobil. Mereka pun meninggalkan kafe itu. Setelah sekian menit berlalu dalam keheningan di perjalanan, mereka sampai di sebuah taman yang menawan dengan danau buatan yang menyejukkan mata. Mereka duduk di salah satu bangku disana.
"Kamu biasa ke sini?" tanya Rena membuka pembicaraan.
"Dua kali dengan ini," jawab Yori singkat.
"Aku baru tahu ada tempat seindah ini di kota ini."
Rena menarik nafas menghirup sebanyak-banyaknya udara segar yang jarang ditemui di tengah padatnya kota. Yori tersenyum memperhatikan gadis itu.
"Emm ...Yori aku mau bertanya dulu sebelumnya, boleh kan?" Rena bertanya dengan ragu-ragu.
"Apa itu?" jawabnya singkat. Dia melihat Rena sekilas kemudian mengalihkan pandangannya menatap danau yang terhampar di hadapannya.
"Selama ini kamu menganggapku apa?" tanya Rena pelan. Yori mengalihkan pandangannya. Dia menatap manik kecoklatan milik Rena.
"Menurutmu?" katanya datar.
"Ayolah ... just answer it, please!" Rena meminta dengan wajah memelas. Ia tidak ingin berbelit-belit lagi seperti biasanya meladeni pertanyaan Yori.
Hening...
"Apa aku boleh menganggapmu lebih dari teman?" Yori menatap dalam mata Rena. Mencoba menyelami isi hati gadis cantik yang selalu mempesonanya itu.
"Seperti apa itu?" Tanya Rena membalikkan keadaan.
"Menjadi kekasih misalnya!" Yori masih menatap manik mata gadis itu mencoba meraba-raba jawabanya di sana. Rena membeku. Sepertinya dugaannya benar. Bahwa rasa simpatik itu berubah menjadi cinta. Bahwa semua perhatian itu menjadi harapan yang selalu dirindukannya.
"Kenapa diam? Apa aku salah mengartikan sikapmu selama ini?" tanya Yori penasaran. Dia yakin selama ini Rena juga menyukainya. Rena menggeleng cepat. Air matanya pun tak kalah cepat menetes membasahi pipinya.
"Rena, ada apa?" Yori berjongkok dihadapan Rena, menghapus air mata gadis itu.
"Ma-af ... maaf Yori ini semua salahku!" kata Rena terbata diantara tangisnya. Yori semakin bingung dan penasaran, tapi dia dengan sabar menunggu hingga gadis itu mau menceritakan apa yang terjadi sebenarnya sambil menggenggam tangan Rena.
"A-aku ... aku sudah bertunangan!" katanya dengan gugup dan pelan. Bahkan suaranya hampir tak terdengar. Namun tidak bagi Yori, perkataan Rena bagai sebuah bom yang meledak di hadapannya.
Yori terkejut dan melepaskan genggamannya. Dia berdiri menatap tidak percaya pada Rena.
"Kamu jangan bercanda!" katanya tegas. Air wajahnya terlihat bingung. Rena berdiri dan menatap lekat manik mata ke-abuan milik Yori.
"Aku tidak lagi bercanda Yor, aku serius. Ini yang sebenarnya mau aku ceritakan padamu!" jelasnya disela tangisnya.Yori berbalik, menendang batu yang ada didekatnya kuat-kuat dan hendak beranjak pergi, tapi Rena menahannya. Dia menarik lengan Yori agar mau kembali duduk dan berbicara dengannya.
"Kenapa kamu gak pernah cerita?" tanyanya dengan nada kecewa.
"Maaf, aku kira..." Kalimatnya terputus.
"Kamu mempermainkan aku kan?" sanggah Yori cepat. Rena menggeleng kuat. Dia kembali menggenggam tangan Yori. Namun pria itu hanya menatapnya dingin.
"Sungguh, aku tidak tahu kalau akan seperti ini!"
"Jadi kamu menganggap aku apa selama ini?" Yori bertanya dengan sarkastik.Rena kembali menangis. Rasanya dunianya berhenti berputar dan mengejek kebodohannya. Dia benar-benar telah menjadi penjahat bagi pria sebaik Yori yang selama beberapa bulan ini selalu ada untuknya.
"Aku akan mengantarkanmu pulang, aku tunggu di mobil!" katanya dingin, kemudian ia melangkah meninggalkan Rena yang masih menangisi kebodohannya. Dia tidak tahu harus berkata apa. Wajar jika Yori menganggapnya mempermainkan dia. Itu karena sikap Rena yang memberi harapan palsu pada Yori dan itu ternyata kembali ke dirinya sendiri. Hatinya bimbang. Rena telah menggali kuburannya sendiri dan bahkan rela masuk sendiri kedalamnya.
...----------------...
Seminggu berlalu...
Sejak hari itu Yori sama sekali tidak pernah menghubunginya. Bahkan panggilan dan pesan Rena selalu diabaikannya. Dia seperti menghilang begitu saja bersama luka yang Rena berikan untuknya. Wajar saja, Rena pun pasti akan melakukannya jika berada pada posisi Yori. Rena bersalah. Semuanya murni kesalahannya.
Disaat masalahnya dengan Yori belum terpecahkan, hubungan Rena dan Aldy juga tidak makin membaik. Meskipun Aldy kini selalu mengiriminya pesan setiap hari namun untuk berbicara melalui telpon dan panggilan video sangat jarang dilakukannya. Hal itu membuat jarak diantara mereka makin terasa jauh. Rena penasaran, entah apa yang sebenarnya terjadi, apakah Aldy benar-benar sangat sibuk atau ada hal lain yang membuatnya berubah. Itu yang menari-nari di benak Rena.
Liburan semester kali ini benar-benar membuat hari-hari Rena makin membosankan. Amanda yang berpergian keluar kota dan begitupun Yanti yang mudik ke rumah orangtuanya semakin melengkapi kesendiriannya. Ditambah lagi dengan ketidakberdaan Yori disisinya seperti hari-hari sebelumnya sungguh membuatnya tampak menyedihkan. Dia seperti seseorang yang dicampakkan.
Tiba-tiba terbersit ide yang ada di kepalanya. Dia mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu di mesin pencarian. Setelah beberapa kali menjelajahi beberapa aplikasi akhirnya dia tersenyum. Kemudian dia beranjak keluar kamarnya. Dia mendekati ibu dan ayahnya yang sedang menonton telivisi.
"Ayah ... Ibu, kalau Rena mau berpergian ke luar negeri boleh tidak?" tanyanya sambil duduk dan bergelayut manja di lengan ibunya. Kedua orangtuanya saling pandang kemudian menatap Rena lekat.
"Kamu mau kemana sayang?" tanya ibunya dengan lembut.
"Rena mau jalan-jalan ke Jepang," jawabnya mantap.
"Ke tempat Aldy?" kata Ayah menyelidik. Rena mengangguk.
"Apa kamu sudah mempersiapkan semuanya? Parpor dan Visa mu bagaimana?" Ayah bertanya lagi.
"Alhamdulillah, paspor Rena dulu masih bisa dipakai. Sisa Visanya yang di urus, itu pun kalau Ayah dan ibu ijinkan." Jelas Rena dengan mata penuh harap.
"Ayah sama Ibu sih setuju saja, asal di sana nanti Aldy yang menjemputmu, bukan begitu kan, Bu?" tanya ayah pada ibu untuk lebih menyakinkan Rena.
"Iya, sayang. Ibu khawatir nanti kamu nyasar disana kalau Aldy tidak mendampingimu."
"Iih Ibu ... Rena kan bukan anak-anak lagi, masa begitu saja nyasar. Ayah sama Ibu tenang saja. Aldy pasti jemput Rena di sana nanti," kata Rena meyakinkan orang tuanya.
"Kan ibu takut nanti anak cantik ibu atu-atunya ini ada yang ngarungin!" kata ibu lagi sambil mencubit hidung Rena. Mereka tertawa bersama.
Bersambung.
...****************...
bonus lumayan
Next lanjut