Sheina harus menelan pil pahit karena laki-laki yang dibencinya dari SMA tiba-tiba menuduhnya sebagai wanita malam, dan membuatnya kehilangan mahkota yang selalu dijaganya. Tak cukup sampai di situ, Sheina juga harus menghadapi kenyataan bahwa ia telah hamil tanpa suami.
Akankah laki-laki itu bisa meluluhkan hati Sheina yang sudah terlanjur membatu, demi anak mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itta Haruka07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TGM Bab 4
Keyla membantu Sheina mengemasi pakaian dan barang-barang milik Sheina sesuai perintah papanya. Keluarga Sheina memang keluarga terpandang, terutama keluarga dari papanya itu. Bagi mereka, hamil di luar nikah adalah aib, apapun alasannya, dan papa Sheina termasuk orang yang sangat tunduk dengan aturan keluarga besarnya.
Sheina berpamitan dengan papa mamanya yang tengah duduk di ruang keluarga. Papa Sheina melengos saat Sheina hendak mencium tangan laki-laki itu.
"Pa, maafin aku. Aku diperko*sa, Pa, dan aku nggak bisa ngelawan dia," kata Sheina yang masih berusaha mendapatkan maaf papanya.
"Kamu pikir papa percaya sama kamu. Kalau kamu diper*kosa, kenapa nggak langsung lapor polisi? Apa pun alasan kamu, kamu tetap harus keluar dari rumah ini," ucap papa tanpa mau menatap putrinya.
"Oke. Shein pergi, Pa. Jaga kesehatan Papa," ucap Sheina.
Papa langsung berdiri meninggalkan ruang keluarga.
*
*
*
Di sinilah Sheina saat ini, sebuah rumah kontrakan kecil yang didapat dengan harga yang lumayan murah. Bersama Keyla, Sheina membersihkan kamar barunya dan merapikan barang-barangnya.
"Gue sebenarnya mau pergi sama Tito, tapi lihat lo kayak gini, gue jadi nggak tega," ucap Keyla membuka obrolan, setelah beberapa lama mereka saling membisu.
"Nggak pa-pa, Key. Thanks udah bantuin pindahan," balas Sheina.
"Jujur deh sama gue, siapa yang hamilin lo?" tanya Keyla dengan serius. "Kalau temen SMA lo, sedikit banyak gue pasti kenal."
"Bara," jawab Sheina dengan singkat.
"Bara Bere yang suka ngejek lo, buli lo itu? Setega itu dia sampek perko*sa lo?"
Sheina hanya mengangguk. Ia juga tidak menyangka jika Bara tega melakukan hal rendah itu padanya
"Udah. Lo nggak usah mikir aneh-aneh. Lo jaga anak lo baik-baik dia nggak salah apa-apa. Dia juga ponakan gue, darah daging lo sendiri. Soal ibu kos lo, gue bilang kalau lo nikah siri dan ditinggal selingkuh sama laki lo."
"Percaya?"
"Lo ngeraguin kemampuan akting gue? Gue ini calon artis terkenal," jawab Keyla dengan bangga.
"Iya deh, percaya."
"Shein, gue nggak akan minta duit ke lo lagi, kali ini gue pengen bantuin lo. Kita rawat anak lo bareng-bareng ya. Meskipun gue suka jahat ke lo, ngambil duit lo, tapi lihat lo dipukul papa, gue juga nggak tega, Shein."
"Thanks Key. Lo bener-bener saudara gue, satu-satunya yang bisa ngertiin gue."
Mereka pun berpelukan, Keyla mengusap punggung Sheina dengan sayang. Walau mereka tidak memiliki hubungan darah, tapi Sheina sangat menyayangi Keyla, seperti Keyla menyayanginya.
*
*
*
Kehamilan Sheina semakin lama semakin membesar. Tetangga-tetangga mulai mencibir dan menjadikan Sheina sebagai bahan gibah mereka. Meski Keyla bisa mengatasi masalah Sheina itu dengan mudah, tetap saja Sheina memiliki rasa benci pada anak yang dikandungnya itu.
Saat di kantor pun, tidak sedikit yang menggosipkannya menjadi simpanan bos. Sheina masih tidak memedulikan itu, baginya yang terpenting ia masih bisa bekerja dan menghasilkan uang.
Bos di tempatnya bekerja juga tidak mempermasalahkan status Sheina. Selagi Sheina bekerja dengan baik dan tidak merugikan perusahaan, maka Sheina masih diizinkan bekerja.
"Sheina, kamu nggak apa-apa?" tanya Devan, atasan Sheina sekaligus wakil direktur di perusahaan itu.
"Nggak apa-apa, Pak. Saya cuma mules dari tadi," jawab Sheina sembari memegangi perutnya yang besar. Sebenarnya Devan sudah menyuruh Sheina untuk mengambil cuti, tapi Sheina menolak karena ia masih merasa kuat untuk bekerja.
"Kamu udah periksa ke dokter? Jangan-jangan kamu mau melahirkan?" tanya Devan yang mulai terdengar panik.
"Belum, Pak. Nanti istirahat makan aja saya izin," jawab Shein menahan sakit. Tangan kanannya berulang kali mere*mas ujung kursi yang menjadi pegangannya, sedangkan tangan kirinya memegang perutnya yang semakin sakit.
"Saya antar kamu ke dokter." Devan berdiri dari kursinya, lalu menuntun Sheina yang tidak bisa lagi menolak karena perutnya memang sangat-sangat sakit.
🥀🥀🥀
Selamat sore gaess. Jangan lupa jempolnya ya. Terima kasih komen dan semangatnya. 1 bab lagi ikut meluncur 😘😘😘