Penasaran dengan cerita nya lansung aja yuk kita baca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27: Sisa Benang di Kota Cahaya
Malam setelah peragaan busana di Palais de Tokyo seharusnya menjadi malam perayaan yang megah, namun Arini memilih untuk menjauh dari hiruk-pikuk pesta sampanye di hotel. Ia berjalan menyusuri tepian Sungai Seine, membiarkan angin dingin Paris Desember 2025 menerpa wajahnya. Di belakangnya, Damar menjaga jarak yang sopan, memberinya ruang untuk mencerna segala emosi yang meluap.
Kemenangan itu manis, namun kehadiran Adrian di barisan penonton tadi menyisakan rasa getir yang tak terduga. Seperti sepotong benang sisa yang tersangkut di mesin jahit, keberadaan pria itu terus mengusik ketenangannya.
"Arini," panggil Damar pelan saat mereka sampai di jembatan Pont Neuf. "Ada seseorang yang menunggumu di depan hotel. Bukan Adrian. Kali ini, Maya."
Arini menghentikan langkahnya. Tubuhnya menegang. "Maya? Bukankah dia seharusnya masih dalam pengawasan hukum di Jakarta?"
"Dia membayar jaminan dengan sisa uang yang dia sembunyikan, Arini. Dia terbang ke sini untuk menemuimu sebelum kau benar-benar menjadi 'tak tersentuh'," jawab Damar dengan nada waspada.
Begitu sampai di lobi hotel, Arini menemukan Maya duduk di sudut remang-remang. Wanita itu tidak lagi tampak seperti asisten yang ambisius. Wajahnya cekung, pakaiannya mahal namun terlihat kusam, dan matanya merah karena kelelahan atau mungkin rasa malu. Begitu melihat Arini, Maya segera berdiri.
"Mbak Arini... aku tidak datang untuk meminta maaf," suara Maya bergetar. "Aku tahu maaf tidak akan memperbaiki kain yang sudah aku robek."
Arini menatapnya dengan pandangan datar. Tidak ada lagi amarah yang membara, hanya rasa lelah yang mendalam. "Lalu kenapa kau di sini, Maya? Untuk mencuri pola desainku lagi?"
Maya menggeleng lemah. Ia merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah buku catatan kecil—buku harian kerja Arini yang hilang berbulan-bulan lalu. "Aku mengambil ini karena aku pikir aku bisa menjadi sepertimu jika aku tahu rahasiamu. Tapi setelah melihat pertunjukanmu tadi, aku sadar... aku tidak bisa menjahit keindahan jika hatiku penuh dengan duri."
Maya meletakkan buku itu di atas meja marmer di antara mereka. "Adrian akan mencoba menghancurkan kontrakmu dengan Helena Vance malam ini. Dia punya rekaman palsu tentang keterlibatanmu dalam pencucian uang yang dia lakukan. Dia ingin menyeretmu jatuh bersamanya. Aku datang untuk memberitahumu... karena hanya ini satu-satunya hal benar yang bisa kulakukan sebelum aku menyerahkan diri sepenuhnya ke kepolisian besok."
Arini tertegun. Ia melihat Maya berjalan keluar dari hotel tanpa menoleh lagi. Pengkhianatan telah menghancurkan Maya, dan di titik terendahnya, wanita itu akhirnya memilih untuk melepaskan benang khianatnya sendiri.
"Kau percaya padanya?" tanya Damar yang sejak tadi memperhatikan dari jauh.
Arini mengambil buku catatannya, membelainya dengan ujung jari. "Aku percaya bahwa orang yang sudah kehilangan segalanya tidak punya alasan lagi untuk berbohong, Damar."
Arini segera menghubungi Rendra. "Rendra, Adrian sedang bergerak. Dia akan mencoba memfitnahku di depan Helena malam ini. Siapkan semua bukti audit asli yang kita miliki. Kita akan memotong simpul terakhirnya sebelum dia sempat menariknya."
Malam itu, Arini tidak tidur. Ia duduk di meja kecil kamarnya, memeriksa kembali semua dokumen. Ia menyadari bahwa perjuangan seorang wanita kuat bukan hanya tentang berdiri di atas panggung, tapi tentang keberanian untuk terus menjaga kebersihan "kain" hidupnya dari noda-noda yang dilemparkan orang lain.
Ia menatap langit Paris yang mulai memucat karena fajar. Besok adalah hari terakhirnya di kota ini. Besok, ia akan memastikan bahwa nama Arini bukan lagi tentang skandal, melainkan tentang integritas yang tak tergoyahkan.