NovelToon NovelToon
Bermimpi Di Waktu Senja

Bermimpi Di Waktu Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Slice of Life
Popularitas:26
Nilai: 5
Nama Author: Mbak Ainun

Penasaran dengan ceritanya yuk langsung aja kita baca

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 14: Warisan yang Tak Terlihat

Rumah Sakit Umum Daerah malam itu terasa begitu steril dan dingin, sangat kontras dengan kehangatan lumpur dan aroma bambu di bantaran sungai yang baru saja ditinggalkan Aris. Di balik masker oksigen yang berembun, napas Aris terdengar pendek dan berat. Kabel-kabel elektroda menempel di dadanya, merekam detak jantung yang kini melambat, seolah-olah mesin di dalam tubuhnya sedang meminta izin untuk berhenti berdetak.

Di samping tempat tidurnya, Hendra dan Yudha berdiri dengan wajah kuyu. Mereka baru saja tiba setelah memastikan banjir di Sektor 12-B benar-benar surut.

"Bangunannya... bagaimana?" bisik Aris, suaranya nyaris tenggelam oleh bunyi bip mononoton dari monitor jantung.

Hendra mendekat, menggenggam tangan Aris yang terasa dingin. "Strukturnya tidak bergeser satu milimeter pun, Pak. Bambu petung itu bekerja persis seperti yang Bapak hitung. Warga sudah mulai membersihkan sisa lumpur. Mereka menunggumu kembali untuk memasang ubin terakhir di aula utama."

Aris tersenyum tipis di balik masker oksigennya. Ia tahu ia tidak akan kembali ke sana dalam waktu dekat, atau mungkin tidak akan pernah. Namun, matanya tetap menyala saat melihat Yudha mengeluarkan sebuah tablet.

"Pak Aris, ada kabar luar biasa," Yudha menunjukkan layar tabletnya. "Video penyelamatan kemarin menjadi viral secara global. Sebuah konsorsium arsitektur hijau dari Belanda baru saja mengirimkan surat. Mereka tidak hanya ingin mendanai penyelesaian Rumah Senja, tapi mereka ingin menjadikan desain Bapak sebagai model standar untuk perumahan bantaran sungai di negara-negara berkembang. Nama Bapak dipulihkan sepenuhnya, Pak. Baskoro tidak punya tempat lagi untuk bersembunyi."

Aris menatap langit-langit kamar rumah sakit yang putih bersih. Ironisnya, di saat seluruh dunia akhirnya mengakui kejeniusannya, tubuhnya justru sedang mengkhianatinya. Namun, rasa sakit di dadanya terasa sedikit berkurang mendengar kabar itu. Bukan karena ketenaran yang ia cari, tapi karena ia tahu Rumah Senja kini memiliki pelindung yang jauh lebih kuat daripada dirinya sendiri.

"Hendra," panggil Aris dengan sisa tenaga. "Ambilkan tas kulitku."

Hendra mengambil tas tua yang selalu dibawa Aris. Dari dalamnya, Aris mengeluarkan gulungan kertas terakhir. Bukan lagi denah struktur, melainkan sebuah rencana kurikulum singkat untuk sekolah alam dan klinik kesehatan yang akan dijalankan di dalam Rumah Senja.

"Tolong... pastikan Maya yang mengelola ini," pesan Aris. "Dia punya hati yang bersih. Dan satu lagi, di bawah lantai aula utama, aku meninggalkan sebuah kotak logam kecil. Itu adalah surat untuk warga dan... kunci untuk masa depan tempat itu."

Malam itu, Aris menghabiskan waktu dengan memberikan instruksi terakhir melalui rekaman suara di ponsel Yudha. Ia menjelaskan detail teknis tentang bagaimana merawat bambu agar tahan puluhan tahun, bagaimana sistem filter air hujan harus dibersihkan, hingga warna cat yang disukai Sarah untuk dinding bagian dalam.

Ia mengarahkan pembangunan dari ranjang rumah sakit dengan ketelitian seorang maestro yang sedang menggubah simfoni terakhirnya. Setiap kata yang keluar dari mulutnya adalah warisan yang tak terlihat—pengetahuan yang ia berikan secara cuma-cuma kepada mereka yang selama ini dianggap tak berdaya.

Menjelang subuh, Aris meminta Hendra membukakan gorden jendela kamar rumah sakit yang menghadap ke arah timur. Ia ingin melihat cahaya pertama. Meskipun ia berada di dalam gedung beton yang kaku, pikirannya melayang ke arah pilar-pilar bambu di pinggir sungai yang kini sedang dipeluk oleh kabut pagi.

"Senja sudah lewat, Sarah," bisiknya pelan saat melihat semburat merah di ufuk timur. "Fajar sudah datang untuk mereka."

Monitor jantung di sampingnya mengeluarkan bunyi peringatan panjang. Para perawat masuk dengan terburu-buru, namun Aris hanya menatap langit dengan kedamaian yang luar biasa. Ia telah menyelesaikan tugasnya. Ia telah membangun sebuah rumah yang tidak hanya terbuat dari bambu dan kayu, tapi dari harapan yang tak akan pernah bisa hanyut oleh banjir mana pun.

Aris memejamkan matanya tepat saat matahari pertama menyentuh kaca jendela. Di waktu senja hidupnya, ia telah berhasil melahirkan sebuah fajar bagi orang lain.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!