Dalam dunia korporasi yang berputar terlalu cepat, Ethan Solomon Montgomery, Presiden Direktur Montgomery Group, hidup dengan ketenangan yang dirancang oleh keluarga yang membentuknya. Ia tumbuh untuk memimpin, bukan untuk diperintah. Sejak kecil Celine Mattea selalu berdiri di sisinya, perempuan yang mampu masuk ke semua pintu keluarga Montgomery. Celine mencintai Ethan dengan keyakinan yang tidak pernah goyah, bahkan ketika Ethan sendiri tidak pernah memberikan kepastian. Hubungan mereka bukan hubungan lembut yang manis, melainkan keterikatan panjang yang sulit dilepaskan. Persahabatan, warisan masa kecil, ketergantungan, dan cinta yang Celine perjuangkan sendirian. Ketika Cantika, staf keuangan sederhana memasuki orbit Ethan, sesuatu di dalam diri Ethan bergeser. Sebuah celah kecil yang Celine rasakan lebih tajam daripada pengkhianatan apa pun. Ethan dan Celine bergerak dalam tarian berbahaya: antara memilih kenyamanan masa lalu atau menantang dirinya sendiri untuk merasakan sesuatu yang tidak pernah ia izinkan. Ini adalah kisah dua orang yang seharusnya ditakdirkan bersama, tetapi cinta yang bertahan terlalu lama tidak selalu berarti cinta yang benar. Disclaimer: Novel ini adalah season 2 dari karya Author, “Falling in Love Again After Divorce.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ethan Mencintai Celine?
“Bereskan barang-barangmu, Sayang. Ikut Papa ke New Zealand,” ujar Golda dengan suara tegas yang tidak memberi ruang untuk diskusi.
Celine langsung menggeleng kuat.
“Tidak, Pa. Aku tidak akan ke mana-mana.” Nadanya teguh, tidak ada keraguan dalam suaranya.
Golda mengangkat dagu, menatap putrinya lekat.
“Jangan membantah, Celine. Papa tidak akan kembali ke Indonesia dalam waktu yang lama. Tidak baik anak perempuan tinggal sendirian tanpa pengawasan.”
Veronika mengangguk cepat, berdiri di pihak yang sama dengan pria yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya itu. “Dengarkan papamu, Sayang.”
Celine mengepalkan tangan di pangkuan, hingga buku jarinya memutih.
“Bukankah selama ini juga aku selalu sendirian di sini? Kenapa baru sekarang kalian mempermasalahkan hal itu?” katanya dingin.
“Jangan membangkang, Celine!” Nada suara Golda meninggi, pasalnya putrinya tidak pernah membantah kata-katanya sebelumnya.
Sebelum perdebatan itu sempat berlanjut, suara lain menyambar dengan dingin dan penuh wibawa.
“Jangan meninggikan suara Anda di kediaman Montgomery, Tuan.” Florence Montgomery berbicara.
Golda langsung membatu, begitu juga dengan Veronika. Tekanan itu seakan membuat mereka lupa cara bernapas.
Florence meluruskan punggungnya, sorot matanya seperti bilah tipis. “Tidak ada seorang pun yang diizinkan berbicara kasar pada anak yang tinggal di bawah perlindungan keluarga ini,” katanya tenang. “Jika Anda ingin berdebat, lakukan di tempat Anda sendiri.”
Golda tidak mampu berkata-kata, bukan hanya karena Florence Montgomery, melainkan penyesalan yang baru tumbuh karena melampiaskan amarahnya pada putrinya.
Celine merasakan kehangatan di dadanya. Florence tidak pernah benar-benar lembut, tapi entah bagaimana wanita tua itu selalu tahu kapan harus berdiri di depannya.
Keheningan menegang seperti senar piano yang hampir putus. Sean yang sejak tadi hanya diam dan mengamati akhirnya bersuara.
“Ethan...” Ia tidak meninggikan suara, namun wibawa dalam dirinya membuat semua orang otomatis memberi atensi.
Sean memandang putranya dengan tatapan seorang pemimpin Montgomery… tenang, rasional, dan berwibawa.
“Kau dan Celine sudah dekat dalam waktu lama.” Ia menatap Celine sebentar, lalu kembali pada Ethan.
“Menikahlah dengannya.”
Ruangan meledak dalam keheningan. Ethan menegang tepat di tempatnya berdiri. Ariana berseri, jelas mendukung. Celine adalah gadis yang baik, putranya sangat beruntuk dicintai sedalam itu olehnya.
“Aku pikir ini terlalu cepat, Papa. Kami masih muda.” Ethan menjawab tanpa rasa takut, wajahnya tetap dingin dan terkontrol.
Sean menatapnya tanpa berkedip. “Kau tidak mencintainya?”
Ethan tidak membenarkan, juga tidak menyangkal seolah membiarkan ruangan itu menilai sendiri.
“Bertindaklah sebagai pria sejati, Ethan. Montgomery tidak bersembunyi dibalik alasan.” Ucap Sean tegas.
Ariana meraih tangan putranya, “Ethan, dengarkan Mama. Kalian sudah tumbuh bersama sejak kecil. Jika kau benar-benar mencintai Celine, kau tidak akan ragu untuk menikahinya apa pun alasannya. Dia gadis yang cocok untuk mendampingimu. Menikahlah dengannya supaya Celine bisa tinggal bersama kita di rumah ini." katanya memohon.
Celine menatap Ethan yang tak bergeming, mencoba menangkap sedikit saja getaran dari pria yang selama ini ia kejar tanpa malu. Namun wajah Ethan tetap datar, pria itu tidak mengizinkan siapa pun membaca isi di balik hatinya.
Florence mengangkat tangan, memotong ketegangan itu dengan wibawa yang membuat semua punggung otomatis tegak.
“Hentikan perdebatan ini. Jangan menekan cucuku. Ia berhak menentukan masa depannya sendiri.”
“Ma…” Ariana mencoba mengimbangi.
Namun Florence hanya mengangkat dagu, satu isyarat yang mematikan semua bantahan. “Aku tidak akan ikut campur jika tidak diperlukan, Ariana.”
Ariana menoleh pada Sean, mencoba meminta dukungan. Namun pria itu hanya mengangguk, sebuah tanda baginya untuk patuh.
Golda mengamati reaksi reaksi Ethan, dan keraguan mulai muncul di matanya. Cukup dirinya yang gagal dalam pernikahan, ia tak akan membiarkan putrinya gagal juga.
“Celine, lihat papa.” ucapnya tenang. Celine menoleh pada ayahnya.
“Ethan tidak benar-benar mencintaimu. Ikutlah dengan Papa, Sayang. Mari kita mulai hidup baru. Papa janji akan menghabiskan lebih banyak waktu bersamamu.”
Tatapan Celine meredup. Ia merasa didorong dari satu keputusan ke keputusan lain tanpa tempat berpijak seolah semua orang memiliki rencana untuk dirinya, kecuali dirinya sendiri.
“Aku akan ikut Papa.” Ucapnya pelan, tetapi cukup untuk membelah suasana.
Golda tersenyum lega, ia sudah menunggu kalimat itu sejak tadi. “Kau mengambil keputusan yang tepat, Sayang.”
Ethan menoleh tajam, nada suaranya lebih rendah daripada biasanya. “Celine, apa yang kau katakan?”
Celine tidak menanggapi. Gadis itu hanya diam, ucapan Ariana membuatnya mengerti; Ethan tidak benar-benar mencintainya.
“Ayo, Pa,” katanya akhirnya. Suaranya gemetar, tetapi langkah keputusannya jelas. “Kita pergi.”
Golda berdiri dengan antusiasme nyaris tidak terbendung. “Kita kemasi barang-barangmu malam ini, Sayang. Besok pagi kita terbang, Papa sudah memesan tiket.”
Veronika menghembuskan napas lega. Celine mengambil keputusan yang tepat dan tidak akan menyulitkannya di kemudian hari.
“Baiklah, semuanya sudah clear. Kalau begitu aku pergi dulu, pesawatku akan terbang malam ini.” Ia berdiri, memeluk Celine erat sambil mengusap rambut putrinya. “Hati-hati di sana. Dengarkan papamu, oke?”
Lalu ia menoleh pada Golda. “Kirimkan dokumen perceraiannya.”
Golda mengangguk kaku, sorot matanya campur aduk. Dua puluh tujuh tahun kenangan pernikahan, tidak hilang tanpa meninggalkan jejak.
Veronika memberi salam singkat pada keluarga Montgomery, lalu pergi tanpa menoleh ke belakang.
Celine mengikuti bayangan itu dengan tatapan kosong. Semudah itu kah? batinnya meringis. Gadis itu bangkit berdiri, suaranya nyaris bergetar. “Ayo, Pa.” katanya lirih.
Ethan meraih pergelangan tangan Celine. “Ikut denganku,” katanya tajam, bak perintah yang tidak menyisakan ruang penolakan.
Ia menarik Celine keluar dari ruang keluarga, membawanya menyusuri koridor menuju kamar pribadinya. Tumit Celine nyaris terseret mengikuti langkah panjang Ethan.
“Celine…” Golda panik, hendak mengejar. Namun Sean menahan lengannya dengan tenang.
“Biarkan mereka menyelesaikannya, Tuan Golda.” katanya.
Golda menggigit bibir, terpaksa duduk kembali.
Pintu kamar terbanting membelah keheningan. Ethan menghempaskan tangan Celine. Untuk pertama kalinya ia bersikap kasar pada wanita itu.
“Apa yang sebenarnya kau pikirkan, hah?” suara Ethan meledak, dingin dan teredam, penuh gemuruh yang ditahan.
Celine tidak menjawab, walau tubuhnya mengecil dalam diam atas kemarahan Ethan.
Diamnya Celine membuat amarah Ethan semakin tersulut. Ia mencengkeram lengan gadis itu keras.
“Jawab, Celine!”
“Sshh…” Celine meringis.
Kesadaran mengenai rasa nyeri itu membuat Ethan melepaskannya seketika, mundur selangkah.
“Maaf…” suaranya jatuh, penuh sesal.
Celine mengangkat wajah, mata bulat itu dipenuhi kilau air yang ditahan. “Katakan dengan jujur, Ethan. Apa kau mencintaiku?”
“Celine…” Ethan mengusap wajahnya, seolah kalimat itu terlalu berat untuk dijawab.
“Jawab, Ethan! Jangan mempermainkan aku seperti ini. Aku sudah cukup sakit dengan perceraian orangtuaku.” Nada Celine tegas, tapi siapa pun yang mendengarnya akan tahu betapa rapuhnya gadis itu.
Lama menunggu, namun tak kunjung mendengar suara. Ethan tetap diam tanpa ekspresi.
Celine mengangguk pelan, bibirnya menegang. “Aku mengerti.”
Ia membalikkan badan, hendak membuka pintu. Namun Ethan menariknya kembali, membungkus tubuhnya dalam pelukan yang penuh kepemilikan.
“Aku… aku mencintaimu. Jangan pergi, Celine.”
Balas dendam kah?
Siapa Barlex?
Berhubungan dengan ortunya Cantika kah?
Haiisz.. makin penisiriin iihh.. 😅😅🤣🤣
Thanks kk Demar 🤌🏻🤌🏻
next kak 🫰🫰
dari pronolog cerita ini soal celine dan ethan yang mungkin akan disisipin orang ketiga. trus muncul barlex ntah genk apa ini. trus tibatiba udah dirumah cantika dan berhubungan sama barlex 🤔
ini yg clue dari rega kah? tapi mengarah kemandose ini kisah ya. maap agak agak kurang nangkep saya 🫣
inget ke celine yang bucin dari kecil tapi dicuekin,disia²in pokoknya ethan dingin bgt ke celine mentang² tau cinta celine begitu besar jadi bersikap se enaknya,gk perduli alasan apapapun....ethan harus merasakan yg sama.buat celine bener² dingin dan biasa² aja ke ethan thor mau ethan kena masalah jangan libatkan celine ke amox.
semoga celine ketemu cogan yg ngejar² dia biar biar tau rasa ethan....
sakit hatiku melebihi celine wkwkwkwk
apa cantika ada sangkut pautnya dengan barlex 🤔